Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Generasi Muda Tidak Tahu Pentingnya Dana Pensiun?

25 Mei 2025   15:42 Diperbarui: 25 Mei 2025   14:55 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rupiah, uang rupiah.(PIXABAY/DARNO BEGE) 

Kamu mungkin pernah merasa bahwa hidup harus dijalani sepenuhnya hari ini. Nikmati momen, kejar mimpi, raih prestasi itu semua sah-sah saja. Tapi di balik semangat "YOLO" dan kejar-kejaran pencapaian, ada satu hal penting yang nyaris dilupakan banyak anak muda: merancang masa tua.

Dalam kebisingan tentang startup, investasi kripto, dan tren gaya hidup bebas finansial, pembicaraan soal dana pensiun terdengar basi. Jangankan menabung untuk usia 60-an, bayar cicilan atau nongkrong akhir pekan saja sudah menguras isi dompet. Namun inilah jebakan halus yang sedang kita alami sebuah ilusi kebebasan yang justru menjebak dalam ketergantungan jangka panjang.

Membicarakan dana pensiun bukan soal menyerah pada tua, tapi tentang mengendalikan takdir hidupmu sendiri sebelum terlambat. Ini bukan alarm panik. Ini panggilan untuk bangun dari mimpi yang nyaman, dan melihat bahwa waktu tak akan selalu berpihak.

Mengapa Generasi Muda Rentan Mengabaikan Masa Depan

Salah satu alasan utama mengapa banyak generasi muda mengabaikan dana pensiun adalah karena bias waktu psikologis. Kita cenderung melebihkan nilai kebahagiaan saat ini, dan meremehkan kebutuhan masa depan. Dalam psikologi keuangan, ini disebut present bias. Kita lebih suka Rp100.000 sekarang ketimbang Rp200.000 enam bulan lagi, meski secara logika jelas tidak masuk akal.

Sifat ini sangat cocok dengan karakter zaman digital: serba cepat, instan, dan visual. Gaya hidup yang dibentuk media sosial juga memperparahnya. Narasi yang paling banyak mendapat sorotan adalah tentang "travel sekarang", "quit job sekarang", "enjoy dulu sebelum tua". Narasi ini memberi euforia, tapi menyembunyikan konsekuensi.

Laporan dari BPS dan OJK menunjukkan bahwa 8 dari 10 anak muda Indonesia tidak memiliki rencana keuangan jangka panjang yang jelas, termasuk untuk pensiun. Bahkan, lebih dari 60% tidak tahu berapa uang yang dibutuhkan untuk hidup layak setelah pensiun. Ini bukan karena mereka tidak peduli, tapi karena mereka tidak tahu harus mulai dari mana.

Banyak dari kita tumbuh tanpa contoh nyata tentang perencanaan pensiun. Kita melihat orang tua yang pensiunnya pas-pasan, hidup dari gaji terakhir atau bantuan anak. Karena itu, sebagian besar anak muda berpikir bahwa nasib mereka pun akan seperti itu padahal kenyataannya bisa diubah.

Realita Ekonomi Baru yang Menuntut Kesiapan Finansial Lebih Awal

Dulu, sistem kerja cenderung linier: sekolah, kerja tetap, pensiun, lalu hidup dari dana pensiun yang dijamin kantor. Sekarang? Dunia kerja telah berubah drastis. Fleksibilitas memang menawarkan kebebasan, tapi juga memindahkan tanggung jawab perencanaan pensiun dari perusahaan ke pundak individu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun