Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah Perlu Membatasi Penggunaan Gadget untuk Gen Alpha?

23 Mei 2025   19:20 Diperbarui: 23 Mei 2025   19:20 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anak main hp.pixabay.com/ua_Bob_Dmyt_ua 

Duduklah sebentar, coba perhatikan sekeliling. Saat anak-anak kecil asyik menatap layar, apakah kamu benar-benar tahu apa yang sedang mereka konsumsi? Dunia bergerak cepat, dan anak-anak dari generasi termuda yang kita kenal sebagai Gen Alpha, tumbuh bersama kecepatan itu. Mereka belajar mengenal dunia bukan dari permainan petak umpet atau percakapan santai di teras rumah, tapi dari layar penuh warna yang bisa menyuguhkan jutaan informasi dalam sekali ketuk. Pertanyaannya bukan lagi apakah mereka menggunakan gadget, tapi seberapa dalam dan intens mereka terikat pada dunia digital?

Dunia Digital Ruang Belajar atau Jerat Psikologis?

Tidak bisa dimungkiri bahwa teknologi menawarkan banyak manfaat. Dengan satu tablet, anak bisa belajar berhitung, memahami bahasa asing, hingga menggambar dengan beragam warna. Bahkan ada anak-anak berusia 3 tahun yang sudah bisa menavigasi YouTube lebih cekatan daripada orang tuanya sendiri. Namun, apa yang terjadi ketika stimulus digital yang diterima melebihi kapasitas otak anak untuk mencerna dan menyaring informasi?

Neurosains modern mengungkap bahwa otak anak berkembang paling cepat dalam lima tahun pertama kehidupannya. Saat paparan konten visual dan audio yang terlalu cepat atau terlalu ramai menjadi makanan sehari-hari, maka otak cenderung melewati proses pematangan alami yang seharusnya diperoleh melalui eksplorasi fisik, interaksi sosial, dan bermain di dunia nyata.

Di balik animasi lucu dan suara nyanyian digital, gadget menyajikan potensi jebakan yang sangat serius: overstimulasi sensorik. Anak yang terlalu sering terpapar layar cenderung memiliki ambang perhatian yang rendah, sulit fokus dalam aktivitas yang menuntut ketekunan, dan tidak sabar menghadapi proses yang memerlukan waktu. Dalam jangka panjang, ini bisa menimbulkan masalah pada kemampuan belajar, ketahanan emosi, hingga relasi sosial.

Kecanduan Gadget Fenomena yang Sering Dianggap Sepele

Banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak bisa mengalami gejala yang mirip dengan kecanduan narkotika bukan secara kimiawi, tapi perilaku. Saat akses ke gadget dicabut, anak bisa menunjukkan reaksi seperti marah berlebihan, gelisah, menangis tanpa alasan, hingga tantrum berat. Ini bukan hanya "manja", tapi reaksi fisiologis karena sistem reward otak mereka terganggu.

Penelitian yang diterbitkan di Journal of Behavioral Addictions menunjukkan bahwa penggunaan gadget yang berlebihan bisa memengaruhi aktivitas dopamin, yaitu neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap rasa senang dan puas. Anak yang terlalu sering bermain gadget, apalagi game atau media sosial, cenderung mencari stimulus instan mereka ingin kesenangan cepat, tanpa proses.

Dan di sinilah masalah besar itu muncul. Anak-anak yang belum memiliki  kesadaran diri atau mengerti untuk mengatur sendiri dan memilah konten yang mereka konsumsi. Tanpa batasan, ini ibarat membiarkan anak kecil bermain di jalan tol cepat, memukau, tapi berbahaya secara fatal.

Kesenjangan Sosial dan Emosional Anak Pintar tapi Kesepian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun