Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Brain Rot pada Gen Alpha, Apa Penyebabnya?

21 April 2025   15:30 Diperbarui: 23 April 2025   11:36 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi brain rot. (Sumber: freepik.com via kompas.com)

Kalau kamu sempat scrolling media sosial belakangan ini, mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah "brainrot". 

Kata ini sering muncul untuk menggambarkan betapa cepat dan intens seseorang bisa terobsesi dengan satu hal  entah itu karakter fiksi, video game, musik, atau bahkan tren absurd di internet. 

Uniknya, fenomena brainrot ini paling banyak muncul di kalangan Gen Alpha, generasi yang lahir dalam dekapan teknologi sejak hari pertama mereka bernapas di dunia.

Namun, brainrot bukan cuma sekadar "lagi suka banget sama sesuatu". Ada proses yang lebih dalam terjadi di balik layar kebiasaan ini. Lalu kenapa Gen Alpha rentan mengalaminya, dan seberapa besar dampaknya terhadap masa depan mereka. Siap untuk melihat realita di balik layar gadget yang setiap hari ada di genggaman kita?.

Mengurai Makna Brainrot dalam Dunia Digital

Istilah brainrot sebenarnya berasal dari gabungan dua kata: "brain" (otak) dan "rot" (membusuk). Secara harfiah, brainrot menggambarkan kondisi otak yang "membusuk" atau mengalami kemunduran fungsi akibat sesuatu. Dalam konteks modern, istilah ini mengalami perluasan makna. 

Brainrot kini digunakan untuk mendeskripsikan keadaan ketika otak seseorang begitu dipenuhi oleh satu bentuk hiburan atau informasi, hingga mengganggu keseharian, pola pikir, bahkan prioritas hidupnya.

Pada generasi sebelumnya, keterikatan emosional terhadap sesuatu memang sudah ada. Misalnya, anak-anak tahun 90-an begitu tergila-gila dengan kartun atau boyband. Tapi perbedaannya, intensitas dan frekuensinya jauh lebih moderat dibandingkan saat ini. 

Ilustrasi Italian Brainrot atau meme anomali yang viral di TikTok (KOMPAS.com/Zulfikar Hardiansyah)
Ilustrasi Italian Brainrot atau meme anomali yang viral di TikTok (KOMPAS.com/Zulfikar Hardiansyah)

Gen Alpha hidup dalam dunia hiper-terhubung, di mana akses terhadap konten terjadi dalam sekejap mata. Setiap scroll di ponsel membawa ledakan dopamin mini yang seakan-akan memberi "hadiah" kecil pada otak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun