Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Liburan Tanpa Pungli, Apakah Mungkin?

3 April 2025   10:16 Diperbarui: 3 April 2025   10:16 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bayangkan kamu sedang menikmati liburan impian di destinasi yang sudah lama kamu nantikan. Udara segar, suasana tenang, dan panorama alam yang menakjubkan menyambut kedatanganmu. Namun, di tengah keseruan itu, seseorang tiba-tiba menghampirimu dan meminta pungutan tambahan. Alasannya beragam mulai dari biaya parkir yang mendadak naik, tarif masuk yang lebih mahal dari informasi resmi, hingga pembayaran "sukarela" yang sebenarnya bersifat paksaan.

Pungutan liar atau pungli di sektor pariwisata bukan lagi sekadar cerita. Ini adalah kenyataan yang sering dialami banyak wisatawan, baik di kota-kota besar maupun di pelosok negeri. Pertanyaannya, mungkinkah kita bisa menikmati liburan tanpa pungli? Apakah destinasi wisata yang bebas dari pungutan liar hanya sekadar angan-angan, atau ada cara nyata untuk mencapainya?

Realitas Pungli di Tempat Wisata

Fenomena pungli di sektor pariwisata terjadi dalam berbagai bentuk. Di tempat-tempat wisata yang dikelola dengan kurang baik, sering kali tidak ada kejelasan mengenai tarif masuk atau biaya tambahan. Hal ini menciptakan ruang bagi pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dengan menetapkan tarif di luar ketentuan resmi.

Pungli juga bisa muncul dalam bentuk jasa yang sebenarnya tidak diperlukan, tetapi dibuat seolah-olah wajib. Misalnya, di beberapa tempat wisata alam, wisatawan sering diminta membayar "pemandu lokal" yang sebenarnya tidak memiliki sertifikasi resmi dan tidak menawarkan layanan yang berarti. Ada juga pungutan liar di area parkir, di mana kendaraan dikenakan tarif tinggi tanpa tanda terima atau bukti resmi.

Yang lebih menyedihkan, pungli terkadang dilakukan secara terselubung oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam menjaga kenyamanan wisatawan. Oknum petugas keamanan, pengelola tempat wisata, hingga pedagang di sekitar lokasi bisa saja terlibat dalam praktik ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dampak Buruk Pungli terhadap Pariwisata

Pungli mungkin terlihat sebagai hal kecil, tetapi dampaknya bisa sangat besar bagi sektor pariwisata. Salah satu dampak paling nyata adalah turunnya tingkat kepuasan wisatawan. Jika seseorang mengalami pengalaman buruk akibat pungli, kemungkinan besar mereka akan enggan untuk kembali ke destinasi tersebut.

Lebih jauh lagi, pengalaman buruk ini bisa menyebar dengan cepat melalui ulasan di media sosial atau situs perjalanan. Di era digital seperti sekarang, satu ulasan negatif dapat berdampak luas dan mempengaruhi citra suatu destinasi wisata. Jika reputasi sebuah tempat sudah tercoreng karena pungli, akan sulit untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan.

Dampak lainnya adalah menurunnya pemasukan resmi bagi daerah wisata. Jika pungli merajalela, pendapatan dari tiket masuk dan retribusi yang seharusnya digunakan untuk pengelolaan dan pengembangan destinasi justru masuk ke kantong pribadi oknum-oknum tertentu. Akibatnya, fasilitas wisata menjadi tidak terawat, infrastruktur rusak, dan kenyamanan wisatawan semakin menurun.

Dari sisi ekonomi, pungli juga dapat menghambat investasi di sektor pariwisata. Investor tentu akan berpikir dua kali sebelum menanamkan modal di daerah yang memiliki citra buruk akibat pungli. Ini berarti peluang pengembangan wisata yang lebih profesional dan berkelanjutan menjadi semakin sulit terwujud.

Mengapa Pungli Masih Marak?

Ada beberapa alasan mengapa pungli masih menjadi masalah yang sulit dihilangkan dari sektor pariwisata. Salah satunya adalah lemahnya sistem pengawasan dan penegakan hukum. Banyak tempat wisata yang dikelola tanpa regulasi yang jelas, sehingga memberikan celah bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan pungutan liar tanpa konsekuensi yang berarti.

Selain itu, masih banyak wisatawan yang bersikap permisif terhadap praktik ini. Sebagian orang lebih memilih membayar daripada harus berdebat atau mencari solusi lain. Sikap seperti ini justru membuat pungli semakin dianggap sebagai hal yang wajar dan terus berlanjut.

Ada juga faktor sosial dan ekonomi yang perlu dipertimbangkan. Di beberapa daerah, pungli sering kali dilakukan oleh masyarakat lokal yang merasa tidak mendapat manfaat langsung dari sektor pariwisata. Karena akses terhadap sumber daya ekonomi yang terbatas, mereka melihat pungli sebagai cara untuk memperoleh penghasilan tambahan.

Bisakah Liburan Bebas Pungli Menjadi Kenyataan?

Meski pungli masih menjadi tantangan besar, bukan berarti tidak ada cara untuk mengatasinya. Beberapa langkah dapat diterapkan untuk menciptakan lingkungan wisata yang lebih transparan dan bebas dari pungutan liar.

Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah meningkatkan transparansi dalam sistem pembayaran di tempat wisata. Pemerintah dan pengelola destinasi harus memastikan bahwa tarif yang berlaku dapat diakses oleh semua wisatawan melalui papan informasi, situs resmi, atau aplikasi digital.

Selain itu, sistem pembayaran digital juga bisa menjadi solusi efektif. Dengan adanya pembayaran non-tunai, potensi pungli dapat diminimalkan karena setiap transaksi tercatat dengan jelas. Beberapa destinasi wisata di Indonesia sudah mulai menerapkan sistem ini, meskipun masih terbatas pada lokasi-lokasi tertentu.

Langkah lainnya adalah memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap praktik pungli. Pemerintah harus mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang terbukti melakukan pungutan liar. Selain itu, wisatawan juga perlu diberikan saluran resmi untuk melaporkan kasus pungli dengan mudah dan aman.

Edukasi kepada wisatawan juga sangat penting. Jika lebih banyak orang yang sadar akan hak-hak mereka dan berani menolak pungli, maka praktik ini akan semakin sulit dilakukan. Kampanye anti-pungli bisa digalakkan melalui media sosial, brosur di tempat wisata, dan kampanye dari komunitas wisatawan.

Belajar dari Destinasi Wisata Bebas Pungli

Beberapa destinasi wisata di dunia telah berhasil menciptakan sistem yang membuat pungli hampir tidak mungkin terjadi. Jepang, misalnya, memiliki sistem pariwisata yang sangat tertata. Tidak ada pungli di tempat wisata karena semua biaya sudah ditentukan secara jelas, dan pembayaran dilakukan secara resmi melalui loket atau sistem digital.

Di Indonesia sendiri, ada beberapa destinasi yang mulai menerapkan standar tinggi dalam pengelolaan wisata. Beberapa kawasan wisata di Bali, misalnya, telah memberlakukan sistem tiket elektronik dan pengawasan ketat di area parkir untuk mencegah pungli. Ini menunjukkan bahwa dengan manajemen yang baik, pungli bisa ditekan secara signifikan.

Liburan yang Jujur dan Nyaman, Bukan Mimpi

Mungkinkah liburan tanpa pungli menjadi kenyataan? Jawabannya adalah mungkin, tetapi butuh usaha dari berbagai pihak untuk mewujudkannya. Pemerintah harus memperbaiki regulasi dan pengawasan, pengelola wisata harus mengutamakan transparansi, dan wisatawan harus lebih sadar serta berani menolak praktik yang merugikan ini.

Pada akhirnya, pungli bukan hanya merugikan wisatawan, tetapi juga merusak industri pariwisata secara keseluruhan. Jika kita ingin melihat sektor pariwisata yang lebih maju, nyaman, dan terpercaya, maka langkah pertama yang harus diambil adalah memberantas pungli dengan segala cara yang memungkinkan.

Liburan seharusnya menjadi pengalaman yang menyenangkan, bukan ajang pemerasan terselubung. Jika kita semua berperan aktif dalam menciptakan lingkungan wisata yang lebih bersih dan profesional, maka suatu hari nanti, liburan bebas pungli bukan lagi sekadar impian, tetapi menjadi standar yang nyata di dunia pariwisata.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun