Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Peran Teknologi dalam Meningkatkan Akses Pendidikan bagi Difabel

28 Februari 2025   09:13 Diperbarui: 28 Februari 2025   09:13 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ISekolah Cikal Resmi Membuka jenjang SD di Sekolah Cikal Bandung. (Dok. Cikal Bandung)

Di era digital seperti sekarang, teknologi telah menghadirkan berbagai solusi inovatif yang memungkinkan penyandang disabilitas untuk mengakses pendidikan dengan lebih mudah. Salah satu teknologi yang paling membantu adalah perangkat lunak pembaca layar yang memungkinkan tunanetra untuk mengakses informasi dalam format digital. Dengan menggunakan teknologi seperti JAWS (Job Access With Speech) atau NVDA (Non-Visual Desktop Access), siswa tunanetra dapat membaca e-book, mengakses internet, dan menggunakan berbagai aplikasi pendidikan.

Bagi tunarungu, perkembangan teknologi juga memberikan dampak yang signifikan. Aplikasi penerjemah bahasa isyarat seperti SignAll telah memungkinkan komunikasi yang lebih efektif antara siswa tunarungu dan tenaga pengajar. Selain itu, fitur transkripsi otomatis pada platform pembelajaran daring juga membantu mereka memahami materi pelajaran tanpa harus bergantung pada bahasa isyarat.

Namun, perkembangan teknologi tidak hanya sebatas perangkat lunak. Penggunaan augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) juga mulai diterapkan dalam dunia pendidikan untuk menciptakan pengalaman belajar yang lebih interaktif bagi penyandang disabilitas. Misalnya, VR dapat membantu siswa tunanetra memahami bentuk dan struktur suatu objek melalui simulasi tiga dimensi, sementara AR dapat memberikan pengalaman belajar berbasis visual yang lebih kaya bagi siswa dengan gangguan kognitif.

Selain itu, kecerdasan buatan (AI) juga memiliki potensi besar dalam pendidikan inklusif. Dengan algoritma yang dapat menyesuaikan materi pembelajaran berdasarkan kemampuan dan kebutuhan masing-masing individu, AI dapat membantu menciptakan sistem pendidikan yang lebih personal dan adaptif. Contohnya, sistem AI dapat mengidentifikasi kelemahan seorang siswa dalam memahami suatu konsep dan secara otomatis menyajikan materi tambahan yang lebih sesuai dengan gaya belajarnya.

Namun, meskipun teknologi telah membawa banyak manfaat bagi penyandang disabilitas dalam dunia pendidikan, masih ada beberapa tantangan yang harus diatasi agar teknologi benar-benar dapat digunakan secara maksimal.

Tantangan Implementasi Teknologi dalam Pendidikan Difabel

Meskipun teknologi menawarkan berbagai solusi untuk meningkatkan akses pendidikan bagi penyandang disabilitas, ada beberapa kendala yang masih menjadi penghambat dalam implementasinya.

Salah satu tantangan terbesar adalah keterbatasan infrastruktur dan akses internet, terutama di daerah pedesaan dan pelosok. Banyak sekolah di Indonesia yang masih belum memiliki akses internet yang stabil, sehingga penggunaan teknologi berbasis daring menjadi sulit. Ini menjadi masalah serius karena banyak solusi pendidikan berbasis teknologi yang mengandalkan koneksi internet, seperti e-learning dan kelas virtual.

Selain itu, biaya perangkat adaptif yang masih relatif mahal juga menjadi kendala bagi banyak keluarga penyandang disabilitas. Meskipun ada beberapa perangkat lunak gratis seperti NVDA untuk tunanetra, perangkat keras seperti komputer dengan fitur aksesibilitas tinggi atau alat bantu belajar berbasis AI masih memiliki harga yang cukup tinggi. Akibatnya, tidak semua siswa dapat menikmati manfaat dari teknologi ini secara merata.

Tantangan lainnya adalah kurangnya pelatihan bagi tenaga pendidik dalam menggunakan teknologi inklusif. Banyak guru yang belum terbiasa menggunakan perangkat pembaca layar, aplikasi penerjemah bahasa isyarat, atau metode pembelajaran berbasis AR/VR. Padahal, tanpa pemahaman yang baik dari tenaga pengajar, teknologi yang sudah tersedia tidak akan bisa dimanfaatkan secara maksimal.

Selain itu, masih ada stigma sosial yang menjadi penghalang bagi pendidikan inklusif. Beberapa orang masih beranggapan bahwa penyandang disabilitas tidak memiliki kemampuan yang sama dalam belajar seperti siswa lainnya. Padahal, dengan teknologi yang tepat, mereka dapat belajar dengan cara yang berbeda namun tetap efektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun