Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Dana Desa Tidak Transparan dan Kurangnya Pengawasan

21 Februari 2025   09:00 Diperbarui: 21 Februari 2025   09:00 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gaji, rupiah(Shutterstock)

Ketika pertama kali pemerintah menggulirkan program dana desa pada tahun 2015, banyak pihak berharap kebijakan ini menjadi solusi atas ketimpangan pembangunan antara desa dan kota. Janji bahwa setiap desa di Indonesia akan mendapatkan alokasi anggaran langsung dari pusat demi membangun infrastruktur, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memberdayakan ekonomi desa terdengar begitu menjanjikan. Namun, kenyataan di lapangan jauh dari ekspektasi.

Alih-alih menjadi sarana percepatan pembangunan, dana desa justru menjadi sumber masalah baru: penyalahgunaan anggaran, ketidakjelasan alokasi dana, proyek fiktif, hingga maraknya kasus korupsi oleh kepala desa dan perangkatnya. Transparansi yang minim serta lemahnya pengawasan membuka peluang besar bagi oknum untuk memperkaya diri sendiri dengan dalih membangun desa.

Ironisnya, sebagian besar masyarakat desa tidak menyadari bahwa mereka berhak mengetahui bagaimana dana desa dikelola. Banyak yang menganggap kepala desa dan perangkatnya sebagai pemegang kendali penuh tanpa perlu mempertanggungjawabkan dana yang mereka kelola. Padahal, tanpa transparansi dan pengawasan yang ketat, dana desa yang seharusnya menjadi alat perubahan malah berubah menjadi lahan subur bagi korupsi.

Ketidakjelasan Pengelolaan Dana Desa

Dalam praktiknya, pengelolaan dana desa di banyak daerah cenderung tertutup. Jika kamu bertanya kepada warga desa, "Apakah kamu tahu berapa besar anggaran yang diterima desa tahun ini dan digunakan untuk apa saja?" mayoritas akan menggelengkan kepala. Kurangnya akses terhadap informasi publik menjadi salah satu penyebab utama mengapa penyimpangan dana desa sulit dideteksi sejak dini.

Tidak semua pemerintah desa secara terbuka mengumumkan laporan keuangan mereka. Seharusnya, penggunaan dana desa dapat diakses dengan mudah melalui papan informasi desa, situs resmi, atau media sosial. Namun, realitanya, banyak desa yang tidak memiliki sistem dokumentasi yang transparan. Bahkan, di beberapa daerah, laporan penggunaan dana desa hanya dicatat di buku yang tidak pernah diperlihatkan kepada warga.

Salah satu contoh nyata terjadi di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, di mana aparat desa terbukti melakukan korupsi dana desa hingga miliaran rupiah. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun fasilitas umum malah dipakai untuk kepentingan pribadi. Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari masyarakat yang merasa tidak melihat perubahan berarti di desanya meskipun dana desa telah dicairkan berkali-kali.

Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya dugaan manipulasi data dalam laporan penggunaan dana desa. Beberapa desa melaporkan bahwa proyek pembangunan telah selesai, padahal di lapangan proyek tersebut bahkan belum dimulai. Misalnya, jalan desa yang dalam laporan keuangan disebut telah diaspal ternyata masih berupa tanah merah yang becek saat hujan.

Minimnya Pengawasan Celah Besar untuk Korupsi

Salah satu penyebab utama banyaknya kasus penyimpangan dana desa adalah lemahnya pengawasan. Idealnya, setiap desa diawasi oleh inspektorat daerah serta lembaga pengawas independen. Namun, jumlah tenaga pengawas yang terbatas membuat pengawasan tidak bisa dilakukan secara menyeluruh.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD), yang seharusnya menjadi pengawas internal, sering kali tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menjalankan tugasnya. Lebih parah lagi, dalam banyak kasus, anggota BPD memiliki hubungan dekat dengan kepala desa sehingga pengawasan menjadi tidak objektif. Alih-alih menjalankan tugasnya sebagai pengawas, mereka justru ikut menikmati aliran dana desa secara tidak sah.

Selain itu, lemahnya sistem audit dari pemerintah juga berperan dalam memperparah situasi ini. Audit dana desa yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sering kali hanya bersifat administratif tanpa turun langsung ke lapangan untuk memastikan apakah anggaran benar-benar digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini membuat banyak kasus penyalahgunaan dana desa tidak terdeteksi hingga bertahun-tahun.

Di sisi lain, masyarakat desa yang mencoba mengkritisi penggunaan dana desa sering kali mendapat intimidasi dari pihak-pihak yang berkepentingan. Beberapa kasus menunjukkan bahwa warga yang berani berbicara justru diancam, dikucilkan, atau bahkan dikriminalisasi dengan tuduhan yang tidak berdasar. Akibatnya, masyarakat menjadi takut untuk mengawasi dan lebih memilih diam meskipun melihat kejanggalan dalam pengelolaan dana desa.

Dampak Nyata dari Penyalahgunaan Dana Desa

Dampak dari kurangnya transparansi dan pengawasan dalam pengelolaan dana desa sangat nyata dan merugikan banyak pihak. Beberapa konsekuensi dari penyalahgunaan dana desa antara lain:

  1. Pembangunan Desa yang Tidak Optimal
    Banyak desa yang masih tertinggal meskipun telah menerima dana desa dalam jumlah besar. Infrastruktur yang seharusnya dibangun seperti jalan, jembatan, dan irigasi tetap dalam kondisi buruk karena dana yang dialokasikan tidak digunakan sebagaimana mestinya.

  2. Peningkatan Kasus Korupsi di Tingkat Desa
    Menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kasus korupsi dana desa meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Banyak kepala desa yang akhirnya ditangkap setelah terbukti menyalahgunakan dana desa untuk kepentingan pribadi.

  3. Ketimpangan Sosial dan Ketidakpercayaan Masyarakat
    Penyalahgunaan dana desa juga menimbulkan ketimpangan sosial di masyarakat. Sebagian kecil orang yang memiliki akses terhadap anggaran menikmati keuntungan, sementara mayoritas warga tetap hidup dalam kondisi sulit. Hal ini juga berkontribusi terhadap menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa.

  4. Kurangnya Keberlanjutan Program Desa
    Jika dana desa terus dikelola dengan cara yang tidak transparan dan tanpa pengawasan ketat, maka program-program yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa tidak akan berkelanjutan. Alih-alih menciptakan desa yang mandiri dan maju, desa-desa justru semakin terpuruk akibat penyalahgunaan anggaran.

Solusi untuk Meningkatkan Transparansi dan Pengawasan

Untuk mengatasi permasalahan ini, perlu ada reformasi dalam sistem pengelolaan dana desa. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan transparansi dengan memastikan bahwa seluruh informasi terkait dana desa dapat diakses oleh masyarakat dengan mudah. Pemerintah desa harus diwajibkan untuk mengunggah laporan keuangan mereka ke situs resmi desa atau aplikasi yang memungkinkan masyarakat melihat langsung bagaimana anggaran digunakan.

Selain itu, pengawasan harus diperketat dengan meningkatkan kapasitas inspektorat daerah serta memperkuat peran BPD sebagai pengawas internal. Pemerintah juga harus lebih serius dalam melakukan audit dengan turun langsung ke lapangan untuk memastikan bahwa proyek yang dilaporkan benar-benar ada dan dikerjakan dengan kualitas yang baik.

Masyarakat juga harus didorong untuk lebih aktif dalam mengawasi penggunaan dana desa. Sosialisasi mengenai hak-hak warga dalam mengakses informasi anggaran perlu diperluas agar masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga pengawas yang kritis.

Lebih dari itu, diperlukan sanksi yang lebih tegas bagi pelaku penyalahgunaan dana desa. Jika kepala desa atau perangkat desa terbukti melakukan korupsi, hukuman yang diberikan harus lebih berat agar menimbulkan efek jera.

Kesimpulan

Dana desa seharusnya menjadi alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mempercepat pembangunan di daerah tertinggal. Namun, tanpa transparansi dan pengawasan yang ketat, dana ini justru menjadi peluang bagi oknum untuk menyalahgunakannya demi kepentingan pribadi.

Jika masalah ini tidak segera dibenahi, maka impian untuk mewujudkan desa yang maju dan mandiri akan semakin jauh dari kenyataan. Oleh karena itu, semua pihak---baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga pengawas harus bersatu untuk memastikan bahwa dana desa benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat.

Jangan sampai dana desa yang seharusnya menjadi berkah malah berubah menjadi kutukan bagi masyarakat pedesaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun