Mohon tunggu...
Nufransa Wira Sakti
Nufransa Wira Sakti Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

" Live your life with love " --Frans--

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sri Mulyani Indrawati: “Saya Menang”

19 Mei 2010   03:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:07 1117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“SAYA MENANG”, kalimat itu disampaikan oleh Sri Mulyani Indrawati (SMI) tadi malam di Jakarta. Jawaban tersebut disampaikan beliau untuk menjawab pertanyaan dari berbagai elemen masyarakat yang menanyakan apakah SMI kalah atau lari sehubungan dengan hijrahnya beliau ke World Bank. Menurut SMI, kemenangannya dapat didefinisikan karena sekarang dia tidak bisa didikte lagi oleh siapapun dan juga merasa berhasil karena tidak menghianati kebenaran, tidak mengingkari hati nuraninya dan berhasil menjaga martabatnya. Suatu jawaban yang penuh makna.

[caption id="attachment_144464" align="alignleft" width="300" caption="Sri Mulyani Indrawati"][/caption]

Acara tadi malam adalah sebuah kuliah umum bertajuk "Kebijakan Publik dan Etika Publik" dan diadakan di hotel Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta. Kuliah umum ini digagas oleh Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) dan dihadiri oleh banyak tokoh terkenal seperti Goenawan Mohamad, Darmin Nasution, Marsilam Simanjuntak, Yeni Wahid, Jajang C Noer, Rosiana Silalahi dan lain-lain. Saya sendiri dapat hadir karena  kebaikan hati seorang teman yang menuliskan nama saya dalam daftar undangan acara tersebut.

Seperti biasa, SMI tampil memukau para hadirin dengan kalimat-kalimatnya yang lugas, tajam dan sesekali diselingi dengan lelucon kecil. Walalupun berjudul kuliah umum, tapi beliau lebih banyak menceritakan pengalaman pribadinya yang berhubungan dengan kebijakan dan etika publik selama menjadi pejabat negara. Contohnya, pada hari pertama beliau masuk sebagai menteri keuangan, yang pertama kali dikerjakannya adalah menanyakan kepada Irjen Kemkeu tentang apa yang boleh dan tidak boleh dia kerjakan sebagai menteri. Hal yang berhubungan dengan etika publik ini tentu saja sangat mengagetkan pejabat di kementriannya karena belum pernah ditanyakan oleh para menteri sebelumnya.

SMI sangat menyadari bahwa dengan kekuasaannya sebagai menteri keuangan yang sangat besar, dia dapat berbuat apa saja yang berhubungan dengan kementrian yang beraset lebih dari 1000 trilyun tersebut, termasuk dapat memanipulasi kebijakan publik demi kepentingan pribadi maupun golongan tertentu. Tapi tentu saja dia tidak ingin melakukannya. Hal ini sesuai dengan janjinya pada diri sendiri pada saat menerima jabatan sebagai pejabat publik. Dia tidak ingin menghianati jabatannya dengan melakukan korupsi. Untuk mencegahnya, SMI menjaga etika publik yang ada dalam dirinya dan mencoba untuk memasang rambu-rambu berupa norma. Agar rambu-rambu tersebut dapat berfungsi sebagai garis pembatas etika yang dapat diterapkan secara luas di kementriannya, maka dibuatlah SOP (Standard Operating Procedure) pada setiap kegiatan operasional yang juga berfungsi sebagai check and balance.

Etika publik juga dicontohkannya ketika menghadapi pengusaha yang juga menjabat sebagai penguasa. Memang sang penguasa sudah melepaskan diri dari perusahaan miliknya, tapi anggota keluarga yang lain masih ada dalam perusahaan tersebut. Tentu saja hal ini akan menimbulkan konflik kepentingan yang sangat besar bagi kebijakan publik yang dibuat oleh sang penguasa pengusaha tersebut. Hati nurani dan etika dari penguasa tersebut dipertanyakan oleh SMI. Pernah juga dalam sebuah rapat dia mengusir penguasa yang menjabat sebagai komisaris di suatu perusahaan karena tidak ingin adanya conflict of interest dalam kebijakan publik yang akan diambil dalam rapat tersebut.

Beliau juga berbagi pengalamannya selama beberapa kali menghadapi anggota dewan. Para anggota dewan seringkali mengajukan pertanyaan sulit sehingga SMI harus mencatat dan menjawabnya dengan bersungguh-sungguh padahal pada saat yang sama sang anggota dewan yang bertanya tidak memperhatikan jawabannya dan bersikap tidak acuh. Sebuah ongkos demokrasi yang harus dibayar sangat mahal karena anggota dewan hanya menganggapnya sebagai panggung politik sehingga hanya terlihat pura-pura bersungguh-sungguh dalam menjalankan lakonnya. SMI mengakui bahwa dirinya bukan berasal dari partai politik maupun berlatar belakang ilmu politik, tapi bukan berarti dia tidak mengetahui tentang politik.

Karena menyangkut politik jualah dia harus pergi. Keputusan beliau untuk bergabung dengan World Bank adalah karena sumbangannya sebagai pejabat publik sudah tidak dikehendaki di tengah situasi politik yang sudah kurang beretika dimana konflik kepentingan sudah sangat dominan.

Pesan beliau yang sangat berkesan adalah jangan pernah putus asa mencintai republik ini. Di tengah berbagai kasus yang menerpa oknum aparat di kementriannya, masih banyak pegawai kementrian keuangan yang berdedikasi tinggi, memiliki hati nurani dan mencintai republik ini. Untuk itu, beliau meminta masyarakat agar memberikan ruang dan menjaganya agar api reformasi tetap menyala walalupun dia tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan.

-Frans-

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun