Mohon tunggu...
Franky Sihaloho
Franky Sihaloho Mohon Tunggu... profesional -

life is like a body of a girl. It is very beautiful, but we have to try hard to get it.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Dijajah 4,5 Abad!!!

4 Oktober 2010   06:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:44 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Paska proses penjajahan yang sangat memilukan selama 3,5 abad oleh portugis, Belaanda, Inggris dan Jepang, Indonesia belum bisa menikmati hidup yang bebas dari penjajahan. Bahkan sekarang pun negara ini masih belum merdeka. Praktek-praktek penjajahan yang dilakukan oleh Belanda dan Jepang masih kita rasakan saat ini.

1. Lihatlah politik devide et impera yang tidak tau dijalankan oleh siapa menghancurkan kesatuan negara ini. Sangat mudahnya negara ini dihasut oleh isu-isu berbau SARA. Peristiwa kerusuhan Sampit, Ambon, Poso, Tarakan, pembakaran rumah ibadah, kerusuhan 1998, menjadi bukti. Belum lagi kalau kegiatan separatis seperti DI/TII, Permesta, RMS, GAM, OPM, dll kita masukkan sebagai bukti. Siapa yang menjalankan politik pecah belah ini?? Tanya ken apa?

2. Politik balas budi Belanda yang mengijinkan orang-orang mengecap pendidikan. Akan tetapi hak ini hanya diberikan kepada golongan priyayi dan orang-orang kaya saja. Sama halnya seperti saat ini, biaya pendidikan yang menjulang sangat sulit dijangkau oleh masyarakat miskin. Semboyan pendidikan gratis hanya kredo yang dinyanyikan setiap pemilu dan terlupakan setelah itu.

3. Politik Tanam paksa yang dilakukan oleh Gubernur jendral Daendels pun masih terasa saat ini. Lihatlah tanah-tanah ulayat yang diambil secara semena-mena untuk perkebunan kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi. Belum lagi hutan-hutan rakyat bahkan hutan lindung dibabat habis hanya untuk perkebunan kelapa sawit. Sekali lagi KELAPA SAWIT!!!!!!!!!!

4. Sistem kerja rodi oleh Belanda dan Romusha oleh Jepang pun belum hilang. Lihatlah buruh-buruh kita yang terpaksa bekerja dengan upah minim sekali. Lihatlah guru-guru dipedalaman yang masih harus nyambi jadi tukang ojek. Mereka terpaksa bekerja dan dibayar hanya dengan upah yang sangat rendah.

5. Mental-mental birokrat VOC yang koruptif dengan SDM rendah tidak ubahnya seperti mental birokrat-birokrat kita sekarang. Peraturan-peraturan (PERDA/UU/dll) dengan kualitas rendah yang dibuat oleh orang-orang yang mengaku mewakili kita dan melayani kita harus dibaya dengan harga yang sangat mahal. Gaji yang tinggi, tunjangan dan fasilitas yang lux. Bahkan mental birokrat kelas rendah pun tak bisa dikatakn lebih baik. Lihatlah mahalnya harga hanya untuk membuat satu lebmar KTP, calo-calo yang beredar, polisi yang lebih memilih damai ditempat daripada menulis surat tilang, dll. Cape deh...


6. Lihatlah sumber daya alam kita dikeruk habis-habisan tak ubahnya VOC yang menguras haabis kekayaan alam kita tapi rakyat tidak memperoleh apapun. Kasus terbesar adalah Freeport yang dengan bebas mengeruk emas dari perut bumi pertiwi ini. Belum lagi minyak bumi, gas, batu bara, dll hampir semuanya tidak membawa mamfaat bagi masyarakat kita.

7. Lihatlah sakyat kita yang tidak memiliki daya lagi menyampaikan suara hatinya karena tidak pernah didengar. Lihatlah mata-mata sayu mereka yang sudah tidak memiliki kelenjar air mata karena rusak akibat pemakaian terus-menerus. Lihatlah borok-borok masyarakat yang dikerubungi lalat akibat terbakar api dari ledakan tabung gas??

8. Anda yang menambahkan.....

Dimana para pejuang itu?? Dimana para pembawa kabar gembira itu??Mungkinkah itu dia, atau kamu, atau bahkan mungkinkah itu kamu???

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun