Sejak saat itu, saya mulai memperhatikan bahwa burung itu sering datang. Kadang pagi, kadang sore. Tidak lama, tapi rutin.
Saya tidak tahu jenisnya, dan saya tidak pernah mencoba mencari tahu. Saya hanya menyebutnya "pengunjung tetap". Ia tidak meminta apa-apa, tidak membuat keributan, hanya datang dan pergi. Tapi kehadirannya membuat saya berpikir.
Taman kecil itu, yang awalnya saya buat untuk diri saya sendiri, ternyata menjadi rumah bagi makhluk lain yang tidak pernah saya undang. Mereka datang karena merasa nyaman. Mereka tidak tahu siapa pemilik rumah ini, tidak peduli siapa yang menanam pohon-pohon itu. Mereka hanya tahu bahwa taman ini cocok untuk mereka.
Saya mulai menyadari bahwa ruang yang kita miliki tidak selalu sepenuhnya milik kita. Taman itu, meski saya yang merawat dan membersihkannya, bukan hanya untuk saya nikmati. Ia menjadi tempat singgah bagi kehidupan lain. Burung, lebah, kupu-kupu, bahkan semut yang berjalan di batang pohon. Mereka semua merasa bahwa taman ini bisa mereka tempati, meski hanya sebentar.
Awalnya saya sempat tergoda untuk merapikan taman. Saya ingin mengganti tanaman liar dengan tanaman hias yang lebih teratur. Saya ingin taman itu terlihat lebih "rapi" dan "modern".
Tapi setiap kali saya melihat burung itu datang, saya mengurungkan niat. Saya tidak ingin mengubah sesuatu yang sudah menjadi rumah bagi kehidupan lain. Saya ingin taman itu tetap seperti sekarang. Rimbun, sedikit berantakan, tapi penuh cerita. Ini bukan sebagai pembenaran untuk orang yang malas urus taman ya...
Saya juga mulai memperhatikan interaksi diam-diam antara taman dan makhluk-makhluk kecil itu. Burung yang hinggap lalu terbang, lebah yang melingkar di bunga pandan, dan semut yang berjalan pelan di antara batu. Mereka tidak tahu saya memperhatikan, dan saya tidak ingin mengganggu. Saya hanya menjadi saksi dari kehidupan yang berjalan pelan tapi pasti.
Kadang saya merasa taman itu lebih hidup daripada ruang tamu di dalam rumah. Di sana, semuanya tertata rapi, bersih, dan teratur. Tapi di taman, ada gerakan, ada suara, ada aroma tanah dan bunga yang berubah setiap hari. Ada kejutan kecil yang muncul tanpa saya duga. Seperti saat saya menemukan sarang laba-laba di sudut pot, atau saat kupu-kupu tiba-tiba muncul di pagi yang mendung.
Taman itu juga menjadi cermin dari diri saya sendiri. Saya bukan orang yang terlalu suka keteraturan. Saya lebih nyaman dengan ruang yang bisa bernapas, yang tidak terlalu dikontrol. Dan taman itu mencerminkan hal itu. Ia tumbuh sesuai keinginannya, dan saya hanya membantu agar tidak terlalu liar. Sisanya saya biarkan.
Saya pernah berbincang dengan teman tentang taman ini. Ia bertanya, "Kenapa kamu biarkan tamanmu seperti itu? Kan bisa lebih cantik kalau ditata." Saya hanya tersenyum dan menjawab, "Karena taman ini bukan cuma buat saya." Ia tertawa, mungkin mengira saya bercanda. Tapi saya serius. Taman ini sudah menjadi tempat pulang bagi makhluk lain. Saya tidak ingin mengusir mereka hanya demi estetika.
Burung yang paling sering datang itu, si pengunjung tetap, pernah saya lihat bertengger di dahan kamboja saat hujan gerimis. Ia tidak berteduh, hanya diam. Bulunya basah, tapi ia tidak terlihat takut. Saya berdiri di ambang pintu, memperhatikannya dari jauh. Saat itu saya merasa bahwa taman ini benar-benar menjadi tempat pulang bagi makhluk lain. Ia tidak datang karena saya memanggil, tapi karena ia merasa aman. Dan itu cukup bagi saya.