Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memikirkan Kembali Ritual Tolak Bala Suku Dayak

1 September 2021   05:39 Diperbarui: 2 September 2021   02:45 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat Dayak sedang melaksanakan ritual adat tolak bala. Sumber: pontianak.tribunnews.com

Karena kearifan lokal itu sendiri dipahami sebagai filsafat yang hidup di dalam hati masyarakat, berupa kebijaksanaan akan kehidupan, way of life, ritus-ritus adat dan sejenisnya. 

Dia merupakan produk berabad-abad yang melukiskan kedalaman batin manusia dan keluasan relasionalitas dengan sesamanya serta menegaskan keluhuran rasionalitas hidupnya (Armada Riyanto dkk, 2015:28).

Betapa kita terkagum-kagum akan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam ritual tolak bala. Namun bila melihat kembali peristiwa pertama yang saya tampilkan di atas, pertanyaan yang saya ajukan di awal tulisan ini kembali mengemuka.

Mungkin saja ada dari antara kita yang tidak mau ambil pusing karena peristiwa yang saya jadikan sebagai contoh itu terjadi di sub suku Dayak lain. Kita lalu beranggapan bahwa ritual tolak bala di tempat kita selama ini sudah berjalan seturut yang diwariskan oleh leluhur. Sehingga tidak perlu lagi ada yang harus dibenahi.

Sikap demikian rasanya kurang bijak. Sebagai orang yang beradab, beradat dan beragama, saya rasa Anda sependapat dengan saya bahwa sangatlah tidak elok berdoa mohon keselamatan untuk diri sendiri dan orang-orang terdekat, tapi pada saat yang sama meminta agar bencana dan malapetaka menimpa orang lain.

Apakah barangkali itu yang menyebabkan pandemi Covid-19 ini tidak kunjung selesai karena seperti yang ditulis oleh Rasul Yakobus dalam suratnya: "Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu" (Yak 4:3)? Entahlah...!

***

Bila demikian, apa yang harus kita perbuat? Wabah virus corona tentulah bukan satu-satunya penyakit yang membuat manusia menderita. Untuk mau mengatakan bahwa penderitaan akan selalu hadir dalam aneka rupa.

Bila kita meyakini bahwa ritual tolak bala memiliki kemujaraban dalam menghalau segala penyakit, bencana dan marabahya, maka kita harus memikirkan bersama-sama bagaimana agar ritual adat ini tidak hanya sebatas ritual, tapi sungguh berkenan di hadapan Yang Mahatinggi.

Oleh karena itu, saya mengusulkan agar suatu waktu mungkin baik bila diadakan pertemuan untuk semua rumpun suku Dayak. Adapun pokok pembahasannya ialah menyeragamkan, katakanlah demikian, isi dari doa permohonan/mantra yang disampaikan dalam ritual.

Setiap rumpun memang mempunyai bahasa yang berbeda. Namun sejak ritual tolak bala ada dalam setiap rumpun, dan juga tujuannya sama, yakni memohon perlindungan dan keselamatan dari Yang Mahakuasa agar terhindar dari bencana dan marahabaya, rasanya bukan hal yang mustahil bila penyeragaman itu dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun