Seminggu yang lalu sekitar pukul 15.00, saya baru saja selesai berdoa doa Kerahiman Ilahi.  Doa yang memang didaraskan setiap jam 3 siang. Di akhir doa, saya juga sempat mengucapkan syukur atas kesehatan Bapa Suci Fransiskus, di mana kemarin pada hari Minggu pagi waktu Italia, usai perayaan misa hari raya Paskah yang diselenggarakan di Lapangan St Petrus, Vatikan, beliau muncul di balkon Basilika St Petrus untuk mengucapkan Selamat Paskah serta memberikan berkat kepada umat. Setelahnya beliau juga berkeliling menyapa umat di Lapangan St Petrus menggunakan mobil kepausan. Saya yang mengikuti misa tersebut melalui tayangan live streaming merasa gembira dan bersyukur atas hal itu. Berarti kesehatan Bapa Paus terus membaik, pikir saya.
Namun, baru beberapa menit berselang, perasaan hati saya berubah total. Saya yang bermaksud lanjut berdoa mendaraskan doa Novena Koronka dengan menggunakan panduan doa dari sebuah kanal doa di YouTube, merasa begitu tersentak saat membuka aplikasi Youtube di ponsel. Bukan panduan doa yang akan  saya gunakan yang pertama kali muncul di sana, melainkan sebuah  breaking news dari chanel berita Sky News, yang mengabarkan bahwa Paus Fransiskus telah meniggal pada usia 88 tahun!
Apakah saya salah mengerti? pikir saya dengan rasa tidak percaya. Mungkin itu bukan Paus Fransiskus? Saya membaca ulang judul berita, running texts, dan menyimak reporter yang sedang melaporkan berita. Semuanya sama seperti yang saya baca saat pertama kali melihatnya. Saya masih berharap ini adalah sebuah kesalahan, atau fake news, seperti kabar-kabar bohong yang berseliweran di media sosial saat beliau masih dirawat di rumah sakit sebelumnya. Namun, kemudian dengan cepat kanal-kanal berita media asing lainnya bermunculan dengan berita yang sama, ABC news, Telegraph, dan lainnya. Kabar itu ternyata benar meski saya masih merasa tak percaya. Perasaan syok, duka mendalam, serta rasa hampa memenuhi hati saya. Bagaikan kehilangan seorang ayah secara tiba-tiba. Seorang ayah penuh kasih yang selama ini menuntun saya dengan ajaran-ajarannya untuk menjadi seorang manusia beriman yang sebenarnya.
Kesederhanaan, rendah hati, perbuatan kasih dan kepeduliannya bagi banyak orang terutama kaum terpinggirkan, kaum lemah, serta mengangkat martabat manusia yang terabaikan dan dihina di masyarakat adalah beberapa warisan kebaikan yang ditinggalkan oleh Paus Fransiskus yang paling banyak diakui, dirasakan, dan diterima oleh banyak orang. Perbuatan kebaikan yang dilakukan tanpa batasan latar belakang agama, golongan, maupun ras, yang telah beliau lakukan bahkan sejak masih menjadi seorang uskup di Buenos Aires, sebelum terpilih menjadi Paus.
Masyarakat Indonesia pun dapat menyaksikan hal tersebut secara langsung saat kunjungan beliau ke Jakarta pada tahun lalu. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan bukan dengan tujuan menciptakan sebuah citra yang baik sebagai salah satu pemimpin tertinggi di dunia atau untuk memperoleh puja puji dari banyak orang. Melainkan karena iman yang dihidupi. Bukan hanya berhenti dalam ucapan, seruan, atau homili yang indah, melainkan iman yang berbuah dalam wujud perbuatan nyata, sikap hidup sebenarnya.Â
 Saat Bapa Suci Fransiskus melakukan kunjungan apostoliknya ke Indonesia tahun lalu, seperti banyak umat Katolik lainnya, saya pun ingin mendapatkan kesempatan melihat beliau secara langsung, bersalaman, dan merayakan misa bersama beliau di stadion GBK. Namun sayangnya, saya adalah salah satu umat yang tidak beruntung kala itu. Saya tidak mendapatkan tiket misa tersebut maupun melihatnya secara langsung, selintas pun tidak.  Saya hanya dapat menyaksikan kegiatan-kegiatan beliau melalui kanal-kanal YouTube. Meskipun demikian, dari situ saya masih bisa belajar melalui teladan imannya.
Saat itu, banyak media di Indonesia yang menyoroti kendaraan yang digunakan Paus Fransiskus saat melakukan aktivitasnya ke berbagai tempat di Jakarta. Sebuah pilihan kendaraan yang dinilai sangat sederhana untuk digunakan seorang pemimpin tinggi dunia. Pilihannya bukanlah mobil super mewah seperti yang banyak digunakan oleh para pemimpin dunia, pejabat tinggi negara, atau bahkan pejabat-pejabat tingkat daerah. Â Paus Fransiskus tidak memilih mobil dengan kaca anti peluru, tapi malah mebuka kaca jendela utuk menyapa dan berjabat tangan dengan siapa saja yang ingin mendekat kepadanya. Â
Begitu pula dengan jam tangan yang dikenakannya kala itu, yang juga menarik perhatian banyak orang. Sebuah jam tangan yang lagi-lagi dinilai terlalu sederhana untuk digunakan oleh seorang Paus.
Baru-baru ini, melalui sebuah chanel YouTube, saya juga mendengar kisah seorang pemilik optik di pusat kota Roma, Italia di mana Paus Fransiskus pernah datang langsung ke tokonya untuk memperbaiki kacamata. Bapak pemilik toko ini, yang bernama Alessandro, tidak mengira bahwa Paus Fransiskus akan datang sendiri ke tokonya. Sebelumnya, dia sudah mengatakan bahwa dirinya bisa datang ke kediaman Paus untuk pelayanan perbaikan kacamata, tapi seperti yang diceritakannya kembali, Paus Fransiskus malah menjawab bahwa beliau tidak ingin mengganggu kerja si bapak pemilik toko ini. Pak Alessandro sebelumnya juga mengira Paus Fransiskus akan mengganti bingkai kacamatanya, tapi ternyata beliau hanya minta lensanya saja yang diganti. Kenapa? Jawaban Paus Fransiskus adalah, karena bingkainya masih baik, masih bisa digunakan. Â
Paus Fransiskus memang seorang gembala umat yang harus hidup dalam kesederhanaan dengan kaul kemiskinannya. Akan tetapi kita pun sebagai awam bisa belajar dari sini. Contoh sebuah sikap kerendahan hati dan kesederhanaan dari seorang yang memiliki sebuah kedudukan tinggi di dunia.
Kita tidak perlu sibuk memikirkan untuk mendapatkan barang-barang bermerk mewah atau super mewah. Cukup sebuah kendaraan itu berfungsi dengan baik, nyaman digunakan, sesuai dengan kebutuhan saat itu, dan yang penting kita bisa sampai di tempat-tempat tujuan dengan selamat. Tidak perlu repot dengan merk atau kelas mobil. Cukup jam tangan itu berfungsi dengan baik, bisa kita gunakan untuk mengetahui waktu dengan tepat. Tidak perlu jam tangan mewah atau bahkan super mewah dengan harga fantastis, yang bila diuangkan jumlahnya bisa untuk memberi makan banyak orang yang tidak mampu membeli makanannya sehari-hari. Kita juga tidak perlu menghambur-hamburkan uang membeli barang baru, bila barang yang kita miliki masih bisa digunakan. Â
Sikap hidup sederhana yang malah bisa mengurangi tekanan hidup manusia pada masa sekarang ini, terutama yang sering berlomba-lomba untuk menumpuk kekayaan lalu memamerkan hartanya di hadapan publik, di media sosial. Orang-orang yang ingin dihormati berdasarkan kekayaan yang dimilikinya. Atau bahkan ingin mendapatkan julukan sebagai crazy rich people. Yang tidak jarang untuk mencapai ambisi ini kemudian melakukan perbuatan negatif yang kemudian akan merugikan diri sendiri dan orang lain.
Sebuah sikap hidup sederhana yang bisa kita teladani. Secukupnya saja, tidak berlebih-lebihan.
Sebuah Rahmat dan Ungkapan Terima Kasih di Kedutaan Besar Takhta Suci Vatikan
Saya memang kurang beruntung karena tidak mendapatkan kesempatan melihat langsung dan misa bersama Bapa Suci Fransiskus di GBK, Jakarta tahun lalu. Ada rasa kecewa pasti. Akan tetapi, ada hal lain yang membuat saya masih merasa beruntung. Â Dari sebuah kompetisi menulis surat untuk Paus Fransiskus yang diselenggarakan oleh sebuah majalah rohani Katolik, tulisan saya terpilih sebagai salah satu tulisan terbaik untuk dibukukan dalam sebuah buku antologi yang diterbitkan dan kemudian diserahkan oleh pihak penyelenggara langsung kepada Paus Fransiskus di Jakarta. Sebelumnya saya sudah menuliskan pengalaman ini di kompasiana, dengan judul tulisan "Surat Saya Sampai di Tangan Paus Fransiskus".
Buku antologi yang berjudul Whispers of Hope itu berisi kumpulan curahan hati kepada Bapa Suci dari umat Katolik, awam, religius, maupun saudari/saudara lintas agama. Mengisahkan tentang pengalaman hidup beriman, tantangan dan masalah-masalah yang dihadapi dalam hidup, dan lainnya. Saya pun menceritakan tentang pengalaman iman saya serta menuliskan selarik kalimat memohon bantuan doa Bapa Suci Fransiskus atas sebuah masalah yang masih saya perjuangkan untuk bisa teratasi. Â
Beberapa hari setelah acara penyerahan buku tersebut (yang saya ketahui dari pemberitahuan pihak penyelenggara), saya menyadari bahwa ada sebuah rahmat khusus yang saya dapatkan. Sebagian dari masalah besar saya yang saya mohonkan bantuan doanya oleh Bapa Paus Fransiskus teratasi begitu saja. Walau saya sebut sebagian, tapi itu bukan sesuatu yang kecil. Saya sudah berusaha mengatasinya begitu lama sebalumnya. Saat menyadari hal itu, saya pun langsung teringat dengan tulisan saya tersebut. Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan dan Yesus Kristus, saya percaya itu adalah buah bantuan doa Bapa Suci Fransiskus. Mungkin beliau belum sempat membaca satu per satu tulisan di buku itu karena kesibukannya, tapi saya yakin beliau tahu apa isi buku tersebut. Dan saya percaya Bapa Suci Fransiskus sudah berdoa untuk semua yang meminta bantuan doa-doanya melalui tulisan-tulisan itu karena kasih dan kepeduliannya yang besar bagi semua orang.
Saya sangat bersyukur atas rahmat ini tentu saja. Dan setelah mengetahui kabar berpulangnya Paus Fransiskus, saya kembali teringat akan hal ini dan ingin  mengungkapkan rasa terima kasih saya atas hal yang saya yakini adalah bantuan  doa-doanya itu.
Selasa, tanggal 22 April yang lalu, tiba-tiba saya melihat ada sebuah surat edaran yang dibagikan di grup WhatsApp yang memberitahukan bahwa Kedutaan Besar Vatikan membuka kesempatan kepada publik selama 3 hari untuk menyampaikan ucapan belasungkawa atas berpulangnya Paus Fransiskus. Ada sebuah kesempatan di sini, selain mengungkapkan rasa duka cita, saya juga dapat menuliskan ungkapan terima kasih khusus saya. Sekaligus sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada beliau yang masih bisa dilakukan oleh umat yang tidak bisa langsung melakukannya di Vatikan.
Hari Kamis, tanggal 24 April yang lalu, di bawah terik matahari menjelang siang, saya bersama dengan saudara saya mengantri di trotoar di depan Kedutaan Vatikan untuk mendapatkan giliran menuliskan ungkapan hati bagi Paus Fransiskus di buku tamu.
Saya sudah membuat catatan di ponsel untuk apa yang ingin saya tuliskan nanti, tapi saat berada dalam antrian di dekat gerbang masuk gedung kedutaan, tiba-tiba muncul seorang petugas laki-laki, berdiri menghadap ke antrian dan kemudian dengan suara keras mulai memberikan instruksi-instruksi yang harus dipatuhi saat berada di dalam kedutaan dan mewanti-wanti kami untuk tidak menulis berpanjang-panjang di buku tamu nanti. "Paling banyak dua baris, ya! katanya. Suaranya dibuat keras dan menunjukkan sikap tegas, tapi setelah itu menambahi dengan lelucon-lelucon yang dibuatnya sendiri. Entah apa maksud petugas itu. Serius ngga  sih sebenarnya instruksinya ini?  Hal ini membuat saya langsung berpikir ulang untuk kalimat-kalimat yang akan saya tulis. Sebisanya merangkumnya dalam dua baris. Sedikit kecewa, tapi daripada nanti kena tegur di dalam, lebih baik disiapkan dari awal.
Setelah mengantri di depan gedung, di teras, dan kemudian di dalam lobi kedutaan. Akhirnya saya dan saudara saya mendapatkan kesempatan untuk menulis di buku tamu yang disediakan. Ada 3 meja besar dengan buku tamu terletak di atasnya, dan petugas-petugas yang berjaga di dekat meja.
Buku tamu itu untungnya cukup lebar, sehingga saya bisa menuliskan beberapa kalimat dalam satu baris. Meski tidak bisa menuliskan semua seperti yang sudah saya siapkan sebelumnya, tapi saya masih bisa menuliskan ungkapan terima kasih saya atas bantuan doa dan teladan iman beliau.
Grazie mille Papa Francesco! Grande papa
Berbahagialah bersama para kudus di Surga
Penulis:
Francisca S
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI