Supaya cita-cita ini dapat terwujud, setiap orang harus melatih diri untuk sabar mengelola: diri, informasi menjadi matang, suasana, kecerdasan relasi, dan kepekaan pada perasaan orang lain.
Melahirkan aksi
Kesanggupan untuk mendengarkan sejatinya akan menuntun tiap orang pada aksi-aksi yang baik, benar, dan manusiawi. Di tengah kemajuan peradaban manusia, teknologi dan informasi, dan kemudahan mengakses berita, ada ancaman bahwa banyak orang tak mau mendengarkan berita yang baik, benar, dan manusiawi.
Maka, bentar-bentar ada rasisme, penyebaran berita hoaks, perang, invasi, anarkisme, dan tindakan-tindakan sadisme. Aksi-aksi seperti itu muncul karena telinga hati tertutup untuk mendengarkan ketajaman informasi dan akurasi data. Orang-orang demikian terlalu cepat reaktif tapi kurang selektif dan bijak; maunya didengarkan oleh orang lain.
Bagi saya, apa yang disampaikan Paus Fransiskus dapat menjadi bahan yang patut direnungkan. Sebab, manusia zaman sekarang perlu meningkatkan kualitas pendengaran telinga fisik dan hati.
Agar, manusia sekarang ini  mampu sampai pada aksi-aksi yang bermoral, bermartabat, dan konstruktif demi kebersamaan (bonum communae). Sehingga, terciptalah peradaban manusia yang harmonis, berdialog, komunikatif, dan dipenuhi roh cinta kasih.