Mohon tunggu...
Fradj Ledjab
Fradj Ledjab Mohon Tunggu... Guru - Peziarah

Coretan Dinding Sang Peziarah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup Bhakti-Panggilan Kepada Keheningan

28 Mei 2021   23:17 Diperbarui: 28 Mei 2021   23:43 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena hedonistik, materialistik, depersonalisasi hingga dehumanisasi adalah sebuah bukti modernisasi yang melaju begitu kencang hingga sulit dikendalikan manusia bahkan balik mengendalikan manusia. Pada muara ini manusia seakan kehilangan peran dan fungsinya sebagai makhluk spiritual. 

Bahkan dapat memicu konflik-konflik sosial-politik, karena menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memperkuat posisi politik atau sebaliknya orang yang berebut posisi politik agar dapat menguasai aset ilmu dan teknologi, apapun caranya, kotor sekalipun tidak menjadi masalah asal tujuan tercapai. Demikianlah prinsip modernisasi yang mengandalkan kekuasaan dan uang. Kuat semakin kuat, lemah semakin terkapar.

Masing-masing pilihan hidup selalu mengandung konsekuensi. Sesuatu yang akan terjadi itu sebagai akibat dari apa yang dipikirkan, apa yang dikatakan dan yang dilakukan. Konsekuensi-konsekuensi ini dapat membawa sukacita, tetapi juga dapat membawa dukacita. 

Fradj/dokpri
Fradj/dokpri
Ke Tempat yang Dalam

Menghadapi hiruk-pikuk dunia dewasa ini Gereja tampil untuk mengingatkan manusia agar kembali kepada esensi dirinya yang adalah makhluk sosial-spiritual. Gereja tampil memanggil putra-putrinya dengan sebuah corak hidup yang 'aneh' bahkan 'gila' di tengah keagungan modernitas sebagai sebuah panggilan dan pilihan hidup untuk bertolak lebih ke dalam. Bertolak lebih ke dalam bukan berarti lari dari kenyataan hidup yang galau dan kacau ini tetapi bertolak lebih ke dalam untuk memaknai kegalauan dan kekacauan itu dengan sudut pandang yang lain. 

Cara hidup yang 'aneh' dan 'gila' ini pun sepi peminat, hanya segelintir orang yang mau 'gila' ini  karena sudah tentu bertentangan dengan corak hidup masa ini. Sebagian besar menanggapi dengan nada sumbang karena di tempat yang 'dalam' itu gelap, sunyi, sepi, tidak nyaman, dan lagi menakutkan. 

Akan tetapi ada sekelompok kawanan kecil yang mampu menanggapi sentuhan itu dengan perspektif berbeda di mana tempat 'dalam' yang gelap, sunyi, sepi, itu memiliki sesuatu di dalamnya. Sesuatu itu hanya bisa dialami kalau seseorang masuk dan tinggal di dalamnya. Itulah panggilan dan pilihan hidup untuk mengikuti Tuhan secara lebih dekat (hidup membaktikan diri/hidup selibat/hidup membiara).

Panggilan hidup membiara adalah sebuah panggilan pengosongan diri dan melepaskan segala-galanya untuk mengikuti suara yang memanggil. Suara yang memanggil itu menuntut pengorbanan dan jawaban atas pertanyaan-Nya, “Dapatkah kamu meminum cangkir, yang harus Kuminum?” (Mt 20:22). 

Ketika ibu anak-anak Zebedeus datang kepada Yesus dan meminta supaya mereka diberi tempat khusus dalam Kerajaan-Nya, Yesus menjawab mereka dengan menggunakan metafor cangkir yang menunjuk pada penderitaan karena salib dan kematian-Nya. Yesus mengatakan, “ada konsekuensi jika Anda membuat pilihan untuk ada bersama-Ku. Jika Anda menginginkan kemuliaan ada bersama-Ku, Anda juga harus rela dalam penderitaan.” Yesus berbicara tentang tantangan dan perjuangan untuk menghidupi suatu kehidupan cinta sebagaimana telah dihidupi-Nya. 

Yesus  mengingatkan bahwa kemuridan itu bukanlah hal yang mudah, bahkan Ia menemukan konsekuensi karena komitmen-Nya yang sulit. Di taman Getzemani Dia memohon supaya cangkir penderitaan berlalu daripada-Nya. Dan lagi, Dia menemukan kekuatan batin untuk mengatakan ‘ya’ kepada apa yang diminta dari-Nya. 

Dengan setiap bagian dari hidup kita, kita dapat meminta diri kita sendiri: apakah saya mau menerima penderitaan bahwa keputusanku boleh membayarku? Apakah saya siap untuk menjadi murah hati dengan komitmenku bahkan jika komitmen itu membawa penderitaan dalam jalan hidupku? Dengan kata lain, apakah saya mau berjalan dalam langkah-langkah Yesus?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun