Mohon tunggu...
Fradj Ledjab
Fradj Ledjab Mohon Tunggu... Guru - Peziarah

Coretan Dinding Sang Peziarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

IPTEK Tidak Bebas Nilai

8 Mei 2021   06:00 Diperbarui: 10 Mei 2021   05:45 4164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Iptek. (sumber: Thinkstockphotos.com via kompas.com)

Diskusi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak bisa dilepaskan dari Etika yang menjadi harapan dan tulang punggung untuk mengembalikan paradigma ilmu pengetahuan dan teknologi pada dimensinya. 

Etika memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memanusiakan manusia, menjadikan manusia sebagai makhluk yang bermartabat dan beradab. 

Manusia yang beradab adalah mereka yang berada dalam kebebasan berpikir, kebebasan untuk saling mencintai, kebebasan untuk saling menghormati, manusia yang beragama dan yang tunduk pada hukum keberadaban. 

Peranan etika akan sangat kentara ketika perkembangan ilmu dan teknologi mengalami peralihan fungsi dan tujuan. 

Etika diharapkan mengembalikan masalah moral yang berkaitan dengan cara penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Dengan kata lain ketika ilmu dihadapkan pada kenyataan, maka yang dibicarakan adalah tentang aksiologi keilmuan. 

Terdapat dua kelompok yang memandang hubungan antara ilmu dan moral (Jujun Suriasumanti: 1996) yakni Kelompok pertama, memandang bahwa ilmu itu harus bersifat netral, bebas dari nilai-nilai ontolog dan aksiologi. 

Dalam hal ini, fungsi ilmuwan adalah menemukan pengetahuan selanjutnya terserah kepada orang lain untuk mempergunakan untuk tujuan baik atau buruk. 

Kelompok pertama ini ingin melanjutkan tradisi kenetralannya secara total seperti pada waktu Galileo. Kelompok kedua, berpendapat bahwa kenetralan terhadap nilai hanyalah terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan obyek penelitian, kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral

Kelompok yang mengedepankan nilai moral mengkhawatirkan terjadinya dehumanisasi, di mana martabat manusia menjadi lebih rendah, manusia akan dijadikan obyek aplikasi teknologi kelimuan. 

Hal ini berkaitan peristiwa yang terjadi selama ini, yaitu secara faktual telah dipergunakan secara destruktif oleh manusia yang dibuktikan dengan adanya Perang Dunia II. 

Ilmu telah berkembang dengan pesat dan sangat esoterik sehingga kaum ilmuwan lebih mengetahui akibat yang mungkin terjadi bila terjadi penyalahgunaan.

Serta ilmu telah berkembang sedemikian rupa di mana terdapat kemungkinan bahwa ilmu dapat mengubah manusia dan kemanusiaannya yang paling hakiki seperti pada revolusi genetika dan teknik perubahan sosial. 

Persoalan baru yang muncul saat menerapkan nilai moral ialah konflik yang menimbulkan dilema nurani mana yang baik, benar, yang mana yang tidak dan mana yang selayaknya. 

Di sinilah, etika memainkan peranannya, etika berkaitan dengan apa yang seharusnya atau terkait dengan apa yang baik dan tidak baik untuk kita lakukan serta apa yang salah dan apa yang benar.

Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai yang letaknya di luar ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas. 

Namun, demikian jelaslah bahwa kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan sekali-kali tidak sama dengan ketidakterikatan mutlak. Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan sendiri dan bukan penentuan dari luar.

Etika memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu pengetahuan.

Tanggungjawab etis merupakan hal yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggungjawab pada kepentingan umum, kepentingan pada generasi mendatang, dan bersifat universal. 

Karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkannya. 

Tanggungjawab etis ini bukanlah berkehendak mencampuri atau bahkan menghancurkan otonomi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi bahkan dapat sebagai "stake holder" bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri, yang sekaligus akan memperkokoh eksistensi manusia. 

Pada prinsipnya ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dan tidak perlu dicegah perkembangannya, karena sudah kodratnya manusia ingin lebih baik, lebih nyaman, lebih lama dalam menikmati hidupnya. 

Khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa sekarang tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan manusia, tetapi sudah sampai ke taraf memenuhi keinginan manusia. Sehingga seolah-olah sekarang ini teknologilah yang menguasai manusia bukan sebaliknya.

Selain daripada itu, meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi dengan penerapan praksisnya sukar sekali dipisahkan tetapi jelas karena sudah menyangkut relasi antar manusia yang bersifat nyata dan bukan sekedar perbincangan teoritik harus dikendalikan secara moral. 

Sebab ilmu pengetahuan dan penerapannya yang berupa teknologi, apabila tidak tepat dalam mewujudkan nilai intrinsiknya sebagai "pembebas" beban kerja manusia akan dapat menimbulkan ketidakadilan karena ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan.

Pengurangan kualitas manusia karena martabat manusia justru direndahkan dengan menjadi budak teknologi, kerisauan sosial yang mungkin sekali dapat memicu terjadinya penyakit sosial seperti meningkatnya tingkat kriminalitas, penggunaan obat bius yang tak terkendali, pelacuran dan sebagainya. 

Terjadi pula fenomena depersonalisasi, dehumanisasi, karena manusia kehilangan peran dan fungsinya sebagai makhluk spiritual. 

Bahkan dapat memicu konflik-konflik sosial-politik, karena menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memperkuat posisi politik atau sebaliknya orang yang berebut posisi politik agar dapat menguasai aset ilmu dan teknologi. 

Semuanya mengisyaratkan pentingnya etika yang mengatur keseimbangan antar ilmu pengetahuan dan teknologi dengan manusia.

Ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki tanggungjawab menyangkut juga tanggungjawab terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan dimasa lalu, sekarang, maupun apa akibatnya bagi masa depan berdasar keputusan-keputusan bebas manusia dalam kegiatannya. 

Penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti ada yang dapat mengubah alam maupun manusia. 

Hal ini tentu saja menuntut tanggungjawab untuk selalu menjaga agar apa yang diwujudkan dalam perubahan tersebut akan membawa pada perubahan yang lebih baik, baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri maupun bagi perkembangan eksisitensi manusia secara utuh.

Ilmu pengetahuan dan teknologi secara ideal seharusnya berguna dalam dua hal yaitu pertama, menjadikan manusia rendah hati karena memberikan kejelasan tentang segala sesuatu di luar dirinya. 

Kedua, mengingatkan bahwa manusia bukanlah makhluk sempurna atau "superman" karena masih banyak yang harus diketahui dan dipelajari. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mengenal batas, asalkan manusia sendiri yang menyadari keterbatasannya. 

Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat menyelesaikan masalah manusia secara mutlak, namun sangat berguna bagi manusia. 

Keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi mengingatkan kepada manusia untuk tidak hanya mengekor secara membabi buta ke arah yang tak dapat dipanduinya, sebab hal itu saja tidak cukup untuk menyelesaikan masalah kehidupan yang amat rumit ini. 

Oleh karena itu dengan ketidaksempurnaan itu sudah seharusya manusia perlu berhenti sejenak untuk merenungkan adanya sesuatu sebagai pegangan dan pengarah hidup.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan panduan moral yang tepat. Manusia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mampu untuk berbuat apa saja yang diinginkannya.

Namun tidak hanya sampai pada apa yang dapat diperbuat olehnya tetapi perlu pertimbangan apakah memang harus diperbuat dan apa yang seharusnya diperbuat dalam rangka kedewasaan manusia yang utuh.

Pada dasarnya mengupayakan rumusan konsep etika dalam ilmu pengetahuan dan teknologi harus sampai kepada rumusan normatif yang berupa pedoman pengarah konkret, bagaimana keputusan tindakan manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilakukan. 

Etika sebagai suatu penilaian yang memperbincangkan bagaimana teknik yang mengelola kelakuan manusia. Etika mampu menghantar manusia sedemikian rupa sehingga manusia dapat belajar mempertanggungjawabkan kekuatan-kekuatan yang dibangkitkannya sendiri melalui pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. 

Maka tidak bisa tidak ketika perbincangan tentang manfaat sekitar ilmu pengetahuan dan teknologi tetap tak bisa dilepaskan dengan etika, karena ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri tidak bebas nilai. (Fradj)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun