Mohon tunggu...
Fradilla Dwi
Fradilla Dwi Mohon Tunggu... Mahasiswi yang gemar menulis tulisan kreatif

Hobi saya menulis cerpen, bernyanyi dan menulis tulisan kreatif lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Remaja 17 tahun dan kecemasan yang tak pernah diundang

28 Juni 2025   12:46 Diperbarui: 28 Juni 2025   12:46 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di usia 17 tahun, katanya hidup mulai seru. Bisa bikin KTP, naik motor sendirian, bahkan mulai ditanya-tanya soal pacar, kuliah, dan masa depan. Tapi yang sering nggak dilihat orang-orang adalah di balik usia itu, banyak dari kami justru sedang menahan sesak.

Saya pernah beberapa kali merasa tidak nyaman tanpa alasan. Jantung berdebar, perut mual, pikiran kosong. Awalnya saya pikir itu cuma lapar atau capek. Tapi makin lama, rasanya datang terus-menerus terutama setelah dihujani pertanyaan: "Nilaimu bagus kan?" "Mau kuliah di mana?" "Nanti kerja jadi apa?" Ternyata itu yang namanya anxiety. Kecemasan.

Tekanan dari Banyak Arah. Anxiety bukan hal baru di dunia psikologi. Tapi buat saya dan mungkin banyak remaja lain ini bukan sekadar istilah. Ini nyata. Usia 17 itu seperti duduk di tengah-tengah, dikelilingi suara-suara yang terlalu keras. Orang tua ingin kita sempurna. Sekolah menuntut nilai. Media sosial menuntut citra. Dan kita? Kita bahkan belum selesai mengenali diri sendiri.

Saya pernah membaca teori Freud soal kecemasan. Katanya, kecemasan adalah reaksi dari ego saat terjepit antara dorongan (id), realita, dan tekanan moral (superego). Tapi buat saya, anxiety itu lebih sederhana: rasa takut gagal yang terus menyelinap, bahkan saat tidak ada yang sedang menghakimi.

Bentuk-bentuk Kecemasan yang Tak Terlihat. Kecemasan itu punya banyak wajah. Ada yang takut salah bicara saat presentasi, ada yang nggak bisa tidur karena overthinking, ada juga yang merasa nggak cukup baik, bahkan saat sudah berusaha keras.

Beberapa teman saya bahkan saya sendiri mengalami panic attack, fobia sosial, atau kesulitan makan karena stress yang menumpuk. Dan masalahnya, banyak orang dewasa yang menganggap itu cuma "drama remaja."

Anxiety Itu Nyata. Tapi Kami Juga Nyata. Yang kami butuhkan bukan solusi instan atau nasihat "banyakin bersyukur." Kami butuh ruang untuk bernapas, untuk cerita tanpa takut dibilang lemah. Kami ingin orang dewasa tahu, bahwa kami sedang belajar jadi kuat tapi kami tetap butuh didengarkan.

Jadi kalau kamu punya anak, adik, atau murid yang usianya 17 tahun, jangan cuma tanya "kamu mau jadi apa nanti?" Tapi juga tanya: "kamu capek nggak?", "boleh cerita nggak hari ini berat?". Karena terkadang, itu jauh lebih menyelamatkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun