Mohon tunggu...
Akhmad Fourzan Arif Hadi P
Akhmad Fourzan Arif Hadi P Mohon Tunggu... Profesi saya sebagai Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten pada Kemendesa PDT

Saya adalah seorang pria disabilitas daksa yang memiliki kegemaran berkelana, berdiskusi, dan tentu saja ngopi di berbagai kedai formal (seminar, workshop, dan ruang-ruang diskusi lainnya) serta kedai non formal. Urusan menulis artikel tidak begitu mahir. Nama panggilan saya adalah ITONG.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Indeks Pendidikan Desa: Cermin Masa Depan atau Sekadar Angka? #KompasianaDESA

13 Mei 2025   00:45 Diperbarui: 13 Mei 2025   00:45 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak desa sekolah sambil membawa skor Indeks Desa (Sumber: Dokumen Pribadi)

Skor Tinggi, Masa Depan Cerah?

Jika melihat data Indeks Desa (ID) Tahun 2025, khususnya pada sub-dimensi pendidikan dalam layanan dasar, tampaknya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Akses terhadap PAUD hingga SMA menunjukkan skor nyaris sempurna. Angka Partisipasi Murni (APM) di semua jenjang pendidikan dasar pun tercatat dalam kisaran >80--100%. Sekilas, ini seperti kabar baik: pendidikan di desa tidak tertinggal.

Namun, benarkah begitu? Atau justru kita sedang membaca masa depan desa dari cermin yang tak seluruhnya jernih?

Data Bicara: Skor Akses Pendidikan di Atas Kertas

Mari kita lihat lebih dekat. Untuk layanan PAUD/TK/Sederajat, desa ini memiliki 3 hingga 4 lembaga dengan akses sangat mudah dan APM anak usia 3--6 tahun di atas 80%. Untuk SD, SMP, hingga SMA, semua jenjang mendapatkan skor penuh. Artinya akses tergolong sangat mudah dan partisipasi tinggi.

Tapi ketika masuk ke bagian rekomendasi intervensi, ternyata masih ada kebutuhan mendesak yaitu penambahan minimal satu unit PAUD dan pembangunan atau relokasi SD. Artinya, meski angka terlihat ideal, kenyataan di lapangan menunjukkan masih adanya ketimpangan akses dan ketersediaan fasilitas. Ada paradoks dalam data yang berupa skor sempurna, tapi kebutuhan tetap nyata.

Di beberapa desa pegunungan di Bondowoso, seperti di lereng Argopuro, lereng Ijen, lereng Raung, atau kawasan selatan Taman Nasional Kawah Ijen, jarak dan medan menjadi hambatan nyata. Sekolah memang "ada", tapi tidak selalu "hadir" bagi anak-anak yang harus berjalan berjam-jam untuk sampai ke kelas. Data tidak selalu menangkap peluh yang jatuh di jalan setapak.

Masa Depan Anak Desa: Refleksi dari Hari Ini

Anak-anak usia 3 hingga 15 tahun yang saat ini tercatat dalam data ID bukan sekadar angka dalam lembar kerja. Mereka adalah calon pemimpin, guru, petani, perantau, atau bahkan kepala desa di masa mendatang. Bagaimana mungkin mereka bisa tumbuh menjadi sumber daya unggul jika layanan pendidikan dasar masih harus "ditambah dan dibangun kembali" meski indeks mengatakan sudah baik?

Kita perlu mengingat bahwa indeks bukan tujuan akhir. Ia adalah alat bantu untuk membaca situasi dan merancang aksi. Ketika kita terlalu percaya pada skor, kita bisa kehilangan kepekaan atas realitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun