Pendahuluan
Dana Desa minimal 20% kini wajib dialokasikan untuk ketahanan pangan yang mendukung swasembada pangan. Kebijakan ini diharapkan bisa memperkuat produksi pangan lokal, meningkatkan kesejahteraan petani, dan menjadikan desa lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Namun, pertanyaan besarnya adalah siapa yang akan mengelola program ini?
Pemerintah menaruh harapan besar pada BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) sebagai aktor utama. Sayangnya, fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak BUMDes yang mati suri, tidak berkembang, bahkan bubar. Jika BUMDes masih menghadapi berbagai kendala dalam pengelolaan usaha, apakah mereka benar-benar siap menjadi pengelola ketahanan pangan desa?
Mari kita bahas potensi, tantangan, dan solusi agar BUMDes bisa menjalankan peran ini dengan maksimal.
BUMDes: Harapan Besar atau Tantangan Lebih Besar?
Sejak 2016 hingga sekarang, puluhan ribu BUMDes telah terbentuk di Indonesia. Dalam konteks ketahanan pangan, BUMDes seharusnya bisa menjadi motor penggerak ekonomi desa dengan cara:
 Memanfaatkan Sumber Daya Lokal
- Desa memiliki tanah kas, lahan produktif, dan tenaga kerja yang bisa dioptimalkan untuk pertanian, peternakan, dan perikanan.
- BUMDes bisa menjadi wadah untuk mengelola dan memasarkan hasil produksi pangan desa.
 Membangun Lumbung Pangan Desa
- Lumbung pangan berfungsi untuk menyimpan hasil panen dan mendistribusikannya saat terjadi kelangkaan pangan.
- Dengan pengelolaan yang baik, desa tidak perlu lagi bergantung pada tengkulak atau harga pasar yang fluktuatif.
 Meningkatkan Ekonomi Petani dan Nelayan
- Jika BUMDes berjalan optimal, petani dan nelayan bisa menjual produknya dengan harga lebih baik.
- Ini juga bisa menciptakan lapangan kerja baru di desa.
Dengan potensi sebesar ini, seharusnya BUMDes bisa menjadi tulang punggung ketahanan pangan desa. Tetapi, apakah kondisi di lapangan sudah mendukung?
Fakta di Lapangan: Banyak BUMDes Mati Suri!
Meskipun memiliki potensi besar, kenyataannya banyak BUMDes yang justru tidak berkembang. Beberapa penyebab utamanya adalah:
 Dominasi Kepala Desa dalam Operasional dan Keuangan
- Dalam beberapa kasus, Kepala Desa masih memiliki peran besar dalam pengelolaan BUMDes.
- Pergantian pengurus BUMDes sering kali tidak berdasarkan kinerja, tetapi kepentingan politik lokal.
 Pengelolaan yang Tidak Profesional
- Banyak pengurus BUMDes dipilih bukan karena kompetensi, tetapi karena kedekatan dengan Kepala Desa.
- Tidak adanya SOP (Standar Operasional Prosedur) yang jelas, sehingga usaha BUMDes sering berjalan tanpa arah.
 Modal Kecil dan Tidak Berkelanjutan
- Sebagian besar BUMDes hanya mendapat modal awal tanpa ada strategi bisnis yang jelas.
- Tanpa inovasi dan pengelolaan yang baik, modal tersebut cepat habis dan usaha BUMDes tidak bisa berkembang.
 Minimnya Peningkatan Kapasitas TPP dalam Mendampingi BUMDes
- Tenaga Pendamping Profesional (TPP) sebenarnya berperan dalam membimbing desa dalam mengelola BUMDes.
- Namun, dalam praktiknya, banyak TPP yang kurang memiliki kapasitas dalam bidang pengelolaan usaha desa.
- Pelatihan dan peningkatan kompetensi bagi TPP masih sangat terbatas, sehingga peran mereka dalam membantu pengurus BUMDes belum maksimal.
Kurangnya Peran Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Pembinaan BUMDes
- Pemerintah daerah seharusnya lebih aktif dalam memberikan pelatihan, pengawasan, dan pendampingan kepada BUMDes.
- Tanpa pembinaan yang jelas, desa dibiarkan berjuang sendiri dalam mengembangkan BUMDes, yang sering kali berujung pada kegagalan.
Jika kondisi ini terus berlanjut, bisakah BUMDes benar-benar menjadi solusi ketahanan pangan desa?
Solusi Konkret agar BUMDes Berdaya di Ketahanan Pangan
Agar BUMDes bisa menjalankan peran strategis ini dengan baik, beberapa langkah perlu segera diterapkan:
 1. Profesionalisasi Pengelolaan BUMDes
- Pengurus BUMDes harus dipilih berdasarkan kompetensi, bukan berdasarkan kepentingan politik.
- Perlu dibuat Anggaran Dasar BUMDes dalam Peraturan Desa tentang Pendirian BUMDes dan Pengesahan Anggaran Dasar BUMDes.
- Jabatan pengurus tidak boleh berubah setiap pergantian Kepala Desa, kecuali berdasarkan evaluasi kinerja yang objektif.
 2. Memperkuat Regulasi agar Kepala Desa Tidak Terlalu Dominan
- Kepala Desa cukup sebagai Penasehat BUMDes, tidak boleh ikut campur dalam operasional dan keuangan.
- BPD harus lebih aktif dalam mengawasi, membina, dan mensosialisasikan jalannya BUMDes agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.
 3. Penguatan Modal dan Diversifikasi Usaha
- Jika modal awal kecil, BUMDes bisa menjalin kemitraan dengan koperasi, perbankan, atau program kredit mikro.
- BUMDes bisa memulai dengan bisnis yang memiliki cash flow cepat, seperti perdagangan hasil pertanian.
4. Peningkatan Kapasitas TPP agar Lebih Kompeten dalam Mendampingi BUMDes
- Harus ada pelatihan khusus bagi TPP terkait manajemen usaha desa dan pengelolaan BUMDes.
- TPP yang sudah berpengalaman bisa berbagi praktik baik dengan pendamping lain untuk meningkatkan efektivitas pendampingan.
 5. Optimalisasi Peran Pemerintah Kabupaten/Kota
- Pemerintah daerah harus memiliki program pembinaan dan evaluasi rutin terhadap BUMDes.
- Perlu ada integrasi antara BUMDes dengan program ketahanan pangan daerah, sehingga desa tidak dibiarkan berjalan sendiri.
- Pemda juga bisa memberikan insentif bagi BUMDes yang berkembang, misalnya melalui bantuan tambahan atau kemitraan dengan sektor swasta.
Kesimpulan: Saatnya BUMDes Bangkit!
BUMDes memiliki potensi besar untuk menjadi pengelola ketahanan pangan desa. Namun, tanpa profesionalisme, regulasi yang jelas, dan dukungan dari berbagai pihak, harapan ini hanya akan menjadi wacana.
Jika kita ingin kebijakan Dana Desa minimal 20% untuk ketahanan pangan benar-benar berdampak, maka BUMDes harus direvitalisasi dan dijalankan dengan profesionalisme tinggi.
Saatnya Pemerintah Kabupaten/Kota, TPP, dan masyarakat desa bersama-sama mengawal agar BUMDes bisa berkembang!
Jika tidak sekarang, kapan lagi?
Bagikan Pendapatmu!
Bagaimana menurutmu? Apakah BUMDes di daerahmu sudah siap mengelola ketahanan pangan? Atau justru masih banyak kendala? Tulis di kolom komentar!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI