Mohon tunggu...
Panji Hadisoemarto
Panji Hadisoemarto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Nama saya Panji. Lahir di Bandung tahun 1979. Sedang belajar tentang kesehatan masyarakat global di Harvard University.\r\n\r\nhttp://panjifortuna.jimdo.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Virus Flu Burung Paling Mematikan telah Diciptakan!

27 Desember 2011   17:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:41 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

[caption id="attachment_151716" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock.com)"][/caption] Tahun 2005 adalah saat pertama kali saya bersentuhan dengan flu burung. Waktu itu, saat saya sedang duduk di kantor saya di US Namru 2 di Jakarta, telepon berdering dan saya memperoleh informasi bahwa dua orang yang diduga menderita infeksi SARS sedang dirawat di sebuah rumah sakit di wilayah Tangerang. Saya lalu bergegas untuk mengumpulkan sampel dari kedua pasien yang belakangan kita ketahui sebagai korban pertama flu burung di Indonesia. Mengingat pengalaman itu saja sering kali saya bergidik, apalagi mendengar berita yang satu ini: Ilmuwan Belanda di Erasmus Medical Center berhasil 'menciptakan' virus influenza A(H5N1) -virus flu burung- yang mematikan dan dapat menular antara mamalia. Sejak kasus H5N1 pada manusia pertama kali diidentifikasi di Hongkong dan China tahun 1997, bayangan pandemi influenza tahun 1918 kembali menghantui dunia. Virus influenza pada dasarnya memang virus yang beredar di kalangan unggas, bukan mamalia. Namun sewaktu-waktu, virus yang selalu mengalami mutasi ini dapat melompati species barrier dan menulari mamalia, termasuk manusia. Seringkali lompatan ini tidak berlangsung lama, tapi ada kemungkinan mutasi yang terjadi memungkinkan virus sangat menular di antara manusia. Karena virus baru  ini sebelumnya tidak pernah menjangkiti manusia, kebanyakan dari kita tidak memiliki kekebalan sehingga lebih mungkin terjangkit penyakit yang berat sampai mengakibatkan kematian dan terjadilah pandemi yang meminta korban sangat besar. Alhamdulillah wasyukurillah, di alam bebas mutasi seperti itu tidak sering terjadi. Buktinya, virus influenza yang menjangkiti manusia masih dalam hitungan jari: A(H1N1), A(H2N2), A(H3N2), A(H1N2) dan influenza B. Padahal virus influenza A saja memiliki 16 jenis protein H dan 9 jenis protein N (kalau dikombinasikan, kita bisa memperoleh 144 jenis virus influenza A yang berbeda, mulai H1N1 sampai H16N9!). Lalu, bagaimana kita menyikapi eksperimentasi para ilmuwan di Belanda yang secara aktif, sengaja dan penuh kesadaran telah mewujudkan mimpi buruk tersebut menjadi kenyataan? Pertama, in retrospect, kita harus memikirkan aspek etika dari penelitian seperti ini dan penelitian pada umumnya, ex-ante, bukan ex-post! Apakah penelitian mendatangkan lebih banyak manfaat daripada mudarat? Apakah keingintahuan ilmuwan untuk membuktikan kalau sesuatu memang dapat terjadi lebih istimewa daripada keselamatan orang banyak jika virus tersebut terlepas (atau dilepas) ke alam bebas? Sejauh pengalaman saya, aspek etika penelitian di Indonesia masih kurang mendapatkan perhatian yang serius. Terkadang terlalu longgar, terkadang terlalu sempit, mungkin sering kali tidak masuk di akal. Apa lacur, nasi sudah menjadi bubur. Sehingga, kedua, sekarang pertanyaan terpenting adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan hasil penelitian ini. Perdebatan sengit masih berlangsung mengenai informasi apa saja yang dapat dibuat publik mengenai penelitian ini. Dalam hal ini, isu bioterorisme menjadi pengekang kebebasan informasi ilmiah: kita tidak ingin publikasi tersebut menjadi 'buku resep' bagi para teroris untuk menciptakan virus serupa. Menurut saya, Indonesia sebagai salah satu negara yang paling menderita akibat penyebaran virus flu burung H5N1 memiliki kepentingan sangat besar terhadap informasi tersebut. Pertama, informasi mengenai jenis mutasi yang terjadi adalah modal untuk membuat vaksin. Kedua, informasi tersebut bisa kita pergunakan untuk mengantisipasi arah mutasi virus influenza di Indonesia dari sampel-sampel yang dikumpulkan pemerintah melalui sistem surveilans-nya. Apapun itu, pemerintah harus mengambil peranan yang lebih proaktif untuk memanfaatkan hasil penelitian ini untuk kepentingan rakyat Indonesia dan rakyat dunia. Di era global seperti ini, mari kita lupakan strategi political hijacking dengan ngambek-ngambekan sambil nyembunyiin sampel yang pernah kita lakukan dulu. Tingkatkan kerja sama dan peranan aktif bangsa Indonesia di kancah penelitian global sambil terus berjuang untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat! Ah, sudahlah, kok jadi sentimentil... ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun