Mohon tunggu...
Fiola Anglina Wijono
Fiola Anglina Wijono Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa aktif di Universitas Pelita Harapan batch 2017

Bernafas dengan menulis, mengisi nutrisi dengan menari!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa sebagai Alat Pendeteksi Perasaan

22 Juni 2019   15:47 Diperbarui: 22 Juni 2019   16:03 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Kemampuan berbahasa seseorang salah satunya dapat dipengaruhi oleh perasaan yang sedang dialami oleh seseorang. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan beberapa pihak mengenai beberapa perasaan yang telah ditentukan, saya menemukan bahwa suasana hati seseorang cukup membawa dampak yang besar bagi perbendaharaan kata dan sikap seseorang. Ketika seorang H merasa gelisah saat ketahuan menyontek saat ujian, dia cenderung mengeluarkan kalimat dengan terbata-bata. Lalu saat seorang S mulai takut karena merasa perbuatan nakal saat berada di kelas akan membawa dampak buruk baginya, dia justru banyak mengeluarkan kata-kata memotivasi diri seperti, "Tidak apa-apa, kalau memang akan terjadi hal itu, pasti Tuhan punya rencana yang baik buat kita." Lain halnya ketika seorang I mulai merasa letih atau lelah karena jadwal sehari-harinya padat, dia cenderung akan mengeluarkan kata-kata yang seefisien mungkin, seperlunya, sesingkat-singkatnya, dan sederhana saja. Karena kalau dia dipaksakan bicara banyak, dia akan lebih banyak mengeluarkan kalimat-kalimat dengan nada menyentak.

Saat saya mewawancarai seorang V mengenai perkataan yang dia keluarkan ketika merasa hampa, dia berkata bahwa dia cenderung melihat segala sesuatu dari negatifnya dan semua itu pasti berasal dari dalam dirinya. Saat perasaan itu timbul, dia merasa ketidakberhargaan menyelubungi dirinya. Hampir sama dengan dia, seorang S saat putus asa juga kerap mengumpat pada dirinya sendiri karena merasa rendah diri. Lain jadinya saat perasaan cemburu menghampiri seorang A. Dia akan melemparkan kata-kata yang menggoda pada teman lelaki yang sekelas dengannya atau lelaki yang memiliki relasi  dekat dengannya sebagai bentuk pelampiasan karena ketidakmampuan dalam mengungkapkan perasaannya itu. Seperti halnya seorang J ketika merasa resah menyadari bahwa perasaannya tidak akan berbalasan dengan orang yang dia cintai, dia akan aktif dalam membuat puisi sendu yang selalu mempertanyakan kekurangan yang ada padanya, betapa sulit dirinya apabila bertatap muka dengan pujaan hati, dan bahkan dia mengutarakan betapa menyedihkannya hidup yang akan dia jalani tanpa pujaan hatinya itu.

Ketika saya mulai menanyakan kondisi keluarga yang berada jauh secara fisik, seorang W menceritakan kekhawatirannya karena kedua orang tuanya cenderung memberi kabar yang baik padanya walaupun sedang menderita sehingga seorang W ini akan mudah panik dan mudah terkejut. Kemudian dia juga mengeluarkan latah seperti, "Oh ya Tuhanku!" dan "Eh mami!" Namun seorang N apabila merasa kecewa, dia akan menangis terlebih dahulu sebelum akhirnya menngungkapkan betapa lelahnya dirinya tidak dihargai. Kemudian tidak sampai di situ, cara pandang N pada orang yang telah mengecewakannya itu akan membuat dirinya berbicara seadanya dan langsung ke intinya karena dia ingin mengantisipasi akan terulangnya hal yang sama menyayat hati itu.

Akan berbeda jadinya apabila seorang G sedang marah karena debat pendapat tidak dapat terhindarkan dan seorang G tetap bersikukuh dengan pendapatnya. Dia akan diam seribu bahasa. Bahasa yang digunakan adalah tatapan matanya, kalau orang berbicara padanya, dia hanya akan menatap lalu memejamkan mata sejenak. Itu adalah tanda bahwa dia sedang tidak ingin mengungkit hal yang membuatnya marah. Kalau seorang Y saat bersedih meratapi hidupnya yang kekeringan firman Tuhan, setiap dia teringat sebuah lagu, dia akan selalu meresapi setiap katanya lalu segera pula meneteskan air mata. Dia akan merefleksikan berbagai kebobrokkan yang dia lakukan entah sengaja atau tidak sengaja dia lakukan sepanjang hari itu. Namun, begitu saya mewawancarai seorang O ketika dia sedang jatuh cinta, dia akan menjauhkan diri dari orang yang dia cintai, lalu dia akan banyak menulis kata-kata romansa di sepanjang kertas yang dia temui baik saat sedang kelas ataupun di kamar saat mengerjakan tugas. Dia juga akan langsung menjadi motivator teman-teman di kelas yang mulai mengantuk atau bosan dengan sebuah mata pelajaran. Dia juga banyak menggunakan ungkapan dalam bahasa Inggris.

Setelah melakukan banyak wawancara dan pengamatan secara langsung, saya melihat bahwa ada beberapa orang yang langsung mengungkapkan perasaan yang sedang dirasakannya melalui bahasa yang ekspresi muka dan penggunaan kata. Cara membedakan orang yang mengungkapkan secara langsung dan tidak langsungnya dapat dilihat dari kepribadian orang tersebut. Apakah kepribadian orang tersebut extrovert atau introvert. Bisa juga cara seseorang mengungkapan perasaannya dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang pernah dia lalui di masa lalu. Oleh karena itu, saya menyimpulkan bahwa bahasa dapat digunakan juga untuk mendeteksi perasaan seseorang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun