Berasal dari kebiasaan, tradisi, atau norma sosial yang telah mapan. Contohnya, seorang kepala suku yang mendapatkan otoritasnya dari warisan leluhur.
Otoritas Karismatik:Â
Berasal dari kepribadian dan daya tarik pemimpin. Contohnya, seorang pemimpin agama yang memiliki pengikut setia karena kharismanya.
Otoritas Legal-Rasional:Â
Berasal dari aturan, hukum, atau prosedur yang telah ditetapkan. Contohnya, seorang presiden yang dipilih melalui pemilu yang demokratis.
Otoritas bisa ada tanpa legitimasi. Seorang diktator, misalnya, mungkin memiliki otoritas untuk memerintah karena kekuatan militernya, tetapi otoritasnya tidaklah legitim karena tidak didasarkan pada persetujuan rakyat. Legitimasi, di sisi lain, mengacu pada penerimaan atau persetujuan terhadap otoritas yang ada. Legitimasi memberikan dasar moral dan sosial bagi penggunaan kekuasaan. Suatu pemerintahan atau pemimpin dikatakan memiliki legitimasi jika rakyatnya menerima dan mendukung kekuasaannya. Legitimasi bisa dibangun melalui berbagai cara, termasuk:
Kinerja yang baik: Pemerintah yang mampu memberikan kesejahteraan dan keamanan bagi rakyatnya cenderung lebih legitim.
Keadilan dan keadilan: Pemerintah yang adil dan transparan lebih mudah mendapatkan legitimasi.
Partisipasi: Partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan legitimasi.
Komunikasi yang efektif: Komunikasi yang terbuka dan jujur antara pemerintah dan rakyat penting untuk membangun legitimasi.
Perbedaan utama antara legitimasi dan otoritas terletak pada persepsi dan penerimaan. Otoritas adalah tentang hak untuk memerintah, sementara legitimasi adalah tentang persetujuan terhadap hak tersebut. Suatu pemerintahan bisa memiliki otoritas tetapi kurang legitimasi, dan sebaliknya. Sebuah pemerintahan yang kuat dan efektif mungkin memiliki otoritas yang kuat, tetapi jika rakyat tidak menerimanya, legitimasinya akan rendah. Sebaliknya, sebuah pemerintahan yang lemah mungkin memiliki otoritas yang terbatas, tetapi jika rakyat mendukungnya, legitimasinya bisa tinggi.