Mohon tunggu...
fahmi karim
fahmi karim Mohon Tunggu... Teknisi - Suka jalan-jalan

Another world is possible

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sore yang Sama di PKL Pantai Malalayang II

3 Februari 2021   01:48 Diperbarui: 3 Februari 2021   08:48 634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulunya tempat ini dikenal sebagai Kios Sabua Bulu. Saya masih ingat waktu masih Sekolah Menengah Pertama (SMP) saat ke Manado. Jika sudah melewati kios-kios bambu yang berjejeran di pinggir pantai tandanya sudah sampai di Manado, meski tidak pernah singgah. Hehehe....

Menurut keterangan Om Buli, selaku ketua Asosiasi Pedagang Wisata Kuliner Pantai Malalayang II -- sebuah asosiasi yang dibentuk guna untuk merapikan solidaritas PKL pantai Malalayang II - awalnya penduduk di seputaran pantai Malalayang II dipindahkan di Desa Kalase II, sekitar tahun 1980an. 

Tempat itu, pantai Malayang II, beberapa menjadi lahan kosong. Penduduk yang masih tinggal memanfaatkannya dengan membuka Pariwisata Malalayang II tahun 1985/86. Dari saat itu pesisir pantai mulai dikelola oleh penduduk Malalayang II dengan menyewakan alat-alat untuk berenang di pantai, juga berjualan jajanan gorengan; PKL pantai Malalayang II mulai ada.

Tahun 2004 disahkan oleh Menteri Pariwisata kemudian berganti nama menjadi Wisata Kuliner Pantai Malalayang II. Di tahun yang sama juga penggusuran dilakukan oleh Pemerintah Kota Manado. Setelah penggusuran, dilakukanlah penataan. Diberikan kembali ruang untuk berjualan.

Tahun 2010 Pemerintah Kota Manado kembali melakukan penggusuran PKL Wisata Kuliner Pantai Malalayang II. Untuk beberapa waktu tidak bisa berjualan di tempat tersebut. Tradisi protes kembali diteruskan.

Protes membuahkan hasil, pemerintah menata wilayah pantai untuk PKL, didirikan kios-kios dengan bambu, dan sejak saat itu dikenallah tempat itu sebagai "Kios Sabua Bulu". Namun, tahun 2017 kembali digusur dengan alasan yang masih sama: penataan. Protes tetap lancar, membuahkan hasil juga: kembali berjualan meski hanya sementara.

"Masa-masa itu sulit. Torang bajual nyanda pake tenda. Jadi kalo ujang, torang brenti bajual. Trus lari samua ka sana ka mari karna nda ada mo ba somber akang," Ci Mey menjelaskannya sambil tertawa. Tidak sekadar mencintai nasib (amor fati) seperti dalam konsepsi "Manusia-Unggul" Nietzsche yang tak lagi terjebak pada pengiyaan pasif seperti budak, namun menghidupi kenyataan sembari meledeknya. Itulah model bagaimana menghadapi hidup yang saya terus belajar dari mereka.

Seperti yang sudah-sudah, saat kami sampai di PKL pantai Malalayang II, meja selalu penuh dengan gorengan. Tak lupa pula teh hangat. Masing-masing kios seakan ingin berebut siapa yang lebih dulu menyuguhkan gorengan di atas meja. Dan kita menikmatinya dengan senang hati.

Sambil menikmati lantunan tembang Pance Pondang, Untuk sebuah Nama, dari karaoke seorang pengamen dengan speaker aktif mini-nya, laut yang tidak lagi memberontak, matahari yang diam-diam turun tanpa dapat diidentifikasi, gorengan di meja juga teh yang tidak lagi hangat dan kami berempat yang kagum-kagum sendiri, sore di PKL pantai Malalayang II masih tetap hangat seperti lalu-lalu.

Dari ketinggian gedung Manado, 03 Februari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun