3. Mengejar like pada postingan untuk meningkatkan rasa berharga
Remaja ingin mendapatkan validasi dari orang lain melalui like, komen, dan repost dari postingan yang mereka bagikan. Mereka cenderung melakukan segala upaya agar dapat merasa diapresiasi oleh pengguna lainnya. Mengedit foto dan video, melakukan hal berbahaya, bahkan melanggar norma agar perasaan terapresiasi dan "dilihat" dapat terpenuhi.
Menjadi terlalu aktif di sosial media dan memiliki rasa khawatir berlebih atas postingan seringkali dikaitkan dengan kecemasan, citra tubuh yang buruk, dan penurunan kesehatan mental. Pencarian persetujuan terus-menerus dari orang lain dan pencarian validasi eksternal berarti bahwa remaja tidak mengembangkan rasa aman dan percaya diri.
Jadi, meskipun tentu saja banyak manfaat dari sosial media, penting bagi guru dan orang tua untuk berdiskusi dengan anak-anak tentang pentingnya penggunaan dengan cara yang lebih sehat. Pendidik dan orang tua perlu berbicara tentang dampak mencari persetujuan/validasi dari dunia online yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal mereka secara pribadi. Atau bahkan membandingkan kehidupan mereka dengan dengan kehidupan orang lain yang dilihat secara online.
Pendidik perlu berbicara tentang bagaimana cara pembatasana penggunaan media sosial bagi remaja. Pada akhirnya remaja harus memahami bahwa media sosial bukan satu-satunya cara untuk bersosialisasi. Mereka harus didorong agar lebih banyak interaksi dan koneksi tatap muka, mengingatkan mereka untuk berhati-hati agar keterlibatan online tidak mengganggu kesehatan mental dan fisik.
Sumber:
The Centre of Addiction and Mental Health Canada. www.camh.ca. Research Students and Fellows. 5 September 2022. www.camh.ca. Diunduh 9 Desember 2022.
Papadopoulos, Linda. How Does Social Media Impact Mental Health of Young People. 12 April 2017. http://www.internetmatters.org/hub/expert_opinion/. Diunduh 9 Desember 2022.