Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka waktu Pemeriksaan yang meliputi:
- Jangka waktu pengujian
- Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.
Prosedur pemeriksaan yang dilakukan diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) oleh pejabat berwenang dan berakhir dengan disetujuinya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
Sebelum melakukan pemeriksaan, diawali dengan pembentukan tim pemeriksa pajak yang ditunjuk oleh DJP yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan. Setelah itu supervisor membuat rencana pemeriksaan, setelah rencana pemeriksaan disetujui oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) maka Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) diterbitkan.Â
Dimana SP2 merupakan kegiatan pemeriksaan yang disampaikan atau diperlihatkan oleh tim pemeriksa pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan untuk memenuhi hak Wajib Pajak yang akan diperiksa.
LHP selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP). SKP adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah pengurangan pembayaran pajak, jumlah kekuranggan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
Semua proses pemeriksaan yang dilaksanakan oleh tim pemeriksa dilaksanakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) & peraturan perpajakan yang berlaku terkait dengan pemeriksaan dan sesuai dengan tujuan pemeriksaan itu sendiri
Dalam melakukan pemeriksaan, pemeriksa harus memenuhi etika yang relevan. Prinsip dasar dari etika adalah integritas, objektivitas, kompetensi, perilaku profesional dan independensi. Independensi meningkatkan kemampuan pemeriksa dalam menjaga integritas, bertindak secara objektif, dan mempertahankan sikap skeptisme. Dengan memegang teguh prinsip etika, pemeriksa dapat memastikan bahwa pemeriksaan pajak dilakukan dengan integritas, objektivitas, dan profesionalisme yang tinggi.
Pemeriksa harus bersikap terbuka dan jujur dalam melakukan pemerikaan, tidak menutup-nutupi atau menyembunyikan informasi penting, dan memberikan hasil pemeriksaan audit yang akurat dan transparan. Pemeriksa harus tetap objektif dalam penilaian mereka, tidak membiarkan faktor subjektif mempengaruhi keputusan mereka, dan memberikan kesimpulan yang berdasarkan fakta dan bukti yang obyektif serta hasil yang memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat didalamnya.
Tantangan yang dihadapi dalam pemeriksaan pajak salah satunya adalah sumber daya yang terbatas jika jumlah wajib pajak yang perlu diperiksa bisa jauh melebihi kapasitas sumber daya dan sistem permeriksaan yang tersedia. Dengan sumber daya yang terbatas, dapat menyebabkan proses pemeriksaan tidak efektif dalam menganalisis data dan mendeteksi pelanggaran pajak, sehingga dapat menyebabkan kehilangan potensi penerimaan pajak yang signifikan dari pelanggaran pajak yang tidak terdeteksi.
Dalam proses pemeriksaan di perlukan interaksi yang baik antara pemeriksa dan terperiksa, interaksi tersebut dapat berupa sikap dan komunikasi yang terjalin baik antara auditor dan auditee. Dengan demikian antara auditor dan auditee akan mendapatkan kenyamanan dalam proses audit yang berlangsung dan meminimalisir risiko miss understanding dari kedua belah pihak.Â
Dimana biasanya antara auditor dan auditee memiliki prespektif berbeda, sehingga dengan kenyamanan dalam berkomunikasi dan berinteraksi keduanya dapat menyepakati perspektif yang sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku. Sehingga pemecahan masalah bukan hanya Periode yang sedang diaudit, namun juga untuk periode-periode yang akan datang.Â