Mohon tunggu...
fitriya
fitriya Mohon Tunggu... UIN Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa HES Kelas 4F NIM 232111191, Hobi Menulis dan Membaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

General review hukum dan masyarakat

9 Juni 2025   11:00 Diperbarui: 10 Juni 2025   11:30 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hukum sering kita pahami sebagai aturan tertulis yang mengatur tingkah laku masyarakat. Ia tertuang dalam undang-undang, peraturan pemerintah, atau putusan pengadilan. Namun, jika kita melihat lebih dalam, hukum sejatinya bukan sekadar teks yang dibuat oleh negara. Ia adalah bagian dari kehidupan sosial itu sendiri, mm yang lahir dari masyarakat, berkembang bersama masyarakat, dan seharusnya berpihak kepada masyarakat.

Secara sederhana, hukum adalah seperangkat norma yang mengikat, diciptakan oleh otoritas yang sah untuk menciptakan ketertiban dan keadilan. Sedangkan masyarakat adalah kumpulan individu yang hidup bersama dalam satu sistem sosial yang kompleks, penuh nilai, norma, dan interaksi.

Hubungan antara hukum dan masyarakat sangatlah erat. Hukum tidak mungkin berdiri sendiri tanpa mempertimbangkan kondisi sosial di sekitarnya. Sosiologi hukum, sebuah cabang ilmu yang mempelajari hukum sebagai gejala sosial, membuktikan bahwa hukum hanya akan efektif jika sesuai dengan nilai dan kebutuhan masyarakat.

Banyak contoh menunjukkan bahwa hukum tertulis tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya. Misalnya, di sejumlah daerah di Indonesia, hukum adat lebih ditaati daripada hukum negara. Mengapa? Karena hukum adat lahir dari pengalaman hidup masyarakat itu sendiri. Ia lebih “hidup” dan sesuai dengan struktur sosial mereka.

Di sinilah pentingnya pendekatan yuridis empiris, pendekatan yang mempelajari bagaimana hukum dijalankan dalam kenyataan. Berbeda dengan pendekatan normatif yang hanya melihat teks hukum, pendekatan empiris melihat hukum dari sudut pandang masyarakat: apakah ditaati, diterima, atau malah diabaikan?

Beberapa aliran pemikiran hukum juga menunjukkan dinamika ini. Positivisme hukum, misalnya, hanya menekankan aspek legal formal: jika aturan dibuat secara sah, maka ia adalah hukum, tanpa mempertimbangkan aspek keadilan atau moralitas. Sebaliknya, sociological jurisprudence memandang bahwa hukum harus bisa beradaptasi dengan perubahan sosial. Roscoe Pound bahkan menyebut hukum sebagai alat rekayasa sosial, bukan sekadar pelindung status.

Pemikiran tentang “living law” dari Eugen Ehrlich semakin memperkuat gagasan ini. Menurutnya, hukum yang sesungguhnya adalah hukum yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, bukan hanya yang tertulis di dalam buku.

Kita juga mengenal tokoh seperti Emile Durkheim, yang memandang hukum sebagai cerminan solidaritas sosial, dan Ibnu Khaldun, yang melihat hukum sebagai bagian dari dinamika kekuasaan dan nilai agama. Max Weber juga memberikan kontribusi penting dengan membedakan antara otoritas tradisional, kharismatik, dan legal-rasional dalam sistem hukum.

Dalam konteks Indonesia, pluralisme hukum adalah kenyataan yang tak bisa dihindari. Kita hidup dalam satu sistem yang memuat hukum negara, hukum adat, dan hukum agama secara bersamaan. Dalam praktiknya, masyarakat sering memilih jalur penyelesaian konflik yang dianggap paling sesuai dengan nilai-nilai mereka, tidak selalu melalui pengadilan formal.

Akhirnya, semua pemikiran ini bermuara pada satu kesadaran penting: hukum harus berpihak kepada manusia. Gagasan hukum progresif dari Satjipto Rahardjo menegaskan bahwa hukum tidak boleh hanya menjadi alat kekuasaan. Ia harus menjadi alat untuk mencapai keadilan substantif. Jika hukum tidak bisa menghadirkan keadilan, maka penegak hukum wajib menafsirkan secara progresif demi kemanusiaan.

Dengan memahami hukum dalam konteks sosialnya, kita tidak hanya menjadi warga negara yang patuh hukum, tetapi juga menjadi bagian dari masyarakat yang sadar bahwa hukum hidup karena masyarakat percaya dan mendukungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun