Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jika Aku Bukan Dia [Satu-Secangkir Cappucino]

3 September 2015   06:18 Diperbarui: 4 September 2015   09:32 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PROLOG

Taman Nasional Bukit Dua Belas

Bocah perempuan itu melangkah terburu-buru. Sudah dua hari ini, orang asing itu mengikutinya. Tumenggung[1] selalu berpesan agar berhati-hati dengan orang luar. Saat memasuki bento banuaran[2] dengan tangkas ia memanjat pohon duku tertinggi. Orang itu pasti takkan mampu menjangkaunya.

Benar saja. Pria itu berdiri saja menatapnya dari bawah pohon. Sorot matanya seolah memohon agar dirinya segera turun. Sepertinya, ia bukanlah orang yang berbahaya. Namun, tetap berada di atas pohon sepertinya adalah pilihan terbaik. Saat orang asing itu mengucapkan beberapa kata yang kurang ia pahami, murid sekolah dasar itu hanya diam saja sambil mengintip cemas dari sela-sela dahan.

Keesokan harinya, bocah perempuan itu terkejut. Saat memasuki sekolah, pria itu sudah berada di sana. Mengamatinya selama pelajaran hari itu berlangsung. Ia sungguh gelisah dan tak mengerti. Meski demikian, ia tetap berusaha mendengarkan apa yang diajarkan oleh gurunya.

Sepulang sekolah, orang asing itu terus saja mengikutinya. Kali ini, gadis kecil itu membiarkannya mengikuti hingga masuk ke dalam hutan. Mungkin saja pria itu hanya berniat untuk bertemu orang-orang dari sukunya.

Tapi saat tiba di sudung[3] milik tumenggung, langkah orang itu terhenti. Ia hanya berdiri tertegun dengan jarak beberapa langkah. Mungkin saja ragu. Ketika tumenggung menyambut kedatangannya dengan wajah penuh tanya, bocah perempuan yatim piatu itu segera berlindung di balik tubuh kokoh kepala adat sukunya itu. Sang tumenggung melangkah mendekati tamu asing itu. Tubuh mungil itu perlahan mengikuti dari belakang… 

SATU

Secangkir Cappucino

Semasa kecil, orang-orang sering mengejeknya. Tampilan fisiknya tidak sepadan dengan nama indah yang melekat padanya, Coretta Howitt. Cora dianugerahi sepasang pupil yang pekat, senada dengan rambut legam lurusnya yang tak pernah melewati bahu. Kulitnya kecoklatan, kalau tak mau dibilang cenderung gelap. Kala itu, tubuh mungilnya sering tak terlihat di antara teman-teman seusianya. Ia cuma putri angkat dalam keluarga Howitt.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun