Kutelan ludah pahitku dan tetap berusaha bersikap ramah.  Aku persilakan masuk. Hans masuk ke ruang tamu diikuti seorang wanita. Wajah ayu  dan senyum lembutnya menyambut jabat tangan persahabatanku.
"Rima.."
"Murni.." Jawabku sambil mempersilakan mereka duduk.
Aku bergegas menghidangkan minuman dan makanan yang sudah aku sediakan.
Suasana tampak kaku. Aku kehilangan gairah bicara.
"Kog diam saja, marah ya?"
Aku tak menjawab, senyum getir  aku sembunyikan. Kutekan kecewaku. Aku tak ingin merusak suasana malam ini.
"Murni, aku tahu kau kecewa. Namun aku lakukan ini ada alasan yang mendasari.
Aku ingin pembicaraan ini hanya kita yang tahu. Ini masalah kita."
Aku hanya mengangguk tak mampu berkata. Seribu tanya menyergapku. Ada keganjilan yang kurasa. Hans menatapku tajam. Tatapan itu bukan tatapan Hans, biasanya lembut namun malam ini ada kengerian melihatnya. Kemana senyum lembutmu Hans.
"Rima.. ."