Mohon tunggu...
Fitri Haryanti Harsono
Fitri Haryanti Harsono Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Kesehatan Liputan6.com 2016-2024

Akrab disapa dengan panggilan Fitri Oshin. Lebih banyak menulis isu kebijakan kesehatan. Bidang peminatan yang diampu meliputi Infectious disease, Health system, One Health, dan Global Health Security.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menilik Angket "Kompas" 2014

15 Maret 2014   20:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:54 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_315762" align="aligncenter" width="640" caption="Angket "Kompas" 2014 (Dok: Pribadi)"][/caption]

Ada yang menarik dalam terbitan Kompas hari ini, Sabtu, 15 Maret 2014, yaitu lembar Angket “Kompas” 2014 hlm 9-10. Dalam kata pengantarnya, secara berkala Kompas menyelenggarakan Angket Pembaca Kompas untuk mengetahui penilaian audiens terhadap sajian Kompas. Angket “Kompas” 2014 untuk Kompas versi digital ikut dinilai, bukan hanya Kompas versi cetak saja.


Kolom pengisian terpapar mengenai Tentang Anda; Anda dan Kompas; Lingkungan Anda dan Kompas; Anda dan Sajian Redaksi Kompas; Kepuasan Anda Terhadap Kompas; Kegiatan Anda; Kebiasaan Bermedia; serta Data Diri.

Pada kolom Anda dan Kompas melayangkan pikiran saya belasan tahun lalu hingga sekarang saat membaca pertanyaan “Darimana Anda mengenal Kompas cetak pertama kali”. Keluarga. Hobi membaca Kompas cetak diwariskan oleh orangtua saya. Sejak SD saya sudah mulai membolak-balikkan koran Kompas, meski belum terlalu mengerti apa yang dibaca.


Setiap kali pulang kantor, bapak saya selalu membawa koran Kompas. Lucunya terkadang koran pun sudah kusut dan basah gara-gara buat pelindung kepala dari hujan. Tidak ada koran lain di rumah saya selain koran Kompas.

Keluarga saya memang tidak berlangganan Kompas cetak, hanya membeli secara eceran saja. Khusus Kompas Minggu dikirim secara rutin. Intensitas saya baca Kompas cetak mulai meningkat saat duduk di bangku kuliah sejak 2009 lalu.


Dari 2009 sampai sekarang, yang menentukan beli atau tidaknya koran Kompas biasanya antara saya dan bapak. Kami selalu bergantian membeli. Seringkali saya yang mengemban beli Kompas, kebetulan sekalian menuju kampus lewat Stasiun UI.

Harga Kompas terbilang murah khusus di stasiun. Bapak penjaja koran pun sudah hafal dengan saya. Tatkala saya berdiri melihat deretan koran, ia langsung berucap, “Kompas ya Neng.” Bagi saya, sebuah sapaan hangat di pagi hari sebelum perkuliahan yang menguras energi.


Akses Kompas digital via ePaper sudah jarang saya lakukan sebab terkendala sinyal modem turun-naik tak menentu. Jika ada rubrik atau tulisan yang ingin dibaca dan terlewat biasa saya akses via print.kompas.com.

Kolom Lingkungan Anda dan Kompas justru membuat bingung mengisinya sebab tidak terlalu tahu berapa jumlah orang di lingkungan tempat tinggal kita yang baca Kompas cetak. Bukankah harus survei dulu ke tetangga sekitar atau bertanya pada loper koran yang selalu mengirim koran Kompas.

Anda dan Sajian Redaksi Kompas

Kolom Anda dan Sajian Redaksi Kompas bisa dikatakan gong-nya sebab mencermati rubrik apa saja yang dibaca setiap kali terbit, tidak pernah baca, jarang baca, dan sering baca. Penilaian tersebut dapat memahami sejauh mana minat pembaca terhadap rubrik yang disajikan.

[caption id="attachment_315763" align="aligncenter" width="480" caption="Kolom Anda dan Sajian Redaksi Kompas (Dok: Pribadi)"]

[/caption]

Rubrik rutin yang disajikan Kompas ada yang tidak pernah saya baca, meliputi rubrik Grafik Indeks Harga Saham, Indikator Perdagangan di Bursa Efek Indonesia juga Data dan Agenda Olahraga. Saya tidak paham ekonomi sekaligus bukan penikmat tulen olahraga.


Rubrik rutin lain hampir seluruhnya tak terlewat dibaca. Urutan baca Kompas biasa saya mulai dari rubrik Headline halaman pertama, tajuk rencana, opini, pendidikan dan kebudayaan, internasional lalu mengarah ke rubrik nusantara dan metropolitan.

Rubrik tidak rutin Kompas, seperti Kompas Muda, Kompas Kampus Klass, Teropong, dsb juga sayang sekali dilewatkan. Motivasi beli Kompas kerap tertuju pada rubrik-rubrik tersebut yang diterbitkan.

Kompas Minggu

Dalam suatu kesempatan, ada teman saya mengakui tidak baca Kompas cetak pada hari-hari biasa (Senin-Sabtu). Alasannya terlampau sibuk dengan tugas perkuliahan dan organisasi, lebih cepat akses via digital, serta tidak begitu menyukai rubrik rutin yang disajikan, terkesan berat dibaca.

Oleh karena itu, lebih menyukai baca Kompas Minggu yang ringan dengan rubrik-rubrik berupa feature (soft news), antara lain laporan perjalanan, sosialita, kuliner, cerpen sampai kartun Mice, Timun, Sukribo, Panji Koming, Konpopilan yang sarat kritikan sekaligus membuat tertawa.

[caption id="attachment_315765" align="aligncenter" width="480" caption="Kolom sajian Kompas Minggu (Dok: Pribadi)"]

13948653781999921376
13948653781999921376
[/caption]

Pengisian kolom yang ditujukan kepada pembaca yang hanya baca Kompas Minggu pun tersedia. Pertanyaan “tujuan Anda membaca Kompas Minggu” tentu saya jawab dengan memuaskan hati menyimak tulisan-tulisan feature yang disajikan. Seluruh sajian rubrik Kompas Minggu langsung ludes saya baca, kecuali berita olahraga yang tidak begitu saya ikuti perkembangannya.

Iklan Kompas

Saya tidak begitu menyimak iklan di Kompas berupa penawaran atau penjualan barang-barang yang terpampang, sekadar lihat dan lewat saja. Beberapa sajian iklan dalam Klasika (terutama jadwal acara televisi), Info Akhir Pekan, Inspiratorial, dan Liputan Khusus masih saya baca dengan rinci.

Terkadang saya cukup terganggu dengan penempatan iklan yang kerap kali hampir memenuhi lembaran Kompas. Rubrik tulisan dalam lembaran tersebut seakan ikan kecil di lautan. Meskipun begitu, saya juga paham, iklan mendukung arus putaran Kompas dari segi ekonomi dan bisnis.

Kepuasan Anda terhadap Kompas

Secara keseluruhan saya puas dengan sajian-sajian Kompas. Pengiriman rutin Kompas Minggu pun lancar. Lepas salat subuh sekitar jam 05.00 WIB, Kompas Minggu sudah terlempar manis di depan pintu ruang tamu.

Kebetulan loper langganan koran saya suka salat di masjid dekat rumah, jadi Kompas Minggu langsung cepat sampai. Kadang kala mesti menunggu Kompas Minggu hingga siang hari atau pupus harapan tidak diantar. Hingga keesokan harinya, loper koran langganan saya minta maaf tidak mengantar Kompas Minggu sebab didera sakit.

Kegiatan dan kebiasaan bermedia

Kolom Kegiatan Anda berisi prioritas urutan kegiatan yang dilakukan dan lama kegiatan. Misal, konsumsi informasi digital, non digital, bersosialisasi online dan offline, hobi,dll.


Kolom Kebiasaan Bermedia menyebutkan nama media apa saja yang Anda konsumsi satu bulan terakhir, baik koran, majalah, tabloid, stasiun radio, stasiun televisi, dan internet (situs berita). Sayangnya, saya tidak membaca tabloid.

Kalau majalah ya majalah Bobo. Itu pun saya pinjam dari adik sepupu, baca majalah Tempo, Horison, dan Intisari sudah jarang saya lakukan. Koran pun hanya koran Kompas saja.


Saya masih rutin mendengarkan radio di pagi, siang, dan sore hari. Stasiun radio yang biasa manis mengudara di rumah, yaitu Pop FM JKT 103,00; Bahana FM 101,80; Urban Radio 99,50; Motion Radio 97,50 FM; MPM Cemerlang Depok 107,20 FM; serta Bens Radio 106,20 FM.

Untuk stasiun televisi andalan saya, yakni Kompas TV, Net. Media, TV ONE, dan Metro TV. Tayangan stasiun televisi lain hanya selingan hiburan saja. Saya lebih mengutamakan tayangan berita, seluk-beluk Tanah Air juga diskusi terkait kasus-kasus yang tengah tren.


Situs berita di internet memang tidak satu situs yang saya baca. Sebagai netizen, saya membaca link-link berita apa saja. Namun, kalau ditanya lebih mengacu kepada situs berita mana, jawaban saya hanya dua situs, yaitu Kompas.com dan VivaNews.com.

Walaupun Detik.com menempati urutan pertama situs berita yang paling banyak diakses menurut peringkat Alexa.com. Akhirnya, kembali juga hati saya pada Kompas.com tetap juaranya.

Penutup

Menurut saya, Kompas adalah koran yang kredibel dan tetap menjadi acuan utama berita dari berbagai sudut pandang yang diulas. Koran intelektual, begitulah sebutannya. Tak dimungkiri pula tidak semua orang menyukai Kompas.

Saya juga tidak berhak memaksakan orang lain menyukai Kompas. Masing-masing punya opini berbeda, bebas memilih media apapun yang dibaca dan diaksesnya. Angket “Kompas” 2014 pun bukan semata-mata diisi dan dibaca saja, melainkan pemahaman mendalam seberapa kenal dan sayang kita terhadap Kompas, khususnya bagi pelanggan dan penikmat setia Kompas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun