Mohon tunggu...
Dens Saputra
Dens Saputra Mohon Tunggu... Penulis - De

menulis adalah seni berbicara

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gaya Politik Klasi Flava di Era Angket

25 Maret 2024   08:22 Diperbarui: 25 Maret 2024   11:51 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilu sudah usai. Keputusan KPU telah memenangkan Prabowo dan Gibran. Tetapi riak di level elite masih bergemuruh. Beberapa pihak tidak puas dengan hasil pemilu. Tentu tidak sekedar angka statistik, melainkan sistem pemilu yang menurut mereka tidak proposional. Jalur hukum pun ditempuh. Agar bisa didengar oleh publik, mekanisme angket di DPR menjadi pilihan perjuangan. 

Tetapi lucunya, isu beredar ketua partai dan elite pendukung paslon 01 dan 03 sedang berkemas akan bertemu Prabowo-Gibran. Apakah angket hanyalah upaya untuk mencari suaka bagi para gelandangan politik? Semoga saja tidak. Sebab bisa saja tarik ulur gaya politik kita hari ini seperti atrasksi klasi flava.

Kasi Flava adalah tradisi sepak bola yang ada di benua Afrika. Dalam pertandingan tersebut, para pemain lebih mengutamakan gaya dan skil dari pada hasil.  Skil sepak bolanya sungguh atraktif. Bahkan bikin kaget. Klasi diartikan sebagai tempat atau lokasi dan Flava adalah rasa atau gaya. 

Terjemahan umumnya diartikan sebagai tempat untuk bergaya. Gaya bermain bola jalanan ala negeri Nelson Mandela ini sangat menarik dan penuh atraksi bagi penikmat bola. Tidak berbeda jauh dengan siklus politik kita hari ini.

Tidak bisa disangkal kalau demokrasi menjadi satu faham yang populer semenjak berakhirnya perang dunia ke dua. Gagasan "freedom" dengan mudah mendapat dukungan dari berbagai negara dan penduduknya. 

Dukungan ini berangkat dari kondisi masyarakat yang sebagian besar berada dalam kolonialisme dan ketertindasan, sehingga demokrasi menjadi kue empuk untuk di cerna. 

Jika dilihat lebih jauh, demokrasi memang sudah muncul semenjak Piagam Magna Carta yang membatasi monarki Inggris 15 Juni tahun 1215. Demokrasi memang asik untuk dinikmati sebagai satu konsep, tetapi prakteknya seperti memancing di air keruh.

Arena politik Indonesia bisa dilihat sebagai parade Klasi Flava yang memainkan pertandingan dengan "mengolok" lawan-lawannya. Ada keterampilan, strategi, dan komunikasi yang di tampilkan dalam pertandingan tersebut. 

Hal ini lumrah di tahun politik, dimana pemain akan mengupayakan berbagai "gaya" agar mental lawan bisa tunduk. Negara dengan kekuatan demokrasi liberal seperti Indonesia tentunya adalah lahan basah bagi tukang cari untung.  

Demokrasi kita kehilangan subtansi di karenakan elite sibuk memainkan atraksi Klasi Flava. Intinya adalah kegaduhan dan kegentingan, sehingga sinetron hak angket terus mendapat jam tayang lebih.

Demokrasi Unjuk Gigi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun