Menilik sederet penjabaran berkaitan rumah sakit asing di atas, jawabannya bisa dua-duanya. Perizinan rumah sakit asing untuk membuka cabangnya di Indonesia dalam kesepakatan CEPA dengan Uni Eropa memang diharapkan harus saling menguntungkan.Â
Kita juga membutuhkan akses pelayanan kesehatan dan alat-alat canggih berkelas internasional. Melalui rumah sakit asing, Indonesia bisa melakukan transfer teknologi dan dokter-dokter WNI dapat belajar dari pengalaman sekaligus keahlian dokter asing.
Selanjutnya, menjawab mendesak (urgent)Â atau tidak soal keberadaan rumah sakit asing. Kalau kita lihat situasi kesehatan di Indonesia, penambahan rumah sakit asing rasanya tidak terlalu urgent. Hal ini melihat Kemenkes sedang gencar membangun rumah sakit di daerah terpencil.
Dalam keterangan pada 15 Januari 2025, Kemenkes menargetkan membangun 32 Rumah Sakit Tipe C secara bertahap, yang diprioritaskan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK). Sasaran DTPK khususnya di wilayah Indonesia timur. Pembangunan rumah sakit ini butuh kesiapan pengadaan alat kesehatan dan SDM kesehatan, yang mencakup ketersediaan dokter spesialis.
Dengan demikian, membuka "keran" cabang rumah sakit asing silakan saja, asalkan perbaikan dan penguatan sistem pelayanan kesehatan dalam negeri serta kehadiran rumah sakit yang dibangun Kemenkes demi peningkatan akses kesehatan di daerah yang sulit dijangkau terus berjalan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI