Mohon tunggu...
Fitria Wulan sari
Fitria Wulan sari Mohon Tunggu... Lainnya - Masih jadi mahasiswa

Mahasiswa yang masih mencari jati diri karena ketertarikannya pada isu feminisme, kesehatan mental, hingga marginalisasi kelompok minoritas. Dalam proses belajar dan menuju manusia yang utuh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

7 Langkah Belajar Mendengarkan Teman yang Rentan Secara Mental

2 Oktober 2020   20:10 Diperbarui: 9 Oktober 2020   19:23 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Etienne Boulanger on Unsplash

Kesehatan mental perhari ini menjadi salah satu isu yang mulai diperhatikan penting dalam aspek kehidupan manusia.

Banyak orang yang sudah mulai menyadari bahwa gangguan jiwa bukan mitos, tapi kondisi nyata di kehidupan dan jika terjadi pada seseorang terdapat potensi untuk mengurangi keberfungsiannya sebagai manusia.

Bisa dibilang keinginan untuk mengakhiri hidup adalah pertanda terberat dalam permasalahan ini, walaupun seringkali orang-orang dengan tidak simpatik menggunakan bunuh diri sebagai konten prank atau bercandaan. Seolah-olah orang dengan pengalaman ingin mengakhiri hidup hanya individu yang mencari perhatian.

Pada dasarnya semua orang di muka bumi punya ‘bakat’ untuk depresi dan gangguan kejiwaan lain. Tidak ada satu orang di dunia yang resisten terhadap gangguan mental, tanpa melihat ras, agama, kewarganegaraan, jenis kelamin dan status sosial ekonomi. Walaupun penyebab gangguan kejiwaan sendiri bukan faktor tunggal, setidaknya secara biologis, psikologis, dan sosial budaya dapat berpengaruh.

Maka perlu rasanya untuk mengetahui bagaimana bersikap dalam menghadapi orang disekitar kita yang terindikasi atau rentan dengan masalah mental. Sebab kita tidak pernah tau hal buruk apa yang bisa terjadi ketika kita salah dalam bersikap, bisa jadi kondisi teman kita yang sudah rentan diperparah oleh ketidaktahuan kita dalam menanggapi hal tersebut.

Panduan ini ditunjukkan untuk kalian yang ingin belajar menjadi pribadi yang lebih baik dalam merespon kondisi kesehatan mental, tapi jika kondisi orang disekitar kalian sudah parah karena menunjukkan keinginan bunuh diri tulisan ini bukan pilihan. Fasilitasi akses mereka terhadap tenaga psikologis profesional seperti psikolog dan psikiater. Jangan pernah punya niatan untuk menjadi superhero untuk temanmu karena ingin dianggap penyelamat hidupnya, itu justru akan memperparah kondisinya dan bahkan kondisimu.

Panduan ini sebenarnya tentang cara mendengar, karena kemampuan ini sering dianggap remeh kebanyakan orang. Seolah-olah mendengar tidak membutuhkan teknik khusus karena mendengarkan adalah fungsi indera manusia. Mendengarkan menjadi kunci untuk kita memahami dan mengerti teman kita dan masalah yang menimpanya. Dengan mendengarkan secara aktif kita memberikan kesempatan teman untuk terbuka kepada kita sehingga paling tidak segala beban dari masalahnya berkurang. Nikmati prosesnya tanpa terlalu berorientasi pada solusi. Lalu bagaimana atau sikap seperti apa yang perlu kita miliki dalam mendengarkan secara aktif?

  • Miliki keinginan (willingness) untuk mendengarkan.

Niat memang awal dari segalanya, ketika kita memiliki niat maka kita memiliki tekad. Setidaknya dari awal kita punya niat dasar untuk mendengarkan. Bukan untuk memberikan nasihat, percayalah jika sejak awal kalian sudah berniat untuk menasehati atau menggurui teman maka orientasi dari segala proses ini hanya pada solusi. Seolah-olah kalian jadi orang hebat ketika bisa memberikan solusi yang baik. Padahal terkadang mereka hanya butuh didengarkan, lagipula bagaimana kalian bisa tau bahwa solusi kalian yang terbaik? Jadi niatkan untuk mendengar.

  • Jangan menjustifikasi apa yang dialami teman.

Hindari sikap-sikap menghakimi atau penyederhanaan melalui generasasi terhadap apa yang dialami oleh teman. Orang yang rentan secara mental tidak butuh penghakiman kalian, mereka sudah menghakimi diri mereka sendiri atas masalah yang terjadi. Maka penghakimanmu justru menambah beban mereka. Tiap orang unik! Jadi mereka bisa bebas menceritakan apa yang mereka alami dan apa yang mereka rasakan.

  • Bangun empati.

Empati memiliki kekuatan dalam hal ini karena empati bisa mengarah ke terbangunnya rasa pengertian (understanding), kepercayaan, hingga kerelaan. Tunjukkan bahwa kalian peduli pada masalah yang mereka hadapi.

  • Hargai apa dikatakan oleh teman. Hindari untuk memulai argumen.

Walaupun mungkin apa yang diceritakan oleh teman kita tidak masuk akal (bagi kita), jika teman kita memang rentan secara mental tahan segala argumentasi logis mu. Ini bukan debat jadi tidak perlu merasa kalah jika tidak bisa berargumen.

  • Kita bisa menggunakan teknik spesifik seperti parafrase (paraphrasing), yaitu menguraikan cerita teman untuk menyatakan empati kita.

Di sela-sela pembicaraan, jika kita tau bahwa teman sudah kesulitan untuk berbicara daripada menunjukan opini atau argumen lebih baik lakukan parafrase. Contohnya “Ternyata itu yang selama ini kamu alami, maaf karena selama ini nggak mengerti kamu. Aku tau yang terjadi padamu itu berat”.

  • Dalam memberikan alternatif solusi, libatkan teman agar kita bisa mengesuaikan solusi sesuai dengan potensi dan kekuatan (strength) teman.

Jangan memaksakan solusi masalah yang kamu tawarkan, karena penyelesaian masalah kembali pada orang yang mengalami masalah. Coba bantu teman untuk mengidentifikasi potensi dalam dirinya yang bisa dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah.

  • Perhatikan kebutuhan apa yang menjadi prioritas teman, kita harus mampu melihat apakah teman masih mampu menangani masalahnya sendiri atau mereka butuh tenaga profesional.

Jika menurutmu, masalah yang terjadi pada temanmu tidak bisa ia selesaikan sendiri dan sudah mengganggu keberfungsiannya sebagai manusia berikan opsi untuk mengakses jasa tenaga profesional dan jelaskan mengapa mereka membutuhkan bantuan. Kalau bisa tetapi dampingi teman kalian sampai benar-benar memperoleh layanan kesehatan mental.

Sumber tulisan ini diolah oleh penulis dari kuliah online "Psychological First Aid" John Hopkins

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun