Mohon tunggu...
Fitriatun Hasanah
Fitriatun Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa

I am a Public Administration undergraduate student at Brawijaya University with experience in administration, finance, and event management. Throughout my academic journey, I have actively participated in various organizations and committees, honing my skills in teamwork, communication, and leadership. I am always eager to learn new things and grow in the fields of administration, finance, and public speaking.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Krisis Kepercayaan Publik Akibat Gagalnya Implementasi Kebijakan MBG

15 Oktober 2025   17:02 Diperbarui: 15 Oktober 2025   17:02 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Instagram.com/djabar_pos

Oleh: Fitriatun Hasanah (235030100111066)

Program Studi Administrasi Publik | Fakultas Ilmu Administrasi | Universitas Brawijaya

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) diluncurkan sebagai program prioritas oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto selama kampanye pemilihan presiden 2024. MBG merupakan inisiatif ambisius yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sesuai dengan visi Indonesia Emas 2045. Program ini bertujuan untuk mengurangi tingkat stunting dan gizi buruk yang tinggi di Indonesia dengan menyediakan makanan bergizi gratis bagi anak sekolah dan kelompok rentan lainnya. Meskipun demikian, program ini masih menghadapi sejumlah pertanyaan dan kritik dalam implementasinya.

Dengan anggaran sebesar Rp71 triliun, program ini merupakan salah satu intervensi sosial terbesar dalam sejarah keuangan negara Indonesia. Program ini bahkan melampaui berbagai inisiatif populis sebelumnya seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Program Keluarga Harapan (PKH).  Namun, besarnya ambisi dan skala program tersebut tidak sebanding dengan kesiapan infrastruktur pelaksanaannya, terutama di tingkat daerah. Sebagaimana temuan LPEM  FEB  UI  dalam Zulaika et al (2025), terdapat kesenjangan yang cukup signifikan dalam aspek dalam kapasitas fiskal daerah, sistem logistik, serta kompetensi sumber daya yang dimiliki untuk mendukung pengadaan dan distribusi makanan bergizi yang sesuai standar kesehatan. 

Beberapa permasalahan dalam implementasi program MBG ini memicu adanya gelombang kontroversi yang signifikan, mulai dari kasus keracunan massal hingga persoalan tata kelola dan transparansi anggaran yang mengakibatkan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah. Krisis kepercayaan ini tidak hanya bersifat teknis dan operasional, tetapi juga mencerminkan masalah mendasar dalam struktur tata kelola, akuntabilitas publik, dan perlindungan hak-hak warga negara. Ketika program yang dirancang untuk kesejahteraan rakyat justru menimbulkan korban, maka sudah sepatutnya legitimasi kebijakan publik dipertanyakan. Adanya kondisi yang carut marut ini menuntut adanya evaluasi secara menyeluruh terhadap prosedur implementasi, mekanisme pengawasan, dan sistem distribusi untuk memastikan bahwa program tersebut mencapai tujuan yang diharapkan.

Ribuan Siswa Jadi Korban Keracunan MBG

Persoalan paling utama yang mengikis kepercayaan publik terhadap program MBG adalah tingginya jumlah kasus keracunan makanan yang dialami oleh peserta program. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Jaringan Pemantauan Pendidikan Indonesia (JPPI), hingga 12 Oktober 2025, sebanyak 11.566 siswa telah mengalami keracunan makanan akibat program MBG sejak awal tahun (CNN Indonesia, 2025). Angka ini mengalami peningkatan drastis dari 8.649 korban yang tercatat hingga September 2025. Artinya, telah terjadi lonjakan sebanyak 2.917 korban hanya dalam waktu dua minggu (Liputan6, 2025). Bahkan dalam periode satu minggu saja, antara 6-12 Oktober 2025, telah tercatat 1.084 korban baru akibat keracunan MBG. 

Dengan tingginya tingkat keracunan yang dialami oleh para siswa, pemerintah justru terkesan enggan menghentikan program MBG. JPPI bahkan mengkritik sikap pemerintah yang membiarkan dapur-dapur penyelenggara tetap beroperasi meski terdapat ratusan anak yang menjadi korban setiap minggunya. Selain itu, juga muncul kontroversi mengenai upaya di mana sekolah-sekolah diminta untuk merahasiakan insiden keracunan atau ketidaklengkapan paket makanan melalui adanya surat perjanjian tertentu (Tribunnews, 2025). Adanya beragam respon tersebut justru semakin mengurangi kepercayaan publik kepada pemerintah. 

Hal tersebut selaras dengan temuan Saputra dan Hasan dalam Hadi et al. (2023) yang menunjukkan bahwa sentimen netizen di media sosial X (Twitter) terhadap MBG didominasi oleh opini negatif (lebih dari 80%), meskipun terdapat juga opini positif yang mengapresiasi tujuan program dalam meningkatkan gizi anak dan ekonomi keluarga. Praktik-praktik tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah cenderung memprioritaskan program dan realisasi janji politik dibandingkan keselamatan anak-anak sebagai peserta program. Kondisi ini juga memunculkan pertanyaan dari masyarakat mengenai integritas pengambilan keputusan dan komitmen pemerintah terhadap perlindungan hak-hak warga negara, yang merupakan landasan utama dalam legitimasi kebijakan publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun