Mohon tunggu...
Fitrah Abdilah
Fitrah Abdilah Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis

Menulislah, maka kamu akan ada dalam sejarah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kuliah Online Layaknya Cerita Horror

6 Juli 2020   03:00 Diperbarui: 2 September 2020   20:53 1402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: pixabay.com/Xandra_Iryna

Parahnya, dosen enggan memberikan toleransi. Dosen sih enak, sudah punya penghasilan sendiri, mungkin untuk menunjang mengajar, dosen memiliki akses fasilitas wifi pribadi. Jadi wajar, jika para dosen terlihat lancer jaya, dam kurang memiliki rasa empati terhadap mahasiswanya.

Febriyanto mengungkapkan kekecewaannya terhadap salah satu dosen yang mengajarnya, karena dia terpaksa tidak mengumpulkan Ujian Tengah Semester (UTS). Menurutnya, itu harusnya tidak terjadi padanya, dia sangat menyayangkan kejadian tersebut.

Padahal, dia sudah menulis panjang lebar di kolom jawaban yang tersedia di website yang digunakan sebagai media UTS. Tapi, jawaban yang susah-susah ditulis itu hilang begitu saja karena website tersebut sudah disetting otomatis tertutup sendiri dengan batas waktu yang sudah diset.

Parahnya, sebelum itu tidak ada pemberitahuan terkait dealine waktu pengerjaannya. Tiba-tiba saja website itu tertutup, padahal dia sudah mengirimkan jawaban ujiannya yang memang telah selesai. 

Saat dimintai konfirmasi terkait problem itu, dosen pengampu dengan rasa tidak bersalah menunjukkan, jika keterangan waktu pengerjaannya sudah ada di pojokan website tersebut.

"Aku sudah mengerjakan UTS itu dengan lengkap, saat dikumpulkan tahu-tahu sudah begitu. Jawabannya tidak bisa diundo, rasanya pengen nangis saat itu," ungkap penyiar radio itu.

Mahasiswa yang terlambat mengumpulkan tetap diklaim tidak disiplin, bagaimana pun alasannya. Padahal jika dikaji, sistem yang digunakan memang bobrok, padahal ada cara yang lebih efektif, contohnya via email. Seperti yang sudah tertulis dalam tulisan ini sebelumnya, kuliah online bukanlah ajang coba-coba transisi dari kuliah dalam kelas, ke kuliah dalam rumah.

Seharusnya dosen dapat meminimalisir kekurangan tersebut, resiko dalam penggunaan website seperti itu dalam metode pengerjaan UTS. Tentunya, yang rugi dalam kejadian seperti ini bukanlah Rektor. Melainkan mahasiswanya sendiri.

Aplikasi whatsApp sebenanrnya memang kurang efisien untuk menjadi media pengadaan basis ujian. Setidaknya, dosen tidak menggunakan mekanisme yang asing bagi mahasiswa, sehingga mahasiswa tidak merasa terasingkan dengan hal yang belum pernah dipelajari sebelumnya.

Berbanding terbalik dengan Febriyanto, Megawati berpendapat jika kuliah online mempunyai kekurangan tapi juga memiliki kelebihan yang menyertainya. Sehingga, tidak selamanya sistem kuliah ala milenial ini selalu dicap buruk dikalangan penimba ilmu perguruan tinggi.

Megawati menerangkan, jika kuliah online ini cukup merepotkan saat di beberapa hari pertama di adaptasi. Pasalnya, tugas yang diberikan para dosen datangnya bertubi-tubi, sehingga mahasiswa kaget dalam menghadapinya. Jadinya, mahasiswa yang belum terbiasa seakan kerepotan, dan berujung dengan stress, karena sulitnya membagi waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun