Tidak terasa kita semua telah memasuki penghujung akhir tahun 2025. Tahun yang penuh dengan gejolak dalam berbagai sistem politik-ekonomi, iklim-alam, dan keadaan sosial. Yang pasti, dari tahun-tahun sebelumnya, di 2025 ini memang penuh warna.Â
Bagaimana tidak? Seluruh dunia telah usia berperang melawan virus covid-19 selama kurang lebih dalam kurun 3 tahun (2019-2022).Â
Tahun 2023 seluruh dunia mulai bangkit dan 2024 banyak negara mulai mengalami resesi. Kita dengar negara besar seperti Inggris mengalami paceklik keuangan. Ini imbas dari pandemi covid-19.Â
Berbagai bencana alam mulai dari gempa, tsunami, banjir, kebakaran, dan angin topan juga melanda berbagai negara setelah pandemi berakhir.Â
Pada tahun ini tsunami melanda hokkaido Jepang, angin taufun melanda taiwan, kebakaran besar menghanguskan Los Angeles hingga sebulan, dan baru bulan kemarin Bali dilanda banjir besar.Â
Selain bencana alam menggemparkan dunia, pada akhir agustus hingga awal september, terjadi demo besar menentang kenaikan tunjangan DPR di Indonesia yang diakhiri dengan tuntutan 17+8. Demo melawan kebijakan DPR ini, diliput seluruh dunia hingga memicu demo di berbagai negara.Â
Pemerintah Nepal mengalami caos setelah demo yang diprakarsai masyarakat dari kaum Gen Z. Mereka membabat habis sistem pemerintahnya dengan pejabat korup yang dipaksa bubar.Â
Demo disusul negara Perancis, Inggris, dan Jepang yang menentang over populasi imigran. Philipina dan Thailand yang menentang kebijakan pemerintah yang korup.Â
Tampaknya bencana demo besar di berbagai negara merebak karena kekecewaan masyarakat atas kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat.Â
Para pejabat memiliki gaya hidup mewah yang tidak pantas. Banyak kekecewaan lain yang membuat ledakan kemarahan rakyat di berbagai negara, termasuk negara kita, Indonesia.
Berbagai isu terkait tuntutan masyarakat seluruh dunia telah mengubah wajah penghujung tahun 2025. Masyarakat dari kalangan muda gen z berbagai negara yang berdemo silih berganti menggambarkan bahwa generasi yang berani dan bertekad kuat. Mereka merupakan generasi penerus bangsa.Â
Apa yang telah dibangun oleh generasi sebelumnya, terutama boomer dan milenial, dinilai telah melampaui batas yang tidak adil dan menyulitkan rakyat.Â
Bila kita kuliti satu persatu, akar permasalahan dunia masih menyangkut kerukunan dalam kehidupan sosial yang inklusif dari berbagai negara yang terganggu karena kebijakan masuknya imigran yang dirasa kurang menaati budaya setempat.Â
Adapun permintaan pasar tenaga kerja yang kurang untuk sektor pekerja kasar dan teknologi yang masih paceklik oleh warga lokal di suatu negara, memaksa negara-negara seperti Jepang, Perancis, Kanada, Jerman, Australia, dan Belanda mengimpor tenaga kerja dari negara lain yang populasinya sangat besar seperti India, Bangladesh, Thailand, Philipina, dan Indonesia.Â
Masuknya imigran dalam suatu negara, secara tidak langsung menyebabkan pola perilaku yang dibawa dari budaya asal ke negara tujuan akan menjadi permasalahan sosial bagi kerukunan warga. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa, masyarakat Jepang sangat menaati aturan dan hidup teratur.Â
Sementara masyarakat India memiliki budaya komunal yang unik. Demikian pula masyarakat dari negara kita. Tentu saja, masyarakat yang sudah siap bekerja di negara lain harus beradaptasi dan mematuhi segala kebijakan yang ada.Â
Tetapi, masih banyak masyarakat yang membawa kebiasaan unik ke negara lain sehingga terbentuklah istilah rasisme di negara tersebut. Permasalahan ini memecah ketenteraman masyarakat negara tadi, akhirnya pecahlah unjuk rasa anti imigran.Â
Selanjutnya, akar masalah lain yaitu masalah sosial ekonomi. Pada 2025 ini, daya beli masyarakat dunia sedang diuji. Kita semua melihat bagaimana grafik saham dunia yang bergejolak.Â
Banyak taipan ramai-ramai menjual sahamnya untuk antisipasi gejolak ekonomi. Mereka ingin bermain aman. Apalagi banyak negara sedang dilanda kesulitan daya beli oleh masyarakatnya.Â
Kebijakan ekonomi yang fokus pada penarikan pajak sebesar-besarnya, seperti Amerika yang menaikkan pajak sangat tinggi untuk biaya masuk impor barang dari Tiongkok.Â
Negara kita mengalami hal yang sama, Menteri keuangan sebelumnya mengeluarkan kebijakan kenaikan pajak dari segala sektor mulai dari PPN, pajak penghasilan, toko online, hingga perumahan. Padahal masyarakat sedang mengalami kesulitan daya beli. Pemerintah fokus menaikkan pajak.Â
Secara logika, penghasilan yang sudah dipotong dengan pajak tinggi, pajak properti naik, dan sebagainya, otomatis membuat masyarakat semakin sulit.Â
Belum lagi, pajak barang industri juga naik, sehingga banyak perusahaan gulung tikar, imbasnya PHK dimana-mana. Kalau sudah begini, masyarakat banyak menganggur. Yang baru lulus sekolah dan kuliah bingung mencari kerja.Â
Surplus orang produktif, tetapi industri sedang lemas karena pajak dan tidak ada produksi karena barang-barang yang sudah diproduksi sebelumnya tidak laku terjual. Ya itu, masyarakat tidak mampu membeli.Â
Masyarakat juga bermain aman. Mereka lebih menahan belanja. Saat ini masyarakat cenderung menghimpun dana darurat untuk keamanan ke depannya.Â
Kemudian, mereka yang masih bekerja di perusahaannya sekarang memilih bertahan. Mau pindah kerja sulit karena lapangan kerja sedang dilanda krisis. Kembali lagi karena demand rendah sehingga produksi menurun yang ditandai dengan mesin produksi yang tidak berdengung.Â
Masyarakat yang masih dicekik kebijakan pajak dan bertahan dalam hidup yang serba sulit, DPR malah menaikkan tunjangan untuk rumah tinggal dan pritilan lainnya. Keadaan ini membuat gelombang amukan masyarakat mulai dari mahasiswa hingga kaum buruh.Â
Demikianlah demo besar yang telah terjadi. Setelah babak demo berakhir, pemenuhan tuntutan 17+8 masih ditunggu oleh masyarakat. Kita akan terus menanti hingga semuanya terang kembali.
Sambil menunggu, ada kabar baik. Sidang PBB baru-baru ini memutuskan bahwa Palestina adalah negara. Palestina yang dijajah Israel sejak lama diakui kemerdekaannya oleh 140 negara yang tergabung dalam PBB. Bahkan Inggris telah membuat peta Negara Palestina. Semoga 10 negara lain termasuk Amerika dan Israel menyerah atas keangkuhannya yang tidak pro kemerdekaan Palestina.Â
Guyuran bom yang diselancarkan Israel dan berlangsung hingga hari ini telah diakui PBB sebagai tindakan genosida . Otomatis Israel terancam sebagai Negara yang tidak diakui PBB. Maka dari itu, kita menanti kemerdekaan Palestina.Â
Kita juga mendengar kabar bahwa para konglomerat Tiongkok yang bermukim di Singapura, ramai-ramai meninggalkan negara tersebut. Kenaikan pajak yang memberatkan keuangan para taipan membuat mereka berpindah ke negara lain.Â
Ternyata, pajak tidak hanya mencekik masyarakat biasa, namun orang kaya juga merasa berat. Ibaratnya, sudah kerja keras hasilnya dipangkas untuk negara. Pajak penghasilan yang tinggi tentu sulit bagi masyarakat.
Tidak terasa 3 bulan lebih lagi 2025 akan berakhir. Bulan depan pasti penuh kejutan. Bulan ini saja harga emas naik menjadi RP. 2,1 jt/ gram. Kenaikan harga emas mengukir senyum pada masyarakat yang berinvestasi pada kepingan dan perhiasan emas.Â
Lonjakan ini mengagetkan kita. Pasti agak sedih bagi kita yang tidak pernah terpikir untuk investasi emas. Ya sudahlah. Tidak perlu terlalu gusar akan hal duniawi.
Selama hidup, kita sudah tahu bahwa kehidupana memang tidak selalu ramah. Bagaimanapun kita tinggal di negara yang indah dengan ribuan pulau.Â
Masyarakat kita sangat mencintai kerukunan. Apalagi budaya gotong royong melekat pada seluruh masyarakat Indonesia. Kalau pindah bekerja ke negara lain, kita pasti rindu dengan keluarga, sahabat, dan orang-orang di negara kita yang ramah. Apalagi makanan khas negara kita enaknya tiada tanding.Â
Kalau mau diadu, saya yakin segala hal Indonesia pemenangnya. Mulai dari alam, budaya, adat istiadat, makanan hingga senyum kita. Hanya saja, kita harus sabar menghadapi 2025 ini dengan sebaik mungkin. Waras dan sehat. Sehat fisik dan mental.Â
Dan bersama keluarga kita bisa menghadapi apapun. Bagaimana getirnya kebijakan dan kesulitan hidup di era ini.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI