Mohon tunggu...
Firmino Botan
Firmino Botan Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba dengan harapan. Dan berharap untuk terus mencoba

Kesuksesan bukan hanya milik orang-orang yang pintar, melainkan juga milik mereka yang tekun

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menjadi Pribadi yang Otentik: Kesadaran dan Tanggung Jawab

11 Mei 2023   20:47 Diperbarui: 11 Mei 2023   20:52 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kesehatan Sartre mulai menurun ketika Sartre berusia 70 tahun. Sartre merasa kakinya sangat sakit jika digunakan untuk berjalan dengan jarak lebih dari satu kilometer, di samping itu mata Sartre sudah mulai kabur hingga hampir buta. Pada 15 April 1980, di usia yang ke-74, Sartre meninggal dunia setelah sempat dirawat dirumah sakit selama satu bulan.[vi] 

B. Kesadaran dan tanggung jawab

 Kesadaran merupakan hal fundamental yang ada pada manusia sebagai makhluk yang bereksistensi sekaligus co-eksistensi (ber-ada bersamaan dengan ada yang lain). Kata kesadaran dalam bahasa latin adalah Conscientia. Istilah ini memiliki arti yang menarik, sebab ia dibentuk dari dua kata "cum" (dengan) dan "scientia" (tahu, pengetahuan). Jadi, kesadaran boleh dikatakan sebagai "dengan penge(tahu)an".[vii] Di samping itu, kesadaran juga diartikan sebagai pengalaman akan hal-hal dan kegiatan-kegiatan dari kesadaran seseorang seperti pencerapan, representasi, pikiran, perasaan, emosi, dan hasrat. Atau kemampuan untuk melihat dirinya sendiri dan menjadi objektif tentang dirinya sendiri.[viii] Pengertian ini sebenarnya dalam bingkai mencapai pemahaman yang utuh untuk mengenal diri sendiri secara baik dan mendalam (dalam kesadaran). Oleh karena itu, permenungan rasionalitas Cartesian, khususnya Descartes yang menegaskan "Cogito Ergo Sum "Saya berpikir maka saya ada", dibalik secara ekstrem oleh kaum eksistensialis dengan pernyataan: "Saya ada, maka saya berpikir".[ix] Fokusnya bukan lagi apa yang dipikirkan, melainkan siapa yang memikirkan. Penekanannya terhadap subyek yang ada (ber-eksistensi) dalam kesadarannya.

 Pengakuan atas 'keberadaan' manusia sebagai subyek yang bereksistensi terletak pada kesadaran yang langsung dan subyektif, yang tidak dapat dimuat dalam sistem atau dalam suatu abstraksi. Tidak ada pengetahuan yang terpisah dari subyek yang mengetahui. Maka, kelompok eksistensialis membedakan antara eksistensi dan esensi. Sementara  Sartre dengan lebih tegas menyatakan bahwa "eksistensi mendahulai esensi"(L'existence prcde l'essence). Eksistensi menekankan bahwa segala sesuatu itu ada (memiliki aktualitas). Sementara esensi menekankan apa-an sesuatu (apa sebenarnya sesuatu itu sesuai dengan kodrat inherenya).[x] Singkatnya, pernyataan Sartre ini lebih menegaskan subyektivitas manusia yang sadar akan keberadaan dirinya. Atau lebih mudahnya, manusia akan memiliki dan memahami esensi jika ia telah eksis.

 Dalam bukunya Eksistensialism is Humanism (Eksistensi adalah Humanis), di situ Sartre mempertentangkan ide yang berlaku sejak dahulu mulai dari Plato dan terutama Kristianisme yang mengatakan "esensi mendahului eksistensi". Jalan pikir ini menurut Sartre, dilandaskan pada konsep atau bayangan Tuhan sebagai pengrajin. Mirip dengan pandai besi. Sebelum ia menciptakan sabit, pertama-tama ada "ide sabit" (esensi) di kepalanya. Setelah itu barulah ia bekerja dan menghasilkan sabit yang ril (eksistensi). Keberatan dari Sartre adalah bila manusia bukan ciptaan Tuhan, berarti tidak ada esensi apapun yang mendahuli eksistensinya. Dalam bahasa yang lebih sulit, karena ada manusia tanpa esensi, maka adanya bersifat kontingen (tidak mutlak).  Maka sifat dasar ada manusia adalah kebebasan total.[xi]

 Dengan pemahaman Sartre di atas, dapat dipahami bagaimana eksistensialisme membuat sebuah tesis yang penting yakni, "tidak ada yang namanya kodrat manusia, tidak ada sesuatu yang mengawang-awang bernama esensi yang darinya bisa ditarik tujuan hidup manusia. Karena di mata Sartre, manusia adalah makhluk yang ada-nya untuk meledakan sejenis kategori dan defenisi yang selama ini memenjarakannya. Harkat terdalam manusia adalah fakta bahwa ia ada. Hal ini mau membedakan manusia dari binatang dan benda mati lainya, ada-nya manusia ditandai oleh kebebasannya.[xii] Kaum eksistensial berusaha menemukan kebebasan dengan menunjukkan suatu fakta, bahwa benda-benda (obyek) tidak mempunyai makna tanpa keterlibatan pengalaman manusia. Manusia merupakan titik pusat dari segala relasi, sebagai subyek dengan pengalamannya. 

 Dengan demikian, kebebasan adalah inti pokok manusia. Manusia yang bebas selalu menciptakan dirinya. Manusia yang bebas dapat mengatur, memilih dan dapat memberi makna pada realitas. Bagi manusia, eksistensi memiliki makna keterbukaan, berbeda dengan benda lain yang  keberadaannya sekaligus esensinya. Dalam kata-kata Sartre "man is nothing else but what he makes of himself (Manusia tidak lain adalah apa yang ia hasilkan dari dirinya sendiri.).  Inilah asas esensial dalam filsafat eksistensialisme, yang disebut oleh Sartre sebagai 'subjektivitas'. Eksistensi manusia selalu memiliki kebebasan sejauh tindakannya mendatangkan manfaat atau berguna bagi eksistensi hidupnya. Manusia harus selalu siap bereskistensi dan mengisi nilai sendiri bagi eksistensi hidupnya. Di samping itu, manusia juga harus sadar, bahwa kematian setiap saat siap merenggut eksistensi hidupnya.

 Lebih lanjut, di sisi lain manusia secara individual mempunyai kebebasan untuk mencipta dan memeberi makna kepada keberadaannya dengan merealisasikan kemungkinan-kemungkinan yang ada dengan merancang dirinya sendiri. Namun, harus disadari bahwa, ia tidak bisa sendirian, atau tidak bisa dilakukan perseorangan saja, tetapi harus berlangsung dalam konteks intersubyektivitas, yaitu bersama dengan yang lain. Dalam bukunya Being and Nothingness, Sartre menemukan bahwa orang lain merupakan syarat untuk eksistensinya sendiri.[xiii] Dengan kata lain, aku semakin menyadari keberadaanku berkat ada-keberadaan yang lain (eksistensi sekaligus co-eksistensi). Maka dalam konteks ini, Sartre berusaha membuat suatu aturan moral. Sebab, setiap orang terikat dalam relasi dengan orang lain, maka kebebasannya sebagai manusia harus memperhitungkan juga kebebasan orang lain. Atau dengan kata lain, kebebasan seseorang selalu dibatasi oleh kebebsan orang lain. Kebebasan adalah ketidak-bebasan. 

 Tetapi, menurut Sartre, hakikat setiap relasi antar manusia ternyata adalah konflik. Dimana orang lain membuat saya menjadi obyek atau 'saya' meng-obyek-kan orang lain. Saya mengobyekan orang lain, dan orang lain mengobyekan saya. Yang terjadi kemudian adalah konflik dan keterasingan. Barangkali konsep yang sangat radikal 'aku' dan 'engkau' sesungguhnya merupakan satu konflik, karena 'aku' akan selalu menjadi subyek yang meng'engkau'kan (mengobyekkan) orang lain.

 Namun, bagi Sartre, manusia yang sadar adalah manusia yang bertanggung jawab. Bila manusia bertanggung jawab atas dirinya sendiri, itu bukan berarti bahwa ia hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri, tetapi juga pada semua manusia yang lain. Pendapat Sartre tentang eksistensi manusia bukan sekedar hendak menjelaskan situasi keberadaan manusia di tengah manusia. Lebih dari itu, Sartre hendak menjelaskan tanggung jawab yang seharusnya dipikul oleh semua manusia sebagai manusia. Sebab eksistensi manusia menunjukkan kesadaran manusia, terutama pada dirinya sendiri bahwa ia berhadapan dengan dunia dan sesama yang lain. Dari konsep ini muncullah ciri hakikat keberadaan manusia. Sartre menyatakan, bila manusia menyadari dirinya berhadapan dengan sesuatu, menyadari bahwa telah memilih untuk berada, pada waktu itu juga ia telah bertanggung jawab untuk memutuskan bagi dirinya dan bagi keseluruhan manusia. Atau dengan kata lain, nilai manusia adalah ketika ia berpartisipasi dalam kemanusiaan universal.

 C. Catatan Kritis dan Relevansi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun