Prolog
Di tengah tuntutan keterbukaan informasi dan akuntabilitas publik, laporan posisi keuangan menjadi elemen sentral dalam mengukur kinerja serta kondisi finansial suatu entitas bisnis. Sayangnya, laporan ini tidak luput dari praktik manipulatif yang merugikan berbagai pihak. Kecurangan (fraud) dalam laporan posisi keuangan sering terjadi melalui penyajian yang tidak wajar pada akun-aset, liabilitas, maupun ekuitas. Hal ini tidak hanya mengaburkan kondisi riil perusahaan, tetapi juga merusak kepercayaan investor, kreditor, hingga regulator (Pratiwi & Islahudin, 2021). Tekanan untuk memenuhi ekspektasi pasar, menjaga nilai saham, dan mempertahankan reputasi bisnis menjadi pendorong utama manajemen melakukan penyimpangan. Menurut Rismawati dan Fitriani (2020), praktik kecurangan semakin sulit dideteksi karena dilakukan secara sistematis dan melibatkan aktor internal dengan wewenang signifikan dalam penyusunan laporan keuangan.
Fraud pada komponen aset sering terjadi dalam bentuk penggelembungan nilai piutang, pencatatan persediaan fiktif, maupun kapitalisasi biaya yang tidak semestinya. Sementara itu, pada liabilitas, praktik umum berupa penyembunyian utang atau pemindahan kewajiban ke entitas lain untuk memperkecil rasio beban. Bahkan pada bagian ekuitas, fraud bisa dilakukan melalui rekayasa laba ditahan dan penerbitan saham fiktif untuk memperlihatkan struktur permodalan yang seolah stabil (Khairina & Purba, 2023). Studi oleh Sari dan Fadilah (2022) juga menunjukkan bahwa lemahnya pengendalian internal serta kurangnya independensi auditor memberikan celah besar bagi terjadinya fraud, terutama pada akun-akun strategis dalam laporan posisi keuangan. Oleh karena itu, penting untuk menelaah secara mendalam bagaimana kecurangan ini dilakukan, apa motifnya, serta bagaimana dampaknya terhadap integritas pelaporan keuangan secara keseluruhan (Handayani & Wibowo, 2023).
Â
1. Fraud dalam Aset
Aset merupakan indikator utama kekayaan dan kekuatan operasional suatu entitas. Oleh sebab itu, aset sering menjadi target utama praktik manipulatif dalam laporan posisi keuangan. Modus fraud yang umum terjadi antara lain berupa penggelembungan nilai persediaan, pencatatan aset tetap fiktif, dan pengakuan piutang yang tidak tertagih. Penggelembungan persediaan, misalnya, bertujuan untuk menciptakan ilusi produktivitas dan kapasitas produksi yang tinggi. Sementara itu, pencatatan piutang tidak tertagih bertujuan untuk memperbesar jumlah aset lancar agar rasio keuangan tampak sehat di mata investor dan kreditor.
Khairina dan Purba (2023) menjelaskan bahwa "praktik fraud pada aset kerap kali menggunakan skema kreatif akuntansi, di mana perusahaan melakukan kapitalisasi biaya operasional ke dalam aset tetap untuk meningkatkan nilai aset dan menurunkan beban periode berjalan" (hlm. 24). Hal ini berimplikasi pada laba bersih yang tampak tinggi dan citra perusahaan yang tampaknya efisien, padahal sebenarnya tidak. Praktik ini juga sering dilakukan pada laporan interim seperti laporan kuartalan, di mana tekanan pasar terhadap performa perusahaan sangat tinggi.
Selain itu, lemahnya pengawasan terhadap aset nonfisik seperti hak paten, goodwill, atau software sering dimanfaatkan oleh manajemen untuk melaporkan nilai aset yang tidak realistis. Menurut Sari dan Fadilah (2022), dalam banyak kasus fraud, aset tidak berwujud menjadi ruang abu-abu karena pengukurannya sangat subjektif dan tidak selalu berbasis transaksi ekonomi riil. Oleh karena itu, fraud pada aset bukan hanya persoalan pencatatan teknis, tetapi juga menyangkut moralitas pelaku dan kelemahan sistem kontrol perusahaan.
2. Fraud dalam Liabilitas
Jika fraud pada aset bertujuan memperbesar kekayaan, maka fraud pada liabilitas umumnya bertujuan menyamarkan beban atau kewajiban keuangan perusahaan agar tidak terlihat membebani. Perusahaan sering kali menunda pencatatan utang, memindahkan kewajiban kepada entitas lain, atau bahkan menghapus utang secara sepihak dari laporan keuangan. Teknik ini dapat memperbaiki rasio utang terhadap ekuitas (debt-to-equity ratio), membuat perusahaan tampak lebih stabil secara finansial.
Handayani dan Wibowo (2023) menegaskan bahwa salah satu bentuk fraud liabilitas adalah penggunaan entitas khusus (special purpose entities) untuk menyembunyikan kewajiban. Dengan menyusun skema transaksi yang kompleks dan menggunakan entitas anak yang tidak dikonsolidasikan secara benar, manajemen dapat "menyimpan" kewajiban di luar neraca utama. Dalam studi mereka, ditemukan bahwa fraud semacam ini sulit dideteksi tanpa audit investigatif karena tidak semua transaksi dicatat secara eksplisit dalam laporan publik (hlm. 61).
Rismawati dan Fitriani (2020) juga mencatat bahwa keterbatasan auditor dalam mengakses data transaksi non-konvensional, seperti utang barter, utang derivatif, atau utang antar afiliasi, menyebabkan banyak kasus fraud tidak terdeteksi hingga perusahaan mengalami krisis likuiditas. Mereka menyatakan bahwa "tingkat kompleksitas transaksi utang modern saat ini sangat tinggi dan membutuhkan pendekatan audit berbasis risiko untuk mengidentifikasi potensi fraud" (hlm. 50). Dengan demikian, liabilitas merupakan area yang rawan disalahgunakan, terutama ketika akuntabilitas internal lemah dan struktur perusahaan terlalu kompleks.
3. Fraud dalam Ekuitas
Ekuitas merupakan representasi klaim pemilik atas kekayaan bersih perusahaan, dan sekaligus menjadi indikator utama dalam menilai stabilitas modal suatu entitas. Oleh karena itu, fraud pada ekuitas memiliki dampak jangka panjang yang signifikan, terutama terhadap keputusan investasi dan nilai pasar saham. Salah satu bentuk fraud pada akun ini adalah rekayasa saldo laba ditahan melalui manipulasi laporan laba rugi, seperti pengakuan pendapatan fiktif atau penundaan beban.
Menurut Khairina dan Purba (2023), fraud dalam ekuitas sering dikombinasikan dengan fraud dalam aset dan liabilitas untuk membentuk ilusi keuangan yang komprehensif. Mereka menulis, "perusahaan sering memalsukan laba agar ekuitas naik, lalu menggunakan ekuitas tersebut untuk meningkatkan nilai saham dan memperkuat posisi negosiasi terhadap investor" (hlm. 27). Hal ini sangat membahayakan, karena menciptakan siklus manipulasi yang terus berulang dari periode ke periode.
Lebih jauh, Handayani dan Wibowo (2023) mengungkapkan bahwa ada perusahaan yang menerbitkan saham baru tanpa dasar ekonomi riil, hanya untuk menambah modal fiktif. Dalam kasus tertentu, ekuitas juga direkayasa melalui teknik revaluasi aset, di mana nilai aset ditingkatkan untuk menghasilkan surplus revaluasi yang masuk ke dalam ekuitas. "Jika revaluasi tidak didasarkan pada penilaian independen dan transparan, maka itu dapat menjadi celah baru untuk fraud," kata mereka (hlm. 63). Akibatnya, pengguna laporan keuangan menerima informasi yang salah, dan pasar menjadi tidak efisien dalam menilai risiko dan nilai perusahaan.
Epilog
Singkatnya, kecurangan dalam laporan posisi keuangan baik pada aset, liabilitas, maupun ekuitas bukan sekadar persoalan teknis akuntansi, tetapi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap integritas bisnis dan kepercayaan publik. Di tengah meningkatnya kompleksitas transaksi keuangan, fraud kian sulit terdeteksi jika tidak disertai dengan sistem pengendalian internal yang kuat dan audit yang independen. Maka, sudah saatnya perusahaan tidak hanya mengejar pencitraan keuangan yang indah di atas kertas, tetapi juga berkomitmen pada transparansi dan akuntabilitas nyata. Karena di balik angka-angka yang dimanipulasi, tersimpan risiko besar bagi keberlanjutan usaha dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Bibliografi
Handayani, S. M., & Wibowo, A. (2023). Analysis of Financial Statement Fraud Based on Fraud Diamond. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia (JRAKSI), 8(1), 55--67.
https://journal.perbanas.ac.id/index.php/jraksi/article/view/3573
Khairina, M., & Purba, S. (2023). Analisis Fraud pada Laporan Keuangan dengan Perspektif Fraud Triangle. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Keuangan (JIAKu), 12(1), 19--30.
https://journal.stkippgritulungagung.ac.id/index.php/jiaku/article/view/1086
Pratiwi, R., & Islahudin, M. (2021). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Financial Statement Fraud (Studi pada Perusahaan Manufaktur). Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, dan Akuntansi), 5(3), 1070--1081.
https://jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/mea/article/view/1311
Rismawati, I., & Fitriani, E. (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kecurangan Laporan Keuangan dengan Pendekatan Fraud Diamond. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 9(2), 45--54. https://jurnal.umt.ac.id/index.php/jak/article/view/2269
Sari, D. P., & Fadilah, F. (2022). Pengaruh Sistem Pengendalian Internal terhadap Pencegahan Kecurangan Laporan Keuangan. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Ekonomi, 17(2), 97--105.
https://jurnal.um-palembang.ac.id/akunek/article/view/7151
Kelompok 3Â
Amar Reza Rafsanjani 11220150000031
Firman Fazly 11220150000065
Syifa Marhamah 11220150000109
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI