Mohon tunggu...
Raden Firkan Maulana
Raden Firkan Maulana Mohon Tunggu... Pembelajar kehidupan

Menulis untuk Kehidupan yang Lebih Baik

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ujung Kulon, Bukan Ujung Kehidupan Badak Jawa

24 September 2025   14:20 Diperbarui: 24 September 2025   14:20 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap tanggal 22 September, selalu diperingati sebagai Hari Badak Sedunia (World Rhino Day). Badak adalah salah satu hewan mamalia purba yang masih bertahan hidup di muka bumi hingga kini. Badak sudah ada sejak 50 juta tahun lalu.

Indonesia mesti berbangga dikarenakan dari 5 spesies jenis badak di dunia yang masih tersisa, terdapat 2 spesis badak di Indonesia, yaitu Badak Jawa (Rhinocerosu sundaicus) dan Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis).

Dan kini di Pulau Kalimantan pun telah ditemukan badak juga yang merupakan sub-spesies Badak Sumatera (Sumber: Tropical Forest Conservation Act Kalimantan-TFCA Kalimantan, 2025). Badak Kalimantan ini mempunyai nama ilmiah (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni). Namun Badak Kalimantan ini ukurannya lebih kecil dari Badak Sumatera.

Sejak tahun 1978, badak dikategorikan sebagai spesies terancam punah (critically endangered) dalam Red List Data Book yang dirilis oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Badak mendapat prioritas utama untuk dikonservasi dari ancaman kepunahan, termasuk Badak Jawa.

Di dalam Apendiks I - Convention on International Trade in Endagered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), Badak Jawa terdaftar sebagai jenis hewan yang jumlahnya sangat sedikit di alam dan dikhawatirkan akan punah. Pemerintah Indonesia pun melindungi keberadaan Badak Jawa ini melalui Peraturan Pemerintah No.P 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi yang Terancam Eksitensinya.

Badak adalah hewan yang paling terancam kehidupannya saat ini. Populasinya di muka bumi ini terus menurun. Badak terancam punah. Badak Jawa adalah badak yang paling langka di antara 5 spesies badak di dunia ini dan dikhawatirkan punah.

Pada saat ini, rumah Badak Jawa itu berada di Ujung Kulon, sebuah Taman Nasional di ujung barat Pulau Jawa. Sejak tahun 1930-an, populasi Badak Jawa ini terkonsentrasi di Ujung Kulon (Sumber: Yayasan Badak Indonesia, 2025).

Di Ujung Kulon, yang merupakan hutan hujan tropis dataran rendah, Badak Jawa tersebar di bagian selatan Semenanjung Ujung Kulon. Mereka berkeliaran di areal daerah-daerah aliran sungai seperti Cibandawoh, Cikeusik, Citadahan dan Cibunar.

Berdasarkan data terbaru dari Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK), terdapat sekitar 80 hingga 100 ekor jumlah Badak Jawa di Ujung Kulon. Dari jumlah tersebut, termasuk 3 anak badak yang teridentifikasi pada 20 April 2025 lalu oleh Tim Ujung Kulon Patrol saat menemukan jejak tapak kaki anak badak.

Badak Jawa, Si Pemalu Bercula Satu
Badak Jawa ini ukuran tubuhnya lebih besar dari Badak Sumatera. Badak Jawa ini dikenal dengan Badak Bercula Satu. Cula hanya tumbuh di badak jantan dengan ukuran panjang rata-rata 20 - 25 cm bahkan hingga 30 cm. Terkadang ditemukan cula pada badak betina desa walau sebesar kepalan tangan.

Badak Jawa ini mempunyai ciri unik berupa kulit tebal berwarna abu-abu dengan lipatan-lipatan besar, sehingga selintas mirip baju zirah (baju baja). Lipatannya itu ada tiga, yang melintang di punggungnya yaitu lipatan kulit pada bagian bawah leher, lipatan dengan bahu di atas punggung dengan membentuk sadel (pelana) serta lipatan di bagian dekat pangkal ekor dan bagian atas kaki belakang.

Badak Jawa di Sungai Cigentur (Sumber: Stephen Belcher - WWF)
Badak Jawa di Sungai Cigentur (Sumber: Stephen Belcher - WWF)
Tubuh Badak Jawa  mempunyai berat sekitar 1000 hingga 2.300 kg. Tinggi tubuhnya sekitar 1,2 hingga 1,7 meter dan panjang tubuhnya antara 2 sampai 4 meter. Ukuran tubuh badak betina itu bahkan lebih besar dari badak jantan.  

Ciri fisik Badak Jawa ini bisa dililhat berupa matanya kecil dengan lipatan kulit, lubang hidung yang dapat ditutup, rambut hanya terdapat pada daun telinga, kelopak mata dan ujung ekor. Bibir atasnya mirip seperti jari ( panjang melancip untuk mengambil daun dan ranting). Setiap kakinya memiliki tiga kuku.

Badak Jawa mempunyai indera pendengaran dan penciuman yang tajam, tetapi indera penglihatannya tidak bagus. Badak tidak bisa melihat jauh, sehingga kesulitan mendeteksi bahaya yang berada di dekatnya. Selain itu, mata badak pun buta warna.

Oleh karena itu, untuk mengamati situasi lingkungan sekitarnya, Badak Jawa ini mengandalkan hidung dan telinganya. Mereka sangat sensitif terhadap suara. Jika suara yang didengarnya bernada ancaman, secara naluri Badak Jawa ini akan menyerang.

Namun Badak Jawa ini dikenal sebagai hewan pemalu. Dia hidup menyendiri. Badak baru berkumpul dengan pasangannya saat memasuki masa berkembang biak dan saat mengasuh anak.

Badak Jawa ini senang berada di area hutan hujan tropis dataran rendah Ujung Kulon di areal dekat daerah aliran sungai dan rawa-rawa untuk berkubang. Badak Jawa ini menyukai kondisi lingkungan hutan dengan pohon-pohon yang rimbun, daerah hutan dengan semak belukar dan pohon perdu yang rapat.

Badak Jawa kurang senang berada di tempat terbuka, khususnya di siang hari. Badak Jawa senang menghabiskan hari-harinya di areal hutan yang lebat. Mereka memakan berbagai jenis tumbuhan berupa ranting, kulit kayu, pucuk-pucuk daun dan tunas muda.

Diambang Kepunahan
Berdasarkan laman resmi Kementerian Kehutanan (Desember 2024), Badak Jawa diduga telah ada sejak zaman Pleistosen (2 juta tahun lalu). Badak Jawa ini mempunyai akar evolusi di Eurasia dan Afrika. Badak Jawa ini berkerabat dekat dengan Badak India (Rhinoceros unicornis).

Persebaran Badak Jawa ini mempunyai wilyah persebaran yang luas, mulai dari India Timur, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam hingga Jawa. Namun spesies Badak Jawa di negara-negara tersebut telah punah. Terakhir di Vietnam, terlihat tahun 2010 lalu.

Kini, Badak Jawa yang tersisa hanya terdapat di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) sebagai tempat hidup habitat alami mereka. Dengan luas 105.694,46 hektar, TNUK menjadi warisan dunia sebagai habitat Badak Jawa di muka  bumi ini.

Berkurangnya populasi badak secara drastis (juga Badak Jawa) dikarenakan hilangnya habitat alami badak akibat tekanan manusia berupa pembukaan hutan untuk perkebunan dan pertanian. Konon, tekanan ini dipicu oleh adanya kolonialisme ke berbagai belahan bumi.

Selain itu, badak banyak diburu secara ilegal. Cula badak menjadi incaran para pemburu liar. Cula badak dipercaya mempunyai khasiat obat. Cula badak juga menjadi simbol status sosial di etnis-etnis masyarakat teretentu.

Tentu saja, hal ini membuat nilai ekonomi badak menjadi tinggi. Ironisnya, perburuan masih terjadi hingga saat ini. Contohnya, para pemburu liar di TNUK telah ditangkap  tahun 2024 lalu dan dijatuhi vonis pada Februari 2025 lalu dengan vonis 12 tahun penjara.

Para pemburu tersebut telah membunuh 26 Badak Jawa dengan senjata api rakitan. Para pemburu liar tersebut berjumlah 14 orang yang terdiri atas dua kelompok pemburu (Kompas.id, 13 Juni 2024).

Selain perburuan liar, ancaman utama kepunahan Badak Jawa ini adalah populasi yang sangat kecil sehingga menyebabkan rendahnya keragaman genetik sebagai akibat peningkatan perkawinan sedarah. Kondisi ini dapat mengancam kelangsungan kelestarian spesies Badak Jawa ini.

Perkawinan sedarah (inbreeding) ini bisa menimbulkan penurunan kualitas genetik berupa cacat fisik, misalnya seperti kuping teriris, ekor bengkok dan sebagainya. Hal ini bisa meningkatkan resiko kepunahan karena keturunan Badak Jawa akan lemah dan kurang mampu bertahan hidup.

Di sisi lain, hal ini bertambah rumit dengan sifat alami bawaan badak yaitu jarak melahirkan bayi itu hanya satu kali dalam kurun waktu 5 tahun. Itu pun jumlah anak badak yang dilahirkan hanya satu ekor dengan masa kehamilan selama 16 bulan. Dengan tingkat reproduksi yang lamban ini,  pertumbuhan populasi Badak Jawa ini tidak pesat.

Karena sifatnya yang soliter, kadang badak jantan dan badak betina ini sukar bertemu untuk kawin. Jadi, bisa dibayangkan betapa susahnya badak ini beranak pinak. Wajar saja populasi Badak Jawa ini sedikit dan diambang kepunahan.

Badak Jawa sedang berkubang (Sumber: Busschel)
Badak Jawa sedang berkubang (Sumber: Busschel)
Menyelamatkan dari Kepunahan
Upaya agar Badak Jawa tidak punah dilakukan melalui perlindungan  dan penjagaan habitat secara langsung melalui patroli rutin untuk menjaga kawasan hutan TNUK. Dan baru saja di Agustus 2025 lalu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan menjalankan program translokasi Badak Jawa dari habitat liarnya di TNUK ke kawasan khusus konservasi yang lebih terkendali dan lebih aman di dalam TNUK.

Kawasan khusus itu dinamai Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA). JRSCA masih berupa habitat alami Badak Jawa dan dikelola dengan dibuatkan pagar. Tujuannya untuk pengembangbiakkan Badak Jawa sehingga mudah terkontrol, terpantau dan lebih aman.

Tujuan pengembangbiakkan ini agar Badak Jawa bisa mempunyai keturunan yang secara genetik bukan dari percampuran darah sejenis. Dalam lokasi JRSCA, lokasi penempatan badak jantan dan badak betina tidak berjauhan sehingga lebih cepat bertemua untuk kawin. Hal ini mengingat sifat alami badak yang penyendiri.

JRSCA ini dikelola dengan luas 5.100 hektar di dalam kawasan TNUK. JRSCA ini difungsikan sebagai area habitat untuk membentuk populasi baru Badak Jawa yang lebih berkelanjutan secara genetis. Dengan adanya pagar pengaman, maka diharapkan peluang perkawinan alami Badak Jawa dapat ditingkatkan karena badak jantan dan badak betina tidak akan sulit bertemu untuk kawin.

Menariknya upaya translokasi itu tidak hanya sekedar memindahkan Badak Jawa belaka. Jauh sebelumnya sudah dilakukan tahap persiapan seperti survei populasi badak, pemetaan habitat hingga pembangunan fasilitas logistik.

Tak kalah pentingnya adalah pemilihan individu, yaitu seleksi badak jantan dan betina. Seleksi ini berdasarkan pada umur, kondisi kesehatan dan nilai genetik berdasarkan penelitian DNA selama lima tahun terakhir.

Tahap pemindahan Badak Jawa untuk pelepasan ke dalam area penangkaran (paddock) seluas 40 hektar di JRSCA merupakan titik paling penting untuk penelitian dalam rangkapengembangbiakkan  badak. Setelah dilepaskan, badak akan diawasi dan dipantau secara intensif melalui sistem pelacakan satelit dan kamera pengintai.

Semoga Badak Jawa yang berada di Taman Nasional Ujung Kulon, bisa berkembang biak dengan baik sehingga terhindar dari kepunahan. Ujung Kulon, boleh saja sebagai habitat rumah terakhir Badak Jawa. Tapi Ujung Kulon bukanlah ujung kehidupan Badak Jawa.

.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun