Mohon tunggu...
R Firkan Maulana
R Firkan Maulana Mohon Tunggu... Konsultan - Pembelajar kehidupan

| Penjelajah | Pemotret | Sedang belajar menulis | Penikmat alam bebas | email: sadakawani@gmail.com | http://www.instagram.com/firkanmaulana

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Berkurangnya Lahan Pertanian di Indonesia

14 Januari 2019   20:09 Diperbarui: 14 Januari 2019   20:31 10352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena konversi lahan pertanian secara teoritis dapat dijelaskan dalam konteks ekonomika lahan yang menempatkan lahan sebagai faktor produksi. Lahan sebagai komoditas strategis, mempunyai karakteristik yang khas, yaitu: (1) penyediannya bersifat permanen/tetap dan terbatas, (2) tidak ada biaya penyediaan, (3) lokasi yang pasti/tidak dapat dipindahkan, (4) bersifat unik yaitu tidak satu bidang tanah  yang punya nilai sama dan tidak terpengaruh oleh waktu. 

Karena persediaan lahan bersifat tetap sedangkan permintaanya terus bertambah, maka secara alamiah, sesuai karateristiknya, akan terjadi persaingan dalam penggunaan lahn untuk berbagai aktivitas (Dowall dan Leaf, 1990). Nilai lahan merupakan variabel ekonomi yang dipengaruhi oleh hukum permintaan dan penawaran. 

Adanya keterbatasan lahan yang tersedia di suatu wilayah akan menyebabkan nilai lahan di wilayah itu meningkat yang bisa menyebabkan tergangggunya keseimbangan antara nilai lahan dengan penggunaan lahan tertentu. Akibatnya, timbul keinginan dari pemilik lahan untuk mengubah penggunaan lahannya menjadi guna lahan yang sesuai dengan tingkat nilai harga lahannya. 

Harga lahan yang tinggi membuat para petani tergiur untuk melepas kepemilikan lahannya ke investor, sehingga akhirnya terjadi alih fungsi lahan.  Artinya, motif ekonomi menjadi penyebab utama dari alih fungsil lahan. Namun motif ekonomi itu sebetulnya didukung juga oleh tekanan politis melalui kebijakan yang dimunculkan oleh pemerintah pada waktu itu. Contohnya, tidak bisa dipungkiri bahwa nilai lahan di wilayah Pantura Jabar yang melejit tinggi karena dipengaruhi oleh adanya kebijakan dan peraturan seperi Keputusan Presiden (Keppres) No 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri dan Kebijakan Deregulasi Pakto-23 tahun 1993 tentang Kemudahan Proses izin Lokasi, yang telah menyebabkan lonjakan sangat pesat dalam permohonan izin lokasi untuk industri dan perumahan, yang akhirnya memicu pembangunan pendukungnya seperti infrastruktur dan lainnya.

Dampak yang ditimbulkan dari konversi lahan pertanian sawah tersebut makin mengkhawatirkan.  Yaitu menurunnya  produksi padi, meningkatkan ketergantungan pada pangan impor serta hilangnya investasi dalam pembangunan prasarana irigasi teknis. Pada gilirannya, konversi lahan pertanian ini berdampak sosial ekonomi pada rumah tangga pertanian. Yaitu hilangnya, kesempatan kerja bagi buruh tani, meningkatnya petani gurem serta penguasaan lahan pertanian yang makin sempit.Nilai tambah produksi yang lebih tinggi di sektor industri, mendorong sebagian petani penggarap atau buruh tani untuk beralih pekerjaan menjadi buruh pabrik. Dengan menjadi buruh pabrik, mereka mendapat jaminan pemasukan keuangan secara tetap.  

Konversi lahan pertanian telah semakin luas terjadi. Konversi ini merupakan hal yang tidakdapat dihindarkan. Walaupun demikian, proses konversi ini semestinya dapat dilaksanakan secara terencana dan terkendali dengan memperhatikan tanah sawah andalan yang harus dihindarkan dari proses konversi. Jika hal tersebut kurang diperhatikan, maka diperkirakan konversi lahan pertanian sawah dapat menimbulkan kerugian jangka panjang. Sehingga akan mengakibatkan penurunan produksi pangan, khususnya padi. Akibat lebih jauh adalah kita tidak akan mampu memenuhi teknanan permintaan pangan sehingga pemerintah harus melakukan terus impor pangan. Dampaknya pemerintah pun harus mengeluarkan anggaran yang lebih besar untuk pengadaan impor pangan impor.

Konversi lahan pertanian harus dikendalikan. Caranya, membuat rencana tata ruang yang mengakomodasi keberlanjutan lahan-lahan pertanian untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Rencana tata ruang itu mesti didukung peraturan baik di tingkat nasional dan daerah sebagai kebijakan yang sifatnya  lebih operasional untuk mencegah atau mengendalikan konversi lahan pertanian sawah. 

Dalam rencana tata ruang di tingkat nasional, provinsi, kabupaten dan kota harus dinyatakan secara tegas lahan-lahan yang termasuk di dalam kategori lahan pertanian pangan berkelanjutan yang tidak dapat dialihfungsikan ke penggunaan lain. Hal ini berarti, nantinya tidak akan ada rekomendasi alih fungsi atas lahan yang telah ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Selain itu yang lebih penting lagi adalah untuk mendukung tegaknya cita-cita lahan pertanian pangan berkelanjutan, maka masyarakat harus memberikan perhatian dan tekanan secara terorganisir kepada pemerintah. Karena sekarang ini betapa banyak kejadi, penguasa di tampuk pemerintahan sekarang ini yang telah menelikung kepercayaan masyarakat. Banyak terjadi para penguasa yang berselingkuh dengan para pengusahah hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan golongan politiknya. Bahkan yang harus diwaspadai juga adalah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan, bisa jadi hanya menguntungkan buat segelintir orang saja. Wallahu'alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun