Mohon tunggu...
Firdausiyahh
Firdausiyahh Mohon Tunggu... Konsultan - S1 PWK UNEJ, 19

191910501075

Selanjutnya

Tutup

Money

Pandemi, Utang Luar Negeri Indonesia Semakin Membengkak

17 Mei 2020   13:48 Diperbarui: 17 Mei 2020   14:02 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Program pembangunan yang terus digalakkan pemerintah pastilah tidak luput dari masalah pembiayaan pembangunannya. Pembiayaan pembangunan inilah yang menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam melakukan pembangunan infrastruktur. Salah satu sumber pembiayaan yang dapat mempercepat pembangunan infrastruktur adalah utang. Jika pembangunan yang ada hanya menunggu penerimaan Negara, maka waktu yang dibutuhkan untuk pembangunan akan semakin membutuhkan waktu yang lama. Nantinya juga apabila kebutuhan pemenuhan infrastruktur ini terus ditunda, maka seiring waktu akan mengalami kenaikan harga, sehingga untuk pemenuhan kebutuhan akan semakin tinggi pula. Maka selama ada yang memberikan pinjaman atau utang dengan bunga rendah dan Negara mampu mengembalikan pinjaman utang tersebut, rasanya tidak masalah. Lalu muncul stigma yang telah lama beredar di masyarakat yang beranggapan bahwa "Indonesia kaya akan sumber daya alam apa masih perlu untuk berutang?", "Kenapa tidak memanfaatkan kekayaan sumber daya alam saja dari pada harus berutang?". Dengan munculnya stigma seperti ini, menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum memahami betul mengenai kebijakan pemerintah mengenai utang Negara.
Untuk lebih memahami mengenai utang Negara, kita lihat dari pengertian utang Negara sendiri. Utang Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara merupakan jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat dan/ atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lain yang sah. Utang luar negeri atau dikenal dengan pinjaman luar negeri (Loan) adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Utang luar negeri juga dapat di definisikan sebagai utang penduduk Indonesia kepada bukan penduduk baik dalam valuta asing dan/ atau rupiah, termasuk di dalamnya pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. ULN Indonesia mencakup ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) dan sektor swasta dalam bentuk antara lain pinjaman (loan agreement), utang dagang (trade credit), surat utang (debt securities), kas dan simpanan (currency and deposits), dan kewajiban lainnya.
Covid-19 atau yang lebih dikenal dengan corona saat ini tengah menjadi sorotan seluruh dunia. Awal mula kasus corona ini berasal dari Kota Wuhan,Tiongkok. Namun karena penyebarannya yang cukup mudah, kini hampir seluruh dunia mengalami masalah corona ini. Pembiayaan  penanganan kasus covid-19 ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, serta dalam penyelesaianya berlarut-larut sehingga biaya yang dikeluarkan semakin besar pula. Pembiayaan yang besar inilah yang akan berpeotensi dalam meningkatakan utang Indonesia. Baik itu utang pemerintah, utang domestik, dan juga utang luar negeri. Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), utang luar negeri (ULN) Indonesia pada kuartal I 2020 mencapai USD 389,3 Miliar.  Utang luar negeri tersebut meningkat sebesar 0,5% berdasar year on year (yoy). Angka ULN tersebut terdiri dari utang sektor public yaitu pemerintah dan bank sentral sebesar USD 183,8 Miliar dan ULN sektor swasta yang didalamnya termasuk BUMN sebesar USD 205,5 Miliar. Walaupun utang luar negeri Indonesia masih bisa dibilang aman yakni berkisar 30%, namun pemerintah mengupayakan agar tidak sampai melampaui ambang batas berstandart nasional yaitu 60% dari PDB. Perkembangan ULN ini disebabkan oleh penurunan ULN public dan perlambatan prtumbuhan ULN swasta. Penurunan yang ada ini juga dipengaruhi oleh arus modal keluar dari pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Pembayaran SBN yang telah jatuh tempo.
Covid-19 ini sangat mengganggu aktivitas bisnis dan juga menyebabkan banyak pemutusan hubungan kerja (PHK). Serta semakin membuat buruk ekonomi yang juga berpengaruh pada sektor keuangan Negara. Untuk menyelesaikan masalah ini pemerintah Indonesia melebarkan devisit APBN 2020 melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Atau Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Dalam regulasi tersebut batasan devisit anggaran disebutkan dapat melampaui tiga persen dari Produk Domestik Bruto atau PDB selama masa penanganan pandemic ini. Relaksasi yang dilakukan pemrintah ini hanya berlaku selama tiga tahun. Setelah itu diharapkan ada disiplin fksal kembali maksimal 3 persen. Dampak dari adanya pandemic ini diperkirakan membuat relaksasi kebijakan pelebaran defisit dapat mencapai 5,07%. Penurunan kondisi ini diakibatkan sebagai dampak dari pandemic covid-19, hingga membuat pendapatan negara turun, sedangkan belanja Negara terus bertumbuh. Penerimaan pajak dan PNBP turuna kibat pelemahan ekonomi, dukungan insentif pajak, penurunan tariff PPh dan jatuhnya harga komoditas.
Selain itu untuk mendanai penanganan virus corona ini pemerintah juga menambah utang dari Bank Dunia atau World Bank. Utang tersebut disetujui sebesar USD 700 juta atau sekitar Rp 10,5 Triliun dengan kurs dollar Rp 15.000. utang ini rencananya akan digunakan untuk dana bantuan social atau bansos dan sektor keuangan.  Mentri Keuangan Ibu mengatakan bahwa stimulus yang dilakukan ini sifatnya broadbase, APBN mengcover kebutuhan kesehatan, bidang social dan bidang ekonomi yang semuanya mengalami dampak seperti domino efek, dimana kesehatan memukul social, sosila memukul ekonomi dan nantinya ekonomi pasti akan mempengaruhi sektor keuangan Negara, terutama keuangan bank dan bukan bank. Pemerintah juga menyadari betul bahwa dampak kerusakan akibat wabah covid-19 ini akan sangat masif kedepannya sehingga perlu kewaspadaan dan kehati-hatian dalam mengambil keputusan untuk membuat kebijakan, serta pengelolaan keuangan Negara untuk kedepannya.
Stimulus yang dilakukan pemerintah sebagai upaya dalam menangani kasus covid-19 ini memiliki empat resiko yang menarik untuk dibahas. Pertama, adanya resiko dominasi kepemilikan asing pada surat utang pemerintah, kedua, nilai tukar rupiah akan semakin melemah.dengan adanya kepemilikan asing yang mendominasi surat utang pemerintah akan meningkatkan resiko sudden capital outflow yang mendorong pelemahan nilai tukar rupiah. Ketiga, resiko crowding out yaitu fenomena yang terjadi akibat kebijakan fiscal yang menyebabkan suku bunga meningkat, sehingga mengurangi investasi. Keempat, resiko peningkatan utang luar negeri swasta. Jika pihak swasta kesulitan mencari sumber pembiayaan dari dalam negeri maka opsi utang luar negeri akan menjadi pilihan, terutama ketika suku bunga di luar negeri cenderung menurun.Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan pemerintah harus terus berkoordinasi dan juga memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam mengelolanya. Peran ULN ini juga harus terus dioptimalkan karena perannya sangat membantu dalam menyokong pembiayaan pembangunan terutama dalam masa pandemic seperti saat ini, dengan meminimalisasi resiko yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun