Kewarganegaraan merupakan suatu hal yang mendasar dan esensial yang diberikan negara kepada seorang individu atau kelompok sebagai warganya. Dengan diberikannya status kewarganegaraan yang sah, seseorang bukan hanya diakui sebagai bagian dari masyarakat politik negaranya, tetapi juga akan diberikan jaminan atas hak dan kewajiban tertentu yang dilindungi oleh undang-undang. Namun, kewarganegaraan dalam Hukum Tata Negara bukan hanya berbicara tentang status hukum. Seperti yang tercantum dalam Undang-undang No 12 Tahun 2006 Pasal 1 (3) bahwa "kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan dengan warga negara", itu berarti kewarganegaraan memiliki ruang lingkup yang lebih luas yang juga menyangkut peran warga negara dalam membangun kehidupan bernegara, dan dalam proses membangun kehidupan bernegara diperlukan juga budaya gotong-royong (mutual-aid) yang musti dilakukan oleh setiap warga negara dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda.
Namun, yang masih menjadi pertanyaan besar adalah sudah sejauh mana upaya pendidikan kewarganegaraan dalam memberikan pemahaman masyarakat akan peran mereka dalam proses membangun kehidupan bernegara?
Dalam hukum tata negara, kewarganegaraan diatur secara rinci dalam konstitusi dan undang-undang nasional. Untuk menentukan status kewarganegaraan seseorang, diberlakukanlah asas ius soli atau penetapan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas ius sanguinis atau penetapan kewarganegaraan berdasarkan keturunan. Lalu setiap warga negara yang sah secara hukum akan diberikan hak dan kewajiban yang terjamin serta dilindungi oleh negara. Ketentuan-ketentuan mengenai hak dan kewajiban seseorang dimuat secara eksplisit dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pasal-pasal yang dimuat dalam UUD 1945 bukanlah sekadar teks formalitas saja, melainkan sebuah refleksi akan nilai-nilai filosofis yang menjadi landasan fundamental terbentuknya negara Indonesia.
Tetapi, dalam praktik kehidupan bernegara saat ini, adanya ketimpangan bahkan penyimpangan dalam memahami dan mengimplementasikan hak dan kewajiban yang dimiliki warga negara. Seringkali ditemukan banyak sekali individu atau kelompok yang secara masif menuntut haknya tetapi belum memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai warga negara. Begitu pula sebaliknya, negara terkadang memaksakan warganya untuk melakukan serangkaian kewajiban walaupun di sisi lain negara belum mampu secara optimal memenuhi hak-hak warganya. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai masalah-masalah sosial misalnya tingkat kesadaran hukum masyarakat yang cenderung rendah, kurangnya partisipasi publik dalam politik, terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia, dan sebaran akses terhadap pendidikan dan kesejahteraan yang tidak merata. Fenomena ini dapat mengindikasikan kurangnya efektivitas pendidikan kewarganegaraan yang dimiliki masyarakat sebagai warga negara.
Pendidikan kewarganegaraan memiliki peran yang sangat penting dalam proses membangun kehidupan bernegara yang sejalan dengan cita-cita konstitusi dan UUD 1945. Sepatutnya pendidikan kewarganegaraan tidak hanya dimaknai sebagai mata pelajaran formalitas di sekolah atau kuliah, tetapi juga sebagai proses dalam pembentukan karakter masyarakat akan pentingnya memahami hak dan kewajiban warga negara yang nantinya dapat mengkonstruk kesadaran tentang peranan masyarakat baik sebagai individu maupun kelompok di lingkungan hidupnya. Pendidikan kewarganegaraan yang berfokus pada nilai sekaligus praktiknya itulah yang diharapkan dapat membentuk masyarakat yang kritis, bertanggung jawab, memahami nilai-nilai konstitusi dan lebih proaktif terhadap segala sesuatu yang terjadi di dalam proses pembangunan kehidupan bernegara. Dengan begitu, masyarakat sebagai warga negara akan memiliki kesadaran kolektif untuk bergotong-royong dan bahu-membahu satu sama lain untuk menyelesaikan suatu masalah yang terjadi di lingkungan hidup mereka.
Pada hakikatnya, budaya kolektif adalah budaya yang sudah ada sejak lama sekali, bahkan mungkin sudah ada sejak kelompok manusia baru diciptakan. Manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin bisa hidup tanpa manusia lainnya, karena untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya, seorang manusia diharuskan untuk melewati proses interaksi dengan manusia lainnya. Begitu juga dalam konteks pembangunan kehidupan bernegara, masyarakat haruslah memiliki kesadaran kolektif untuk menghadapi konflik di lingkungan hidupnya, baik dalam lingkup kecil seperti rumah tangga maupun dalam lingkup yang besar seperti aktivitas politik negara. Namun, realita yang terjadi pada saat ini adalah terjadinya kemunduran kesadaran kolektif di lingkungan hidup masyarakat, hal tersebut dapat kita lihat dari maraknya konflik antar masyarakat.
Nampaknya, pendidikan kewarganegaraan musti dievaluasi demi meningkatkan kesadaran masyarakat akan perannya sebagai warga negara, saat ini kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajibannya cenderung masih minim. Pendidikan kewarganegaraan harus lebih rinci dalam memberikan pemahaman tentang hak dan kewajiban warga negara agar terwujudnya keharmonisan dan keseimbangan dalam proses pembangunan kehidupan bernegara ke arah yang jauh lebih baik.
Pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan strategis sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan, konstitusionalisme, serta tanggung jawab sosial dalam diri setiap warga negara. Melalui pendekatan ini, pendidikan tidak hanya bersifat kognitif (penguasaan pengetahuan), tetapi juga afektif (sikap) dan psikomotorik (perilaku). Artinya, warga negara didorong untuk tidak hanya mengetahui hak dan kewajiban mereka, melainkan juga menginternalisasi nilai-nilai yang dapat memupuk rasa peduli terhadap lingkungan sosialnya, seperti toleransi, empati, dan solidaritas.
Kesadaran kolektif sendiri tidak bisa terbentuk secara instan. Ia merupakan hasil dari proses panjang yang ditanamkan melalui pendidikan dan dibentuk dalam kehidupan sosial sehari-hari. Pendidikan kewarganegaraan dalam hal ini dapat menjadi sarana untuk menumbuhkan cara berpikir kritis dan bertanggung jawab atas isu-isu sosial. Misalnya, melalui diskusi mengenai isu-isu kebangsaan, studi kasus pelanggaran hak asasi manusia, praktik demokrasi di sekolah atau kampus, serta kegiatan sosial yang melibatkan kerja sama antar warga. Pendekatan-pendekatan seperti ini dapat membentuk pola pikir bahwa membangun bangsa bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab setiap warga negara.
Lebih dari itu, pendidikan kewarganegaraan dapat menjadi medium untuk membentuk identitas kolektif yang kuat. Di tengah arus globalisasi dan individualisme yang kian menguat, masyarakat kita cenderung bergerak ke arah kepentingan pribadi, melupakan pentingnya solidaritas sosial. Nilai-nilai seperti gotong-royong, musyawarah, dan persatuan sebagai identitas bangsa Indonesia seringkali terkikis oleh pragmatisme dan kepentingan sesaat. Oleh karena itu, penanaman nilai-nilai kewarganegaraan secara konsisten, mulai dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi, sangatlah krusial.
Kesadaran kolektif yang dibentuk melalui pendidikan kewarganegaraan akan menumbuhkan semangat kebersamaan dan rasa memiliki terhadap lingkungan sekitar. Masyarakat yang sadar akan pentingnya peran mereka dalam kehidupan bernegara akan lebih proaktif dalam menyelesaikan permasalahan sosial yang ada, seperti pengangguran, kemiskinan, konflik horizontal, hingga degradasi lingkungan. Misalnya, jika warga memiliki kesadaran kolektif tinggi, maka mereka akan turut serta menjaga kebersihan lingkungan, aktif dalam forum warga, serta tidak segan untuk melaporkan atau mencegah tindakan yang merugikan masyarakat.
Tidak hanya itu, pendidikan kewarganegaraan juga harus mampu menjangkau masyarakat secara luas melalui pendidikan non-formal dan informal. Tidak semua warga negara memiliki akses terhadap pendidikan formal, oleh karena itu pendekatan berbasis komunitas seperti penyuluhan hukum, diskusi warga, forum RT/RW, dan pelatihan kepemimpinan komunitas sangat penting untuk memperluas cakupan edukasi kewarganegaraan. Pemerintah bersama dengan organisasi masyarakat sipil harus berkolaborasi dalam menyediakan ruang-ruang pembelajaran yang inklusif agar semangat kolektif tersebut tidak hanya menjadi milik kelompok tertentu, tetapi merata di seluruh lapisan masyarakat.
Di samping itu, media massa dan media sosial juga dapat menjadi alat edukatif dalam memperkuat pendidikan kewarganegaraan. Kampanye-kampanye sosial yang bersifat edukatif, seperti tentang pentingnya partisipasi pemilu, menjaga ketertiban umum, toleransi antarumat beragama, hingga peran dalam pengawasan kebijakan publik, dapat mendorong partisipasi warga secara sukarela dan berkelanjutan. Di era digital ini, peran pendidikan kewarganegaraan harus pula mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi, dengan menyasar generasi muda sebagai agen perubahan masa depan.
Dalam praktiknya, evaluasi terhadap kurikulum pendidikan kewarganegaraan juga penting dilakukan. Materi pembelajaran harus kontekstual, relevan dengan dinamika sosial masyarakat saat ini, dan disampaikan dengan metode yang partisipatif. Guru dan dosen kewarganegaraan harus mampu menjadi fasilitator pembelajaran yang mendorong diskusi kritis, bukan sekadar menyampaikan hafalan pasal-pasal dalam konstitusi. Dengan demikian, pendidikan kewarganegaraan akan lebih membumi dan memberi dampak nyata dalam kehidupan sosial.
Sebagai penutup, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan memainkan peran vital dalam membentuk kesadaran kolektif masyarakat. Dengan menanamkan nilai-nilai kebangsaan, konstitusionalisme, serta tanggung jawab sosial sejak dini, pendidikan kewarganegaraan berkontribusi langsung dalam menciptakan masyarakat yang tidak hanya memahami hak dan kewajiban mereka, tetapi juga mampu bekerja sama, saling peduli, dan bersatu dalam membangun kehidupan berbangsa yang harmonis dan berkeadilan.
Jika pendidikan kewarganegaraan dijalankan secara efektif, inklusif, dan adaptif, maka bukan tidak mungkin akan lahir generasi warga negara yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijak secara moral dan aktif secara sosial. Generasi inilah yang diharapkan menjadi pilar utama dalam memperkuat budaya kolektif di lingkungan masyarakat, sehingga Indonesia dapat terus tumbuh sebagai bangsa yang harmonis, bermartabat, dan berdaulat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI