Mohon tunggu...
firda silaturrohmah
firda silaturrohmah Mohon Tunggu... Editor - mahasiswa IAIN JEMBER

fakultas Ushuluddin

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Revisi UU KPK Sebagai Berkah Koruptor

3 Oktober 2019   10:40 Diperbarui: 3 Oktober 2019   10:44 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa hari yang lalu terjadi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh oleh para mahasiswa. Aksi ini dilakukan untuk menolak rancangan undang-undang KPK yang dianggap akan melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi. Masyarakat menganggap revisi UU KPK adalah berkah bagi koruptor karena dianggap melemahkan pemberantasan korupsi, lahirnya dewan pengawas dengan kewenangan berlebih, KPK tidak lagi independen dan pekerjanya menjadi ASN, sedangkan undang-undang mengatakan ASN adalah orang yang bekerja dalam pemerintahan, lembaga pemerintahan mempunyai kepala pemerintahan yakni presiden Lalu bagaimana mereka bisa memeriksa orang yang setara jika mereka tidak independen.

            Alasan dinetapkannya RUU KPK karna KPK dianggap gagal dalam memberantas korupsi. Karna pada kenyataannya korupsi di Indonesia tidak pernah terselesaikan permasalahannya. Akan tetapi itu tidak benar adanya karna tidak terselesaikannya masalah korupsi bukan dikarnakan gagalnya kerja KPK, akan tetapi terlalu banyaknya korupsi yang terjadi. Ini hanya permainan DPR massa demonstrasi akan terus menekan presiden sampai diterbitkan peraturan pengganti undang-undang (perppu) untuk memberlakukan UU KPK yang lama. Lalu apakah benar demonstrasi  yang terjadi belakangan ini bisa menjadi agenda untuk menyerang presiden ?

            Karna Presiden Joko Widodo sendiri mengaku menolak sejumlah poin dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat. "Saya tidak setuju terhadap beberapa subtansi RUU inisiatif DPR ini yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK," kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9/2019). 

Presiden Jokowi kemuddian menjabarkan empat poin revisi yang ia tolak. Namun faktanya, hanya dua poin yang benar-benar ditolak oleh Kepala Negara. Sebab, dua poin sisanya yang ditolak oleh Jokowi memang tidak pernah ada dalam draf revisi UU KPK yang disusun DPR. Revisi UU KPK Diduga Muncul untuk Hentikan Kasus Besar Pertama, Jokowi mengaku tidak setuju jika KPK harus mendapat izin penyadapan dari pihak eksternal. 

"Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak. KPK cukup memperloleh izin (penyadapan) internal dari Dewan Pengawas untuk menjaga kerahasiaan," kata Jokowi. Namun, dalam draf Revisi UU KPK yang diusulkan DPR memang tak ada ketentuan bahwa KPK harus mendapat izin pengadilan sebelum menyadap terduga koruptor. Dalam Pasal 12 draf revisi UU KPK, hanya diatur bahwa penyadapan dilaksanakan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas.

            Jadi kesimpulannya RUU KPK dirancang karena ada beberapa factor internal yang mana factor tersebut merupakan paket atiran berkah koruptor.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun