Mohon tunggu...
Firda Puri Agustine
Firda Puri Agustine Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Write, Enjoy, and Smile ;)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ketika Sang Jenderal Rela Jadi 'Pedagang Asongan'

22 Februari 2014   19:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:34 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_313340" align="aligncenter" width="300" caption="salah satu adegan penyamaran (maaf burem)"][/caption] Lega. Itulah yang saya rasakan ketika akhirnya pekan ini saya memutuskan keluar dari Warung Buncit. Hari-hari menjadi lebih menyenangkan karena bisa menghabiskan waktu dengan menulis bebas, main games, dan tentu saja, jalan-jalan. Kebiasaan saya yang satu itu sulit dihilangkan. Bukan karena punya duit banyak, tapi saya cuma mau mengajak sepatu dan sendal yang saya punya menghirup udara segar. Maklum, saya ini pecinta alas kaki sejati yang enggak mau membiarkan koleksi saya cuma dipajang thok. He-he-he.. Nah, kemarin itu (Jum'at, 21/2/2014) saya memilih libur jalan-jalan dan santai di rumah. Lebih tepatnya karena saya diserang flu berat kombinasi maag akut. Jadi, lebih baik seharian di tempat tidur sambil nge-games atau nonton tv. Kebetulan, channel yang saya pilih menampilkan tayangan ulang show Indonesian Idol. Wah, asyik nih bisa lihat Husein lagi, favorit saya. Keasyikan tersebut lantas berubah setelah acara usai dan dilanjutkan sebuah tayangan yang menurut saya, sekali lagi menurut saya pribadi, enggak banget. Saya pikir ini acara bedah rumah yang pernah dibawakan Ratna Listy itu. Ternyata eh ternyata menampilkan salah satu pasangan capres dan cawapres yang lagi promosi atau kampanye atau entah apalah namanya. Kalau itu disebut kampanye, berarti tayangan tersebut menjadi sebuah cara baru berpolitik. Apalagi, si cawapres-nya adalah pemilik grup media yang diklaim terbesar se-Indonesia. Dan, saya pernah menjadi bagian di dalamnya. Jadi, sudah hafal-lah 'kebiasaan'beliau yang memang suka tampil di layar kaca. Sebenarnya, saya ogah nontonin acara kampanye terselubung begini. Tapi, karena saya tidak menonton ketika capres-nya menyamar jadi tukang becak di sinetron Tukang Bubur Naik Haji, saya jadi penasaran. Kepingin lihat saja seperti apa tingkat keparahannya. Acara itu terbagi menjadi dua segmen dengan durasi selama 60 menit alias 1 jam. Segmen pertama, konsepnya persis banget sama bedah rumah. Jadi, pasangan ini ceritanya datang ke sebuah desa dimana sarana pendidikan usia dini (Paud)-nya sangat memprihatinkan. Sudah bisa ketebak kan gimana lanjutannya? Yup, mereka membantu merenovasi menjadi lebih bagus dan layak guna. Malah, turun langsung bawa-bawa batu bata, mengecat, hingga keringat si cawapres ikut di close -up. Semua warga berterima kasih dan menyalami mereka satu-satu. Ada juga adegan mereka menggendong anak kecil, dielu-elukan, dan..ya gitu deh. Saya sempat melihat, meski agak samar, di pintu kaca Paud tersebut ditempeli stiker mereka berdua. Oke, masuk ke segmen dua. Seperti sebelumnya, kali ini si capres nyamar jadi pedagang asongan yang menjajakkan dagangan ke jalan, pasar, sampai adegan diusir satpam mal. Di narasi juga tak lupa disebutkan 'seorang jenderal besar menyamar jadi pedagang asongan'. Namanya titel itu kayaknya enggak afdol kali ya kalau enggak disebut. He-he. Si capres terus muter-muter. Ketemu nenek penjual rokok, nenek penjual kerupuk, tukang becak, dan lain-lain. Di situ dia ngobrol tuh seputar pekerjaan mereka. Katanya sih biar tahu fakta yang terjadi di lapangan. Dia juga sempat ngasih duit Rp 500 ribu buat 2 ons kerupuk yang tadi dibeli. Kalau tulus ngasih mah enggak perlu disebut kali ah, entar jadi riya' kata ustad. Ending-nya, penyamaran dia ketahuan warga yang lantas berebut salaman. Oh ya, sambil diiringi pula oleh lagu ciptaan calon ibu wapres biar lebih syahdu. Hmm..jujur saja, saya enggak paham soal politik, juga tidak pernah suka meliput persoalan politik saat kemarin saya jadi jurnalis. Cuma tangan saya gatal kalau tidak menuangkan pendapat soal realitas media yang disusupi kepentingan politik belakangan. Kok sampai separah ini ya?. Media dan politik memang dua hal yang tidak bisa dipisahkan di Indonesia. Maklumlah, beberapa di antara pemilik media memang terjun ke panggung politik. Tak usah saya sebutkan, teman-teman pasti sudah tahu kan siapa saja mereka. Cuma kok ya jadi kasihan. Media dijadikan alat politik yang sekarang begitu terang-terangan. Masyarakat pun seolah-olah 'bodoh' dan dibodohi dengan hadirnya tayangan seperti itu. Kalau mau menjadikan media benar-benar independen, menjadi pilar keempat demokrasi, rasanya sulit. Sesulit membedakan mana berita yang sesuai fakta dan mana berita yang memang sengaja disetting untuk kepentingan pihak tertentu. Akhirnya, baik jurnalis maupun masyarakat dipaksa memaklumi kondisi ini. Saya pernah bekerja di salah satu grup media cawapres tersebut. Sebelum dia mendeklarasikan diri saat itu, saya pernah kok disuruh 'liputan wajib' ulang tahun pernikahannya untuk ditampilkan di headline terdepan. Liputan yang menurut saya keluar dari makna media massa itu sendiri. Keluar dari pakem jurnalistik yang teorinya saya dapat waktu kuliah, dan tentu saja keluar dari hati nurani saya sebagai jurnalis yang seharusnya berada di tengah. Tulisan saya menjadi tidak 'cover both side' lagi karena terpaksa mengikuti orang yang menggaji saya. Makin ke sini, ternyata kondisinya makin memprihatinkan. Kalau sekadar menampilkan iklan atau advertorial partai, tak jadi masalah. Menulis dan meliput kepentingan pemilik media yang berpartai sebenarnya sudah parah, tapi ya sudahlah. Nah, kalau sampai dibuatkan acara khusus, lalu si capres ikutan main sinetron dan berperan sebagai tukang becak, pedagang asongan, apakah harus pasrah?. Ada yang bilang, kalau enggak suka acaranya ya enggak usah ditonton, susah banget. Iya, itu betul. Tapi, orang menonton televisi bukan persoalan dia suka atau enggak. Bisa jadi cuma penasaran, atau buat mengisi kesepian di rumah atau buat sekadar hiburan. Tetap saja kan pengaruh tontonan itu besar sekali. Eh, iya ngomong-ngomong kemana saja ya Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU)? Saya sih mempertanyakan, genre tayangan seperti ini apakah diperbolehkan? Atau memang tidak ada aturan yang jelas mengenai pasal tentang kampanye terselubung? Atau jangan-jangan pada takut ya lantaran si pemeran utama adalah orang nomor satu di stasiun televisi tersebut?. Hmm..mungkin mereka mau meniru cara yang dilakukan Jokowi ya. Turun langsung ke masyarakat, lalu berempati dengan penderitaan yang terjadi. Niatnya mungkin baik, ingin membantu. Tapi, kalau sudah disorot kamera, apalagi sampai dibuat acara khusus begitu, rasanya wajar kalau ketulusan mereka dipertanyakan. Dalam kepercayaan saya, kalau tangan kanan memberi, akan lebih baik jika tangan kiri tak melihat. Kalau mereka ingin tulus berkontribusi, ya lakukan saja tanpa harus melakukan penyamaran menjadi tukang becaklah, pedagang asongan-lah, apalagi sampai segala main sinetron. Bukan apa-apa, cara berkampanye mereka bisa jadi bumerang. Rakyat sekarang sudah lebih pintar kok menilai mana pemimpin yang baik dan tidak. Menurut opini saya nih, pasangan ini bakal jadi presiden dan wakil presiden 2014. Tapi, cuma di sinetron. Wong akting mereka keren banget kok. Malah, pas jadi tukang becak itu, kata si capres, penyamarannya berhasil. Saya yakin, ke depan akan banyak produser  yang tertarik. Nanti kalau sinetron terbarunya keluar, pasti dapat rating nomor satu. Amin. Sementara untuk pemilu sungguhan 9 April nanti, saya sih berharap pada diri sendiri dan juga rakyat Indonesia benar-benar memilih pakai hati nurani yang jujur, tulus dan bersih. Bukan hati nurani yang cuma dijadikan slogan atau pemanis spanduk di pinggiran Kebon Sirih. Setuju?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun