Oleh: Firasat Nikmatullah (yang nulis sambil nyeruput kopi sachet lokal dan nahan emosi)
Kalau Indonesia lolos Piala Dunia 2026, gue gak akan sujud syukur.
Gue gak akan nonton bareng sambil pake jersey KW yang warnanya luntur pas dicuci. Gue gak akan bikin status "bangga jadi anak bangsa."
Gue akan buka Kompasiana, cari artikel motivasi yang isinya "jangan menyerah walau hidupmu kayak mie instan tanpa bumbu," terus nulis satu kalimat:
"Admin, lo harusnya malu."
Kenapa? Karena kalau Indonesia bisa nembus sistem FIFA, masa tulisan gue yang isinya kritik, luka, dan fakta gak bisa nembus algoritma Kompasiana?
Tulisan yang gue tulis sambil nahan lapar, nahan emosi, dan nahan keinginan buat uninstall harapan. Tulisan yang isinya bukan cuma opini, tapi juga doa, realitas, dan sedikit trauma sama pemerintah.
Gue pernah nulis soal MBG. Program makan bergizi gratis yang katanya demi gizi anak bangsa, tapi malah bikin rakyat muntah berjamaah. 4.711 orang keracunan.
Itu bukan angka. Itu tragedi. Tapi artikel gue? Tenggelam kayak harapan mantan yang ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.
Gue curiga, admin Kompasiana itu kayak wasit Liga Tarkam. Kalau yang nyerang itu pejabat, pelanggaran dianggap "bagian dari strategi." Kalau yang nyerang itu rakyat, langsung dikasih kartu merah plus ceramah 3 paragraf.