Mohon tunggu...
Firasat Nikmatullah
Firasat Nikmatullah Mohon Tunggu... Pendatang Baru

Aku adalah apa yang kamu pikirkan

Selanjutnya

Tutup

Politik

4.711 Siswa Keracunan: Program Makan Bergizi Gratis Disabotase?

24 September 2025   06:00 Diperbarui: 24 September 2025   09:12 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa keracunan usai menyantap Makan Bergizi Gratis, MBG. (Foto: Kompas.com/Bagus Puji Panuntun)

Lo pernah gak sih ngerasain ada sesuatu yang keliatannya mulia, baek banget, tapi pas dideketin, lo nyium bau bangkai?

Gue ngerasain itu pas denger kabar 4.711 orang keracunan dari program Makan Bergizi Gratis, MBG. Bukan sekali dua kali. Ini ribuan. Dalam sembilan bulan. Gila gak tuh?

Ini bukan dapur gosong atau telur busuk. Ini negara bikin rakyat muntah berjamaah.

Tapi yang lebih busuk dari telur basi itu sistem di balik makanan “bergizi” ini.

Gue langsung curiga. Kok bisa program yang katanya demi nutrisi anak bangsa malah nganterin bocah-bocah ke rumah sakit?

Gak usah jadi ahli gizi buat ngerti:

kalau yang masuk ke mulut rakyat adalah makanan dari sistem busuk, ya hasilnya pasti keracunan massal.

Tapi lo tau gak apa yang lebih jahat dari makanan busuk? Niat jahat yang dibungkus embel-embel bantuan rakyat.

Gue gak bilang ini murni salah masak. Tapi ada yang lebih ngeri. Sistem ini dari awal udah dibangun buat dimanfaatin, disabotase, atau bahkan dua-duanya.

Dan yang punya kontrol bukan emak-emak tukang masak, tapi orang-orang yang lebih doyan kuasa dan duit daripada liat bocah sehat.

Contoh: Nurhadi, anggota DPR RI, bilang ada lebih dari 5.000 dapur MBG yang gak punya bangunan fisik. Lah, masaknya di mana? Di Google Maps? Dapur imajinasi?

Dan banyak dapur itu dimiliki anggota DPR sendiri. Ah elah. Mereka bikin aturan, mereka juga yang punya usahanya. Mereka bikin anggaran, mereka juga yang narik duitnya.

Pada akhirnya, gue gak heran kalau makanan yang dibagikan ke siswa-siswi bukan cuma gak bergizi, tapi juga penuh kepentingan.

Jadi kalau ribuan orang keracunan, siapa yang harus tanggung jawab? Petugas dapur? Ibu-ibu yang masak sambil gendong anak? Please deh.

Yang punya kontrol penuh ya mereka yang duduk di Senayan, yang dompetnya tebal tapi hatinya tipis. Dan yang paling gue waspadai:

sabotase.

Iya, jangan anggap ini cuma teori konspirasi doang. Di politik, sabotase program itu udah kayak nasi goreng tengah malam:

gampang banget disajiin.

Gue gak bilang pasti ada yang sengaja racunin makanan MBG, tapi logika gue gak bisa nolak kemungkinan itu. Apalagi kalau yang diracunin itu program unggulan Prabowo. Ya gak sih?

Gagalnya MBG = matinya citra politik.

Gue kasih analogi... lo mau jualan martabak paling enak se-kelurahan, tapi tukang martabak sebelah naro bangkai tikus di adonan lo. Udah pasti pelanggan lo kabur.

Nah, kalau MBG ini adalah dagangan politik pemerintah, dan tiba-tiba isinya bikin muntah, kira-kira siapa yang untung?

Bukan rakyat. Tapi kompetitor politik yang pengen liat Prabowo tenggelam bareng programnya sendiri. Dan lo harus inget, di politik itu gak ada yang namanya:

"terlalu jahat buat dilakuin".

Kalau satu program bisa ngasih celah buat ngejatuhin lawan politik, ya dimasukin racun, baik literal maupun simbolik. Bisa jadi racun itu gak selalu arsenik, bisa juga berupa sistem amburadul yang emang dari awal dirancang buat gagal. Tapi ini bukan cuma soal siapa yang sabotase. Ini juga soal siapa yang rakus.

Transparency International udah bilang:

MBG ini ladang basah buat korupsi.

Dari pendaftaran dapur yang gak diverifikasi, sampe pengadaan bahan makanan yang bisa dimark-up segila-gilanya. Gak ada audit publik. Gak ada daftar pemilik dapur. Semua gelap kayak lorong rumah hantu. 

Dan ini malingnya bukan tukang colong panci. Ini maling berdasi yang bisa ngatur regulasi sekaligus jadi pelaku bisnis. Mereka bentuk dapur, daftarin ke BGN, dapet alokasi dana per porsi. Duit yang harusnya buat ayam, sayur, karbo, malah disunat jadi gorengan isi angin.

Anak-anak sekolah makan makanan ultra-proses, penuh pengawet, asal kenyang. Karena yang penting bukan gizinya, tapi margin-nya.

Dan ketika satu kabupaten keracunan, yang muncul malah klarifikasi adem-ayem:

"Itu bukan kesalahan sistem, hanya insiden."

INSIDEN?

Gila, lo pikir 4.711 orang keracunan itu cuma luka kecil di lutut demokrasi?

Bangke.

Gak ada yang dipecat. Gak ada audit terbuka. Gak ada publikasi nama dapur yang diduga jadi sumber racun. Yang ada malah wacana pendaftaran mitra baru.

Lah, bukannya ngebenerin yang bocor, malah ngajak orang lain masuk kapal Titanic.

Dapur MBG bisa didaftarkan online. Siapa aja bisa daftar, asal punya koneksi dan sogokan yang pas. Verifikasinya?

Katanya sih diverifikasi, tapi banyak laporan bilang dapur-dapur itu gak ada bangunannya. Gimana bisa lolos? Satu kata: Mafia.

Kalau lo masih percaya MBG ini murni demi anak bangsa, berarti lo belum cukup banyak ngeliat gimana elite politik negeri ini bermain. 

Mereka bisa senyum depan kamera sambil jenguk korban keracunan, tapi di belakang, mereka ngitung berapa miliar yang bisa mereka tarik dari satu piring makanan.

Di negara ini, “gratis” itu seringkali bukan bentuk cinta, tapi alat buat menjebak. Kadang bukan perut rakyat yang ingin dipuaskan, tapi nafsu elit buat kuasa. Dan keracunan massal?

Mungkin bukan kecelakaan.
Mungkin emang udah dirancang buat gitu
.

Kreator: Firasat Nikmatullah

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun