Mohon tunggu...
Ilma Amalia
Ilma Amalia Mohon Tunggu... Human Resources - Human Resource Development

Learner | An HR | Fakultas Sains Kognitif dan Pembangunan Manusia | University Malaysia Sarawak | blog pribadi: fiqrah-amalia.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dimana Seharusnya Pendidikan Karakter?

4 Maret 2018   11:59 Diperbarui: 4 Maret 2018   16:04 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://menarapendidikan.blogspot.co.id

Ketika Muhammad Al-Fatih Kecil Tak Salah Namun Dipukul Sang Guru

Guru yang baik dan berwibawa di hadapan muridnya yakni ketika sebuah hukuman saja sudah mampu membuat 'kenangan' tak terlupakan, menjadikan sang murid tak lagi bermain-main dengan pelajaran dan selalu fokus terhadap materi pendidikan.

Pukulan kedua ini yang lebih dikenang pahit oleh Muhammad Al Fatih. Kali ini pukulan datang dari gurunya yang mendampinginya hingga ia kelak menjadi Sultan, Syeikh Aq Syamsuddin. 'Kenangan' pahit dari gurunya itu tak sanggup dia tanyakan atau protes pada gurunya, saking hormatnya pada sang Guru. Namun 'kenangan' itu tak lekang oleh waktu, terus berkecamuk di benak Sang Sultan. Hingga pada suatu saat yang tepat, setelah resmi menjadi Sultan Khilafah Utsmani, dia menanyakan kegundahannya selama ini :

"Guru, aku mau bertanya. Masih ingatkah suatu hari guru menyabetku, padahal aku tidak bersalah waktu itu. Sekarang aku mau bertanya, atas dasar apa guru melakukannya?"

Inilah jawaban Aq Syamsuddin ketika itu : "Aku sudah lama menunggu datangnya hari ini. Di mana kamu bertanya tentang pukulan itu. Sekarang kamu tahu nak, bahwa pukulan kedzaliman itu membuatmu tak bisa melupakannya begitu saja. Ia terus mengganggumu. Maka ini pelajaran untukmu di hari ketika kamu menjadi pemimpin seperti sekarang. Jangan pernah sekalipun mendzalimi masyarakatmu. Karena mereka tak pernah bisa tidur dan tak pernah lupa pahitnya kedzaliman."

Ibnu Khaldun " Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman, maksudnya barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya."

Maka dalam hal ini, perhatian orangtua dan kerjasama dengan sekolah amatlah penting. Adanya kasus kasus yang menyebabkan anak dihukum di sekolahnya seharusnya membuat orangtua terpanggil untuk bermuhasabah diri. Sudah benarkah membangun moral anak di rumah? Boleh jadi telah terlebih dulu gagal mendidik lantas saat menyerahkan anak dan lepas tangan bahwa moral anak sepenuhnya tanggungan sekolah. Pendidikan karakter di sekolah memang amat baik adanya, tapi ini bukanlah tempat membangun pondasi nilai-nilai moral pada anak. Pendidikan karakter sebenarnya berada di rumah, dimana guru, pelatih dan pembimbingnya adalah orangtuanya sendiri.

Jika guru sendiri telah memiliki kode etik dan undang undang tersendiri untuk pendidikan anak. Namun saat ada kesalahan yang dilakukan anak anak boleh jadi orangtua lah yang luput menetapkan kode etiknya sendiri dalam hal pendidikan karakter untuk mendidik anaknya di rumah.

"Parents are powerful people. The worst mistake they can make is to underestimate their influence.."

A Rabbi

**

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun