Mohon tunggu...
Fina Wulandari
Fina Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gemar membaca dan menonton, suka beraosisalisasi dan bergaul dengan orang baru, tertatik pada perkembangan pendidikan di era digital

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendapat Para Ahli Mengenai Kelahiran Sastra Indonesia

15 Juni 2022   13:08 Diperbarui: 15 Juni 2022   13:13 1663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

3.  A. Teeuw

Pemikiran Teeuw tentang munculnya sastra Indonesia modern dapat ditemukan dalam bukunya Sastra Baru Indesia 1. (1980). Teuuw juga mengklaim bahwa sastra Indonesia Modern lahir sekitar tahun 1920, yang mendekati tahun yang diusulkan oleh Ajip Rosidi. Alasan Teeuw adalah sebagai berikut: "Pada masa inilah pemuda Indonesia untuk pertama kalinya mulai mengungkapkan perasaan dan gagasan yang secara mendasar berbeda dari perasaan dan gagasan yang terdapat dalam masyarakat lokal tradisional dan mulai melakukannya dalam bentuk sastra yang secara fundamental menyimpang dari bahwa dari bentuk-bentuk tua Melayu, Jawa, dan sastra lainnya, baik lisan maupun tulisan."Menurut Teeuw, alasan lain termasuk: "Pada tahun-tahun itu untuk Peneliti Belanda Hooykass dan Drewes percaya bahwa sastra Indonesia merupakan kelanjutan dari sastra Melayu (Meleise Literatur).

 4. Slamet Mulyana

Slamet Mulyana menyaksikan lahirnya sastra Indonesia dari sudut pandang yang berbeda. Dari sisi kelahiran suatu negara, ia melihat Indonesia sebagai salah satu dari banyak negara di dunia. Pada tahun 1945, bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan. Pada saat itu, sebuah negara baru, Republik Indonesia, lahir diplanet ini, bebas dari penjajahan Belanda. 

Secara resmi, bahasa Indonesia juga digunakan/diakui sebagai bahasa nasional, dengan UUD 1945 mengukuhkannya sebagai konstitusi negara. Akibatnya, sastra Indonesia baru ada setelah negara merdeka dan menjadi bahasa resmi sebagai bahasa negara. Sebelum kemerdekaan, sastra Melayu, bukan Indonesia.

 5. Sarjana Belanda

Dua peneliti Belanda, Hooykass dan Drewes, meyakini bahwa sastra Indonesia merupakan kelanjutan dari sastra Melayu (Meleise Literatur). Peralihan dari "Het Maleis" ke "de Bahasa Indonesia" hanyalah perubahan nama yang mencakup literatur. 

Dengan demikian, sastra Indonesia dimulai dengan sastra Melayu. Akibatnya, pengarang-pengarang Melayu seperti Hamzah Fansuri, Radja Ali Haji, Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, Nurrudin Ar-Raniri, dan lain-lain termasuk dalam sastra Indonesia, begitu pula karya-karya sastra Melayu seperti Hang Tuah, History of Malay Bustanussalatina, Tajussalatina, dan lain-lain.

6. Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Ph.D.

Dr. Nugroho Notosusanto dalam artikelnya yang berjudul "Masalah Periodisasi Sastra Indonesia" menyatakan bahwa sastra Indonesia lahir pada tanggal 20 Mei 1908 yang dikenal sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Sebab, perkembangan sastra tidak hanya mengikuti perkembangan medium, yaitu bahasa. Meskipun bahasa adalah media sastra, mirip dengan tanah liat sebagai bahan utama pematung, sastra itu kreatif. Pada zaman kuno, sastra terkait erat dengan bahasa sebagai media. 

Sastra Sansekerta, misalnya, muncul setelah bahasa Sansekerta. Namun, sejak kebangkitan nasionalisme, situasinya telah bergeser. Sastra dinamai menurut kebangsaan atau kebangsaannya. Bukankah bahasa Inggris berfungsi sebagai media untuk sastra Inggris, sastra Amerika, sastra Australia, sastra India, sastra Irlandia, dan sastra Filipina?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun