3. Â A. Teeuw
Pemikiran Teeuw tentang munculnya sastra Indonesia modern dapat ditemukan dalam bukunya Sastra Baru Indesia 1. (1980). Teuuw juga mengklaim bahwa sastra Indonesia Modern lahir sekitar tahun 1920, yang mendekati tahun yang diusulkan oleh Ajip Rosidi. Alasan Teeuw adalah sebagai berikut: "Pada masa inilah pemuda Indonesia untuk pertama kalinya mulai mengungkapkan perasaan dan gagasan yang secara mendasar berbeda dari perasaan dan gagasan yang terdapat dalam masyarakat lokal tradisional dan mulai melakukannya dalam bentuk sastra yang secara fundamental menyimpang dari bahwa dari bentuk-bentuk tua Melayu, Jawa, dan sastra lainnya, baik lisan maupun tulisan."Menurut Teeuw, alasan lain termasuk: "Pada tahun-tahun itu untuk Peneliti Belanda Hooykass dan Drewes percaya bahwa sastra Indonesia merupakan kelanjutan dari sastra Melayu (Meleise Literatur).
 4. Slamet Mulyana
Slamet Mulyana menyaksikan lahirnya sastra Indonesia dari sudut pandang yang berbeda. Dari sisi kelahiran suatu negara, ia melihat Indonesia sebagai salah satu dari banyak negara di dunia. Pada tahun 1945, bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaan. Pada saat itu, sebuah negara baru, Republik Indonesia, lahir diplanet ini, bebas dari penjajahan Belanda.Â
Secara resmi, bahasa Indonesia juga digunakan/diakui sebagai bahasa nasional, dengan UUD 1945 mengukuhkannya sebagai konstitusi negara. Akibatnya, sastra Indonesia baru ada setelah negara merdeka dan menjadi bahasa resmi sebagai bahasa negara. Sebelum kemerdekaan, sastra Melayu, bukan Indonesia.
 5. Sarjana Belanda
Dua peneliti Belanda, Hooykass dan Drewes, meyakini bahwa sastra Indonesia merupakan kelanjutan dari sastra Melayu (Meleise Literatur). Peralihan dari "Het Maleis" ke "de Bahasa Indonesia" hanyalah perubahan nama yang mencakup literatur.Â
Dengan demikian, sastra Indonesia dimulai dengan sastra Melayu. Akibatnya, pengarang-pengarang Melayu seperti Hamzah Fansuri, Radja Ali Haji, Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, Nurrudin Ar-Raniri, dan lain-lain termasuk dalam sastra Indonesia, begitu pula karya-karya sastra Melayu seperti Hang Tuah, History of Malay Bustanussalatina, Tajussalatina, dan lain-lain.
6. Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Ph.D.
Dr. Nugroho Notosusanto dalam artikelnya yang berjudul "Masalah Periodisasi Sastra Indonesia" menyatakan bahwa sastra Indonesia lahir pada tanggal 20 Mei 1908 yang dikenal sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Sebab, perkembangan sastra tidak hanya mengikuti perkembangan medium, yaitu bahasa. Meskipun bahasa adalah media sastra, mirip dengan tanah liat sebagai bahan utama pematung, sastra itu kreatif. Pada zaman kuno, sastra terkait erat dengan bahasa sebagai media.Â
Sastra Sansekerta, misalnya, muncul setelah bahasa Sansekerta. Namun, sejak kebangkitan nasionalisme, situasinya telah bergeser. Sastra dinamai menurut kebangsaan atau kebangsaannya. Bukankah bahasa Inggris berfungsi sebagai media untuk sastra Inggris, sastra Amerika, sastra Australia, sastra India, sastra Irlandia, dan sastra Filipina?