Mohon tunggu...
Fina Wulandari
Fina Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gemar membaca dan menonton, suka beraosisalisasi dan bergaul dengan orang baru, tertatik pada perkembangan pendidikan di era digital

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendapat Para Ahli Mengenai Kelahiran Sastra Indonesia

15 Juni 2022   13:08 Diperbarui: 15 Juni 2022   13:13 1663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda tentang asal mula sastra Indonesia. Memang, lahirnya sastra Indonesia merupakan bagian dari sejarah sastra yang berlangsung di Indonesia. Hingga saat ini, penentuan awal mula lahirnya sastra Indonesia dan standar sebuah karya yang disebut sastra Indonesia masih menjadi perdebatan. 

Selama ini para pemerhati dan akademisi sastra (humaniora) memiliki pandangan yang berbeda tentang lahirnya sastra Indonesia, sehingga menimbulkan berbagai pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan interpretasi terhadap ciri-ciri sastra Indonesia, serta belum adanya konsensus yang dapat dijadikan jawaban atas pertanyaan tersebut.

Pada hakikatnya sastra bersifat intersubjektif dalam arti bahwa pendapat dapat diungkapkan.

1. Umar Junus

Dalam esai yang dimuat di majalah Medan Sains, Umar Junus membahas tentang lahirnya Sastra Indonesia Modern (1960). Dia berpendapat bahwa sastra ada sebelum bahasa. "Sastra X hanya ada setelah bahasa X ada," jelasnya, "yang berarti sastra Indonesia hanya ada setelah bahasa Indonesia ada. "Umar Junus juga mengklaim bahwa "sastra Indonesia baru ada sejak 28 Oktober 1928" karena bahasa Indonesia baru ada pada tahun 1928 (dengan Sumpah Pemuda). 

Karya-karya yang diterbitkan sebelum tahun 1928 -- yang biasanya digolongkan sebagai karya sastra Angkatan '20 atau Balai Pustaka -- tidak dapat dimasukkan "dalam kategori produk sastra Indonesia", menurut Umar Junus, tetapi hanya "sebagai hasil dari New/Modern sastra Melayu." Alasan Umar Junus: : Karya-karya itu "bertentangan sekali dengan sifat nasional yang melekat pada nama Indonesia itu".

2. Ajip Rosidi

Sudut pandang Ajip Rosidi tentang lahirnya sastra Indonesia dapat ditemukan dalam bukunya "Kapan Sastra Indonesia Lahir?" (1985). Ajip mengakui bahwa sastra tidak mungkin ada tanpa adanya bahasa. Namun, sebelum suatu bahasa diakui secara resmi, bahasa tersebut harus sudah ada dan digunakan oleh masyarakat. 

Akibatnya, Ajip menentang penetapan bahasa sebagai kriteria lahirnya sastra (dalam hal ini sastra Indonesia). Ajip, di sisi lain, berpendapat bahwa kesadaran nasional harus dijadikan standar. Berdasarkan kebangsaan tersebut, tahun lahir Sastra Indonesia Modern ditetapkan menjadi 1920/1921 atau 1922.

Apa yang membuat Ajip memilih tahun-tahun itu? Ajip memilih tahun 1920/1921 bukan karena Azab, Sengsara, dan Siti Nurbaya terbit pada tahun itu, melainkan karena para pemuda Indonesia (Muhammad Yamin, Mohammad Hatta, Sanusi Pane, dan lain-lain) mengumumkan puisi-puisi nasional mereka di majalah Jong Sumatra tahun itu. (diterbitkan oleh organisasi Jong Sumatra). 

"Kalau buku-buku Azab, Sengsara, dan Siti Nurbaya dianggap berwatak nasional (harus diingat bahwa Balai Pustaka, organ pemerintah kolonial, yang menerbitkannya), tidak demikian halnya dengan puisi-puisi para penyair yang saya sebutkan tadi. "Isi dan bentuknya jelas berbeda dengan sastra Melayu pada umumnya. Lirik puisi bertema tanah air dan bangsa terjajah merupakan sesuatu yang unik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun