Mohon tunggu...
fina siti fauziyah
fina siti fauziyah Mohon Tunggu... Freelancer - warisan diri, rekam jejak insan yang pernah singgah di bumi. semoga bermanfaat

kenang aku dalam jiwa, mari berdo'a senandung kebaikan, menjadi insan yang bermanfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selangkah Lebih Dekat dengan Tantrum

1 November 2018   16:27 Diperbarui: 1 November 2018   16:46 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selangkah lebih dekat dengan tantrum

Pernahkah anda melihat anak kecil rewel, menangis dengan berteriak -- teriak hingga berguling-guling, bahkan ada yang  memukul-mukul dirinya sendiri, sampai melempar-lempar barang disekitarnya?

Yuk kita selangkah lebih dekat mengenal tantrum.

Tantrum merupakan masalah perilaku umum yang dialami para balita dalam mengekspresikan emosi mereka. Terlebih di usia tersebut, mereka masih mengalami fase-fase perkembangan bahasa.

Tantrum merupakan bentuk luapan atas emosi yang mereka sulit sampaikan. Anak -- anak usia 2-3 tahun hingga masa prasekolah masih kebingungan dengan mengungkapkan apa yang mereka inginkan, maka terjadilah tadi yang saya paparkan diatas.

Seiring bertambahnya usia, dan dibantu oleh stimulus-stimulus anak akan mulai berkurang kadar tantrumnya. Namun, yang perlu digaris bawahi adalah, tantrum ini bisa berkurang kadarnya jika ia ditangani dengan cara yang tepat. Jika tidak, ia akan menjadi salah satu gangguan yang cukup berbahaya bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Berikut saya akan memberi beberapa ilustrasi menangani anak tantrum ringan, dalam bingkai cerita:

Pada suatu pagi Rasya dan ibunya sedangduduk diteras rumah, Rasya adalah gadis kecil berusia tiga tahun. Beberapa saat kemudian, Rasya melihat balon-balon warna yang dijual pedagang balon keliling, ketika pedagang balon itu melintasi rumah Rasya, tiba-tiba Rasya merengek dan menagis sambil menunjuk ke arah balon, sebagai isyarat ingin dibelikan balon. Namun, sang ibu tetap tidak ingin membelikan karena ternyata dirumah masih terdapat banyak balon Rasya yang dibelinya kemarin. 

Akhirnya sang ibu, memberi kode pada pedagang ballon untuk terus berjalan melintasi rumahnya. Sedangkan Rasya sendiri masih ia biarkan untuk menangis. Ketika tangisnya mulai reda, barulah sang ibu, mengajak Rasya berbicara, kenapa ia menangis? Kemudian sang ibu juga mengarahkan bagaimana cara meminta yang baik, selain itu sang ibu juga mengalihkan perhatian untuk bermain bersama dengan balon-balon yang ada sebagai bentuk informasi Rasya masih punya balon. Akhirnya, Rasya pun bisa menerimanya dan mengerti bahwa tidak semua keinginannya akan dituruti oleh ibunya.

Nah, setelah membaca ilustrasi yang saya berikan, semoga ayah bunda bisa lebih bijak menghadapi si kecil. Jangan dibiasakan selalu menuruti apa yang mereka inginkan dengan cara merengek dan menangis, jadikan masa tantrum anak sebagai masa pembelajaran emosinalnya. Jangan hanya memberi materi secara Cuma-Cuma tapi berikanlah perhatian.

Semoga bermanfaat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun