Mohon tunggu...
Filivi Delareo Wanwol
Filivi Delareo Wanwol Mohon Tunggu... -

Stock Observer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | 1.800 Detik

26 September 2017   13:46 Diperbarui: 26 September 2017   16:33 1862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (@kulturtava)

"Tidak bermaknakah Tuhan?" tanyanya,

"Bermaknakah dia bagiku?" kutanya balik,

dia hanya tersenyum dan tertawa. "Semua orang pasti akan mati, bukankah kau ingin masuk surga?" gadis itu melemparkan pertanyaan yang tidak ingin aku jawab. Aku hanya terfokus pada buku yang sedari tadi aku baca, lalu dia kembali melontarkan itu, "Kamu mau masuk surga?"

Aku mulai menutup bukuku, berbalik dan mengarahkan kursiku menghadapnya. "Kamu mau tau apa tentang diriku? Aku akan menjawab, tapi janji setelah aku memberitahu semua itu, kamu jangan sedikitpun mengangguku."

Dia tersenyum dan bertepuk tangan, "Apakah kamu mau masuk surga?" dia mengulangi pertanyaan itu,

"Mengapa seorang Agnostik sepertiku percaya akan kehidupan fana di kosmos yang berbeda kelak? Bahkan dunia ini saja bisa disebut sebagai neraka, atau juga dunia ini bisa disebut sebagai surga. Lantas argumen dan asumsi manakah yang benar? Kita pasti akan mati, entah itu besok, kelak, atau hari ini. Jika hasil akhir dari hidup sendiri adalah kematian, maka secara tidak langsung makna kehidupan ialah menghidupkan kehidupan itu sendiri. Hari ini aku berumur 17, tak terasa nanti aku berumur 22. Sekarang ditanggal 29, 24 jam setelah ini aku akan terbangun di tanggal 30. Lantas apa yang bisa aku pastikan dalam hidup selain kematian itu sendiri?"


Kembali Aku terdiam, menelan ludah dan melanjutkan pembicaraan, "Apakah kematian ini akan tersangkut dengan agama? Jika memang begitu, bukankah aku memaknai agama sebagai simbolisme magis, karena alasan inilah konflik besar pandangan-pandangan yang murni dogmatik di agama rasionalistik masih bisa lebih mudah ditoleransi ketimbang inovasi-inovasi di dalam simbolisme yang mengancam kemanjuran tindakan. Dan yang menarik, di titik inilah muncul konsep baru yang sama sekali tak terduga dari simbolisme. Memahami fakta ini, apakah masih perlu aku menaruh harapan dan asa yang begitu besar pada sesuatu yang tidak menentu?"

Gadis itu mendengarkan omonganku baik-baik, "Tapi kan, agama itu benar-benar menjadi hal yang memberikan kebaikan dalam hidup kita, jik.."

Tak sempat dia menyelesaikan kata, Aku kembali memotong pembicaraannya, "Agama itu candu, Karl Marx mengatakan hal itu dan dipercaya oleh banyak orang."

Lantas dia berkata, "Kamu melihat dari Karl Marx, bagaimana dengan Pascal?" Aku terperanjat,

"Aku tahu bahwa Pascal mengatakan bahwa kepercayaan dipahami melalui hati, bukan melalui alasan. Tapi tetap saja, manusia kala ini jatuh pada sikap ekstrimis karena cara pandang social proofmengambil kendali yang sangat besar dalam hidup mereka."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun