Mohon tunggu...
Fikri Maulana
Fikri Maulana Mohon Tunggu... Politisi - Sekedar Kaum Tertindas

Muda Berkarya, Tua Bahagia, Sukses Muda, Mati Masuk Surga.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Masyarakat Susah, DPR Berulah

9 November 2020   00:40 Diperbarui: 9 November 2020   01:20 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam draft UU Omnibus Law sendiri terdapat banyak kejanggalan hingga sampai sudah disahkan pun belum ada draft yang benar-benar final. Didalamnya terdapat banyak sekali pasal yang dirasa tidak berpihak pada kemaslahatan rakyat kecil seperti:

Pertama, pengaturan upah minimum yang adil dengan menghapuskan faktor inflasi serta unsur pertumbuhan ekonomi nasional dalam rumusan perhitungan upah minimum.  Hal ini akan memunculkan keetimpangan dalam perekonomian tingkat provinsi itu sendiri yang tingkat pertumbuhan ekonominya minim, sedangkan tingkat inflasinya tinggi. UU ini tidak lagi mempertimbangkan upah minimum berbasis kota/kabupaten, maka dalam hal ini melukai upah minimum yang adil dalam hukum internasional.

Kedua, ketentuan periode status bekerja yang berlaku dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dalam UU Cipta Kerja ini dihilangkan, artinya akan berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) yang dapat menimbulkan pengusaha mempekerjakan dibawah PKWT tanpa batas waktu maupun batasan apapun, dipekerjakan dalam rentang waktu tanpa batasan waktu tak terbatas dalam perjanjian kontrak tanpa skema keamanan kerja, pengupahan, dan jaminan pensiun, seperti berlaku bagi PKWT.

Ketiga, batasan waktu kerja yang seharusnya 8 jam kerja perhari atau 40 jam perminggu akan bisa ditambahkan oleh pengusaha tanpa dimasukan kedalam lemburan dan juga tanpa berkonsultasi antara pengusaha, pekerja, dan serikat buruh. Hal ini mencederai hasil revolusi pekerja yang memperjuangkan pembatasan waktu bekerja.

Keempat, waktu istirahat dan hari libur dalam UU Cipta Kerja ini dirasa seakan "memaksa" para pekerja untuk tetap bekerja agar tidak kehilangan upah yang harus didapatkan hanya karena memilih cuti bekerja. Disini yang paling rentan adalah  buruh perempuan, karena mereka yang seharusnya mendapatkan hak cuti haid, cuti hamil atau keguguran, tidak dapat mendapatkan haknya walau mengambil jatah cuti tersebut, karena di dalam omnibus law ini tidak diatur tentang hal itu, terlebih lagi buruh perempuan masih termarjinalisasikan dalam bekerja dan memang harus adanya jaminan khusus agar tercapainya kesetaraan.

Undang-Undang Omnibus Law pun merugikan sektor pendidikan, karena pelaksanaan perizinan pendidikan dapat dilakukan melalui perizinan berusaha. Artinya, pendidikan ini dijadikan sebagai lading komersialisasi pendidikan dengan mudahnya membentuk institusi pendidikan yang dijadikan lading usaha, bukan lagi sebagai penjawantahan sesuai amanat UUD 1945 "mencerdaskan kehidupan bangsa".


UU Omnibus Law pun malah melonggarkan perizinan berusaha tanpa melihat aspek lingkungan yang ada dan dapat merugikan rakyat setempat, dimana beberapa perjanjian investasi yang ada dimudahkan dengan cara pelonggaran aturan yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.

Dengan munculnya demonstrasi yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari buruh, tani, mahasiswa dan masyarakat sipil lainnya ini menandakan seberapa bahayanya UU Omnibus Law jika benar-benar direalisasikan. Oleh karena itu, kita selaku masyarakat sipil harus mengawal proses Judicial Review dan mendesak pemerintah untuk mengeluarkan Perpu.

Demonstrasi yang terjadi di seluruh pelosok negeri ini telah menyadarkan kita semua akan pentingnya gerakan kolektif melawan ketidakadilan yang dibuat oleh oligarki. Banyak kasus yang terjadi selama demonstrasi berlangsung, seperti penganiayaan oleh oknum polisi terhadap demonstran, penculikan paksa, pelecehan seksual terhadap selama demonstrasi berlangsung. Ini menjadi bahan refleksi bersama bahwa demonstrasi yang ideal ini harus tetap dirawat bersama, bukan ternodai oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun