Mohon tunggu...
fikrijamil
fikrijamil Mohon Tunggu... Administrasi - Wong Dusun Tinggal di Kampung

Menulis Untuk Menjejak Hidup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kota Prabumulih "Keukeuh" Tolak Tambang Batubara

9 Mei 2017   12:47 Diperbarui: 9 Mei 2017   13:02 2230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat ini Kota Prabumulih begitu hijau dari udara. Foto DOKPRI


By. Fikri Jamil Lubay

Bumi bukan untuk hari ini saja. Bumi Untuk diwariskan kepada anak cucu kita. Sehingga siapa pun berkewajiban untuk menjaga kelestariannya”.Alex Noerdin, Sumeks, selasa 9 Mei 2017, halaman 6.

Itulah sepenggal kalimat retorika dari gubernur Alex Noerdin dibait awal kalimatnya dalam tulisan yang berjudul “Green South Sumatera, Jalan menuju masa depan” di Harian Sumatera Ekpres hari ini.

Namun, saya sekali lagi harus bilang begini Pak Alex, Prabumulih itu Kota Kecil Pak Alex Noerdin...!!! lho apa hubungannya dengan kalimta retorika Beliau diatas...?

Mohon maaf kalau tulisan ini dianggap salah alamat lagi seperti ketika mengangkat tulisan tentang “Jalanan Sumatera Selatan Hancur Lebur” yang sampai hari ini membuat Bapak Gubernur yang memeiliki ide-ide bear dan gagasan luar biasa ini repot dan harus mondar-mandir dijagat maya untuk menklarifikasi kerusakan jalan di Sumsel itu urusan siapa.

Menyambung tulisan Bapak Gubernur tersebut, Penulis hanya ingin menjadi penyambung lidah dan juga entah yang keberapa kali sudah menulis dibeberapa media, baik cetak maupun elektronik terutama di Kompasiana tentang “tidak mungkin” atau bahkan “mustahil”-nya batubara  di Kota Prabumulih di eksploitasi atau meminjam istilah di Peraturan Menteri ESDM Nomor 43 tahun 2015 yaitu di “Operasi Produksi”, karena kota ini hanyalah “noktah kecil” ditengah  luasnya belantara raya Provinsi Sumatera Selatan.  Provinsi Sumsel memiliki luas 91.592 km2, sedangkan luas Kota Prabumulih adalah 434,50 km2atau hanya 0,47% (tidak sampai 1%) dari luas Provinsi Sumatera Selatan.

Noktah kecil bernama Kota Prabumulih ini memang dari zaman dahulu kala sudah dikenal kaya dengan potensi sumber daya alam yang melimpah ruah terutama kandungan perut buminya yang memiliki mineral batubara serta minyak dan gas bumi.

Minyak dan gas bumi yang telah ditambang selama bertahun-tahun dari perut bumi Kota Prabumulih saat ini sudah mulai dirasakan kemanfaatannya setelah Indonesia merdeka selama tidak kurang dari 70 tahun yang lalu yang ditandai dengan hampir seluruh masyarakat Prabumulih ditahun ini (2017) menikmati gas kota di rumah tangganya setelah melalui perjuangan bertahun-tahun yang melelahkan.

Prabumulih memiliki 6 (enam) kecamatan dengan 37 desa dan kelurahan. Dan, sejatinya kandungan mineral Batubara yang membuat ngiler banyak investor itu berada di 4 (empat) kecamatan yang meliputi Prabumulih Barat, Prabumulih Selatan dan Rambang Kapak Tengah serta sebagian di Prabumulih Utara. Itu berarti bahwa lebih dari 50 % wilayah Kota Prabumulih merupakan wilayah yang memiliki kandungan mineral batubara.

Menilik dari evaluasi Gubernur Sumatera Selatan terhadap Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Prabumulih bahwa, luas lokasi rencana tambang batubara itu akan menggunakan tidak kurang dari 21.772 hektar lahan atau 50,10% dari total wilayah Kota Prabumulih. Kawasan tersebut akan berada dikawasan pertanian, perkebunan dan permukiman penduduk di empat wilayah itu. Bila eksploitasi atau operasi produksi batubara itu tetap dipaksakan maka hal itu berarti akan diciptakan “bencana” di Kota Prabumulih, yaitu:

  • Pemindahan penduduk dikeempat kecamaatan itu secara besar-besaran yang entah mereka akan dipindah kemana. Membayangkan ini sebagai genocide gaya modern mungkin keterlaluan atau bisa jadi disebut sesat pikir atau latah bahkan terkesan berlebihan, namun faktanya adalah lokasi Kuasa Pertambangan  (KP)  yang bakal jadi lokasi tambang itu berada di empat kecamatan yang sudah berpenghuni tetap selama bertahun-tahun dan turun temurun. Membayangkan mereka para penduduk itu harus angkat kaki dari daerahnya adalah sesuatu yang tidak bisa terhindarkan. Kehancuran tali persaudaraan, hilangnya jati diri masyarakat dan lain-lain. Mereka sudah barang tentu tidak akan bisa lagi berziarah dengan makam orang tua dan kerabat serta orang-orang yang dicintai karena lokasi rencana tambang itu juga berada dibawah pusara mereka.
  • Mata pencaharian penduduk akan hilang. Masyarakat terdampak tambang (lokasi KP) pasti akan diiming-imingi dengan harga tanah yang selangit sebagaimana jamak terjadi. Bahasa tidak lagi “ganti rugi” tetapi “ganti untung” akan membuat sirna mata para penduduk desa yang memang sedang dan sering gelap mata menghadapi harga karet yang tidak kunjung membaik dan menyiksa. Mereka akan berfikir untuk segera melepas tanah dengan harga “pantas” dan pasti akan meninabobokkan mereka dalam tidur  yang lelap. Para penduduk ini dengan sendirinya tidak hanya akan kehilangan mata pencahariannnya tetapi juga tempat tinggalnya.
  • Kerusakan lingkungan yang maha berat. Kerusakan lingkungan ini tidak usah diprediksi lagi sebagaimana kebanyakan terjadi dilokasi tambang batubara di Sumatera Selatan. Pertambangan hijau dengan re-planting yang cepat hanya slogan yang mengharu biru dibalik meja dan dokumen pejabat. Faktanya udara menjadi sangat panas seperti yang dirasakan saat ini. Dan, bila hujan yang tidak lebat pun maka akan terjadi bencana banjir bahkan banjir bandang sebagaimana yang barusan dialami oleh salah satu kabupaten tetangga Prabumulih.
  • Kemiskinan penduduk bertambah. Sebagaimana jamak terjadi, Data Statistik selalu menunjukkan bahwa  tidak pernah linier pertambangan batubara dengan peningkatan kesejahteraan penduduk disekitar. Buktinya sudah banyak terjadi di Sumatera Selatan kemiskinan justru terjadi didaerah penghasil tambang terutama batubara. Bagaimana kemiskinan tidak bertambah, masyarakat sekitar tidak diberdayakan. Mereka kehilangan mata pencaharian. Mereka juga kehilangan lahan untuk bertani dan berkebun. Yang mereka dapatkan hanya nikmat sesaat yang sesat dengan bahasa “Ganti Untung”. Baca juga tulisan saya di Kompasiana yang berjudul “Ironi Daerah Penghasil Tambang di Sumatera Selatan”  (http://www.kompasiana.com/fikrijamil/ironi-daerah-penghasil-tambang-di-sumatera-selatan_58285223c0afbdb00ae05d07).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun